RSS

Tag Archives: jalani

Yakin dan Percayalah

Mengapa obat rasanya pahit?

Karena obat berfungsi untuk menjadi jalan kesembuhan bagi orang yang meminumnya. Dan begitu pula dengan kehidupan yang sedang kita jalani hingga detik ini. Terkadang kita berjumpa dengan kepahitan-kepahitan dalam beberapa detik waktunya. Kepahitan yang semoga, saat kita menikmatinya, maka ia dapat menjelma sebagai obat bagi hati kita yang ‘mungkin‘ seringkali sakit. Ya, agar hati kita yang tidak lagi sempurna itu, menjadi terjaga selalu dan terpelihara dari berbagai macam penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menggerogotinya. Yaa.

Pagi ini, aku minum obat. Dan sebelum menelannya benar-benar, ia sempat menempel di pangkal lidahku. Sehingga obat yang pahit itu, akhirnya aku rasakan juga. Sungguh tidak enak, memang. Karena ia pahit. Namun, aku yakin, bahwa kepahitan yang ia bawa, akan memberikan perubahan pada ragaku, beberapa saat kemudian. Dan dengan keyakinan ini, aku abaikan saja rasanya yang pahit. Lalu, ia pun melaju dengan lancar ke dalam tubuhku.

Semua tentang keyakinan dan kepercayaan. Apabila kita yakin dan percaya, maka kita dapat menemukan hikmah dari apa yang kita yakini dan kita percayai. Hanya saja, terkadang kita terlalu ramai bercengkerama dengan diri kita sendiri. Sampai membuatnya tidak beryakin-yakin atas beraneka kepahitan yang ia alami. Ya, kita terkadang tidak yakin bahwa kepahitan itu adalah obat penyakit hati.

Engkau pernah terluka?

Bahkan hatimu pernah menderita karena pahit yang ia alami? Engkau poleslah ia segera, dengan ingatanmu pada makna yang ia bawa. Jadikan kepahitan itu sebagai obat. Jadikan ia sebagai jalan untuk merawat hati yang terluka tadi. Jadikan ia (kepahitan itu) sebagai sebuah rasa yang memang perlu engkau nikmati. Bersama keyakinan, bahwa engkau akan mengalami kesembuhan setelah menelannya benar-benar. Jangan ragu-ragu lagi. Beryakinlah dengan sepenuhnya. Percaya bahwa engkau akan sembuh, maka engkau sembuh. Karena dengan keyakinan serta percaya, engkau akan bersungguh-sungguh.

Jangan langsung puas apabila engkau telah usai menjalani satu kepahitan. Karena bisa saja satu kepahitan itu belum dapat menyembuhkanmu. Walaupun engkau telah menikmati waktu saat bersamanya. Dengan demikian, engkau sedang dalam persiapan yang paripurna, untuk kepahitan yang berikutnya. Dan engkau akan lebih siap menghadapinya.

Hiduplah dengan keyakinan penuh. Jalani kepahitan dengan keteguhan yang semakin teguh. Maka lama kelamaan, kepahitan itu akan mengantarkanmu pada kemanisan. Ya, segalanya akan berujung, bukan? Sebagaimana hari ini, pagi. Ia tidak selamanya. Karena akan berganti dengan sore, lalu malam. So, nikmatilah waktu pagimu. Hayati pesan yang ia sampaikan. Walaupun ada kepahitan, sekalipun. Rasa-rasai lebih awal, hingga engkau rasakan benar-benar. Intinya adalah, “Jangan lupa, bahwa semua berpasangan. Ada pahit – ada manis.” Ketika engkau pernah merasakan kepahitan, maka engkau pun akan merasakan kemanisan. Yakin dan percayalah.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on June 15, 2013 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , , , , , , , , ,

Jasa Sa-Sha

SHA CDC Friendship Day with Hosen Kindergarten

SHA CDC Friendship Day with Hosen Kindergarten (Photo credit: U.S. Army Garrison Japan)

Tadi, Sa-Sha ngebantuin aku buat masangin lampu di kamar. Karena aku benar-benar engga berani masang sendiri. So, aku minta bantuan sesiapa saja yang bersedia untuk memasang lampu baru. Karena, lampu lama sudah tidak dapat dipakai lagi. Ia sudah habis masa gunanya. Akhirnya, Sa-Sha yang bersedia. Terlebih lagi, beliau lebih tinggi dari kami semua. Dengan demikian, hanya berbekalkan satu buah meja berukuran tidak sampai dua meter, tangan Sa-Sha sudah dapat menyentuh langit-langit kamar, di mana lampu akan dipasangkan. Aku bahagiaaa sangat. Karena beliau baik pada ku. Dan aku akan selalu ingat kebaikan Sa-Sha pada ku.

Sa-Sha adalah salah seorang teman ku di sini. Di kota yang jauh dari kampung halaman. Dan Sa-Sha pun satu-satunya teman yang sekampung dengan ku, di kost-kostan ini. Ya, kami sama-sama berasal dari negeri yang sama. Kini, kami berteman. Padahal, sebelumnya kami tidak saling kenal sama sekali. Dan ternyata di kota ini kami bersama untuk melanjutkan perjuangan.

Sa-Sha adalah seorang yang baik. Beliau mengingatkan ku bahwa aku pun perlu berbuat baik. Dengan apapun yang dapat aku lakukan. Karena, setiap kita mempunyai celah tersendiri untuk melakukan kebaikan, bukan?

Sa-Sha, sangat jarang kita bersua dalam hari-hari, yaa? Karena aktivitas kita yang memang tidak sama. Sehingga, hanya beberapa jam saja kita bersua setiap harinya. Kalau tidak pagi, ya sore hari atau malam seperti saat ini. Dan kebersamaan yang kita jalani, seringkali meninggalkan kesan, tentu saja.

“Sa-Sha, semoga Allah Yang Maha Baik membalas kebaikan beliau dengan kebaikan yang lebih baik lagi, Aamiin ya Rabbal’alamiin.”

Karena dengan kebaikan Sa-Sha, maka aku dapat menjalani malam dengan suasana yang terang benderang di sekitar, saat ini. Semoga benderang terus menerangi hari-hari yang berikutnya.

Buat Sa-Sha, terima kasih, yaa.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on December 5, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , ,

Kalau Bukan Hari Ini?

Menghitung hari. Ini yang aku lakukan akhir-akhir ini. Termasuk hari ini. Entah mengapa, rasanya pengen aja.

Hijau Alami

Hijau Alami

Hari ini adalah bagian dari hari-hari terpanjang dalam perjalanan kehidupanku. Hari ini yang menjadi bagian dari hari esokku. Hari ini yang merupakan lanjutan dari hari kemarinku. Dan seluruh hari yang aku jalani dalam kehidupan ini, berasal dari hari ini.

Walaupun telah lama berlalu, namun hari-hari laluku adalah hari ini pada saat itu. Sedangkan hari ini yang sedang aku jalani adalah hari kemarin bagi esokku. Lalu, tentang esok, akan menjadi hari ini pula, namun bukan sekarang.

Ada hari yang pergi, datang, kembali dan terus begitu. Pergantian hari yang mengingatkanku pada manfaat diri. Lalu, bertanyaku padanya, “Apakah manfaat yang ia berikan, pada hari ini?” Ya, dalam hari ini yang sedang aku jalani.

Ach, baru saja aku mengurai tentang diriku. Aku yang sedang menghitung  hari. Seraya menghitung manfaat diriku bersamanya. Lalu, bagaimanakah denganmu? Adakah engkau juga? Engkau yang menjadi bagian dari hari ini. Hari ini yang engkau pun ada di dalamnya.

Engkau yang mungkin saja asyik dengan aktivitas siangmu seperti hari-hari kemarin, ataukah telah berubah? Engkau yang kembali menggeluti aktivitas malammu, sama seperti hari-hari sebelumnya? Ataukah, engkau telah beralih kesibukan, tidak lagi sama dengan masa yang telah berlalu. Ya, kini engkau mempunyai kegiatan baru, kegiatan yang baru pertama kali engkau jalani.

Adakah yang berbeda hari ini?

“Hari ini adalah hari baru, dalam kehidupanku,” engkau berujar dengan dirimu sendiri. Engkau dengan dirimu yang setia menjadi sahabatmu dalam menjalani waktu.

Setiap kita, tentu ingin menjadi lebih baik dari hari kemarin. Dan kita pun berusaha dengan lebih baik, pada hari ini. Dengan demikian, kita dapat mencapai keinginan yang telah terpancang kuat di relung hati. Tentang keinginan untuk menjadi lebih baik.

Tidak seorangpun ingin berlama-lama dalam suasana yang sama. Ia ingin berubah. Termasuk engkau dan aku. Tentu saja kita ingin memberikan yang terbaik, bukan? Oleh  karena itu, berusaha dan terus bergerak untuk menaklukkan hari ini, pun kita lakoni. Ada aneka harapan yang mensenyumi kita ketika pagi mulai menjelang. Ada pesan yang kita terima, saat siang mulai meninggi seiring dengan berkuasanya si raja siang. Ada kesan yang kita peroleh dari sesiapa saja yang menjadi teman kita saat berinteraksi.

Dari semua itu, ada yang menitipkan bahagia, pun sebaliknya.

Dari banyak pesan yang kita terima, salah satu dari banyak pesan tersebut pun ingin kita selipkan pada penghujung hari ini. Ya, agar ia dapat memprasasti walaupun sebaris kalimat adanya. Pesan tentang ketulusan, pesan tentang kejujuran, keikhlasan, maupun kemewahan makna senyuman.

Ada yang penuh dengan ketulusan, memberikan bantuan tanpa kita minta terlebih dahulu. Ada pula yang dengan ikhlas memberi kita pertolongan setelah kita mengajukan pada beliau. Ada yang jujur ketika kita memohon penjelasan, walaupun terlihat berat adanya. Ada yang menebarkan senyuman penuh kemewahan, dan kita pun ingin menjadi bagian dari kemewahan tersebut. Ai! Ku rasakan semua. Semua ada pada hari ini. Hari ini yang sedang aku jalani, hari ini yang beberapa jam lagi akan segera berlalu. Hari ini ku, sungguh penuh dengan warna. Dan aku sangat terkesan dengan hari ini.

Sebelas September, adalah tanggal yang tercantum pada hari ini. Hari Selasa, lebih tepatnya.

Pagi-pagi sekali pada hari ini, aku sudah memulai aktivitas. Aku yang beberapa waktu terakhir sempat berselubung aura engga jelas. Ada yang berbeda aku rasakan, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Belakangan ini, aku mengalami. Namun hari ini, pada pagi harinya, aku kembali ingin menjadi sebagaimana diriku yang dulu. Aku yang merupakan diriku. Ia yang sempat hilang beberapa masa lamanya.

“Hah! Hilang kemana?,” terkagetmu menyampaikan ekspresi.

Bukan, bukan hilang ragaku. Aku masih di sini, masih diriku. Namun, aku merasa kehilangan sesuatu yang ku rasa sangat penting bagiku. Kehilangan … Ai! Betapa tidak indahnya kehilangan. Namun, dari kehilangan yang aku rasakan dan aku mengalaminya, maka aku belajar darinya. Aku belajar satu bahan yang belum pernah aku dapatkan di bangku pendidikan formal. Ya, aku belajar bagaimana menyikapinya. Karena, dengan cara demikian, dapat  ku memahami arti kehadirannya. Kehadiran kehilangan? Sungguh aku tidak ingin lagi mengalaminya.

Hari ini, semua kembali normal. Hari ini, aku merasakan hidup lagi. Setelah merasakan seakan-akan mati suri untuk beberapa hari yang lalu. Hilang arah dan tujuanku, aku seakan hampa tanpa cita. Aku mulai berpikir dan merenungkan. Dan puncaknya adalah pagi tadi. Ketika pagi mulai terang oleh cemerlangnya sinar mentari, aku kembali membuka mata hati. Dalam pikirku mengulangi tanya pada seluruh alam.

“Adakah engkau turut berdoa untukku? Doa terbaik yang akhirnya benar-benar sampai padaku. Hingga aku merasakan dampaknya, ada kedamaian yang segera berdatangan, membawa para personelnya untuk bersama-sama menyapaku? Betulkan?” sekali ku ajukan tanya padanya.

Lalu damai pun mensenyumiku seraya berkata, “Teruskanlah berjalan, melangkahlah lagi. Karena hingga pagi ini, engkau masih ada. Engkau masih hidup, dan terbukti dengan napas ringan yang mengalir keluar dan masuk tubuhmu. Sambutlah indahnya hari ini, bersama kebaikan yang siap untuk ia tebarkan padamu pula,” begini pesan alam yang penuh dengan kedamaian padaku.

Lalu, melangkahlah aku dengan dua kaki yang satu persatu bergerak maju. Mulai dari membuka pintu hati, kemudian membuka mata jiwa. Lalu, aku pun membuka daun pintu yang sesungguhnya. Dan akhirnya akupun lolos keluar dari naungan ruang yang menjadi sarana berlindungku untuk beberapa jam saja. Saat ku mulai melangkah, mentari memang sudah mulai meninggi. Namun, belum terasa terik panasnya. Walaupun sudah begitu benderang sinar yang ia pancarkan. Karena, karena apa? Karena memang suasana alam sungguh dinginnya. Brrrr…. dalam suasana yang sama, aku ingat kenangan pertama berada di kota ini. Tentang sambutannya saat kami mulai berkenalan, dulu. Kejadian yang sudah lama berlalu, lebih dari lima tahun yang lalu.

Ai!

Dan, keadaan yang berlangsung tadi pagi dengan suasana khasnya, tidak benar-benar aku rasai. Karena, aku sangat ingin melangkahkan kaki-kaki ini. Untuk menjemput cita, mengunjungi dan mendekatinya. Maka, satu persatu kaki-kaki ini mulai menjejak bumi. Dengan alat pelindung yang sudah tidak asing lagi baginya, ia menjadi lebih tenang saat menempuh jalan. Satu persatu persimpangan kami lewati. Setiap kali berjumpa dengan perempatan ataupun pertigaan, kami berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkah-langkah ini. Adapun tujuannya adalah agar kami dapat lebih matang memikirkan, sebelum menetapkan satu keputusan. Ya, sejenak memang kita perlu berdiri dalam melangkah. Agar, tidak mudah kita kembali sebelum benar-benar sampai pada tujuan. Supaya berteguh pula kaki-kaki tekad ini untuk mempertahankan diri. Ketika raga menginginkan untuk berbalik arah. Yah! Kembali lagi kepada niat awal melangkah. Karena siapa kita berangkat dari rumah?

Ada satu pesan Ibunda yang hari ini kembali terngiang di telingaku. Tentang menghadirkan Allah dalam perjalanan. Ketika kita benar-benar tidak lagi mempunyai siapapun, dan kita merasakan itu. Maka yakinlah dan yakinilah benar-benar bahwa kita masih mempunyai Allah Yang Maha Gagah. Wah! Sungguh! Aku merasakan berjalan bersama tatapan terindah yang senantiasa mengawasiku. Aku merasakan benar-benar, tiada pernah sendiri lagi. Setelah beberapa masa yang lalu, memang merasa, bahwa aku benar-benar sendiri.

Hiiiy…

Dapat engkau bayangkan teman, bagaimana perasaanku ketika hal demikian terjadi? Ketika sendiri dalam sunyi, tanpa sesiapa yang menemani. Sungguh! Inginku berlari, menjauhi sunyi yang menyiksa diri. Ingin, ingin sangat ku menuju keramaian, untuk bertemu dengan sesiapa saja yang ingin aku kunjungi. Aku benar-benar rasakan, apa itu sendiri. Aku tidak mengerti dengan apa yang aku alami. Sungguh, aku hanya ingin berlalu dari ruang sunyiku.

Dan hari ini, pagiku yang penuh kemewahan dengan sinar mewah mentari, telah berakhir. Kemudian, berganti dengan aura berbeda, sungguh tak sama. Walaupun sudah seringkali terjadi, namun malam pada hari ini sungguh tidak sama dengan malam-malam yang telah berlalu. Aku benar-benar merasakan hidup kembali. Hidup yang benar-benar hidup, sungguh aku ingin seperti ini lebih lama. Ketika ingatanku mulai menepi, menjelajahi beraneka ekspresi yang aku saksikan siang tadi. Sungguh, ada warna-warni yang aku alami bersamanya. Dan saat ini adalah kesempatan untuk merenungi tentang sikap diri.

Suatu kali, aku berjumpa dengan ekspresi yang menawan hati. Ada senyuman menghiasi wajah yang aku temui. Aku pun tersenyum, membalasi. Aku ingin meniru meneladani dengan sepenuh hati. Agar ada kebahagiaan lain yang menebar di permukaan bumi ini, setiapkali ada aku. Sungguh! Citaku kembali mengungkit-ungkit ruang imajinasi. Aku ingin tersenyum lebih indah pada hari ini. Hari ini yang beberapa saat lagi pastinya akan berlalu, hari ini yang akan ku jelang ;bernama esok hari; hingga hari ini-hari ini berikutnya. Sehingga, ketika aku bersua denganmu, masih ada bahagia yang ku jaga ada untuk kita bagi. Semoga engkaupun dalam suasana hati yang penuh kebahagiaan setiapkali berjumpa denganku. Ya, saat kita bersapa pada hari ini yang sedang kita jalani. Lalu, kita tersenyum bersama.

Berulangkali aku menekuri diri. Aku bertanya padanya, seringkali. Tersenyumku atas sikapnya yang seringkali membuatku tidak mengerti. Dan tidak jarang pula aku kembali menanyainya, setelah aku menyadari. Bahwa sikapnya sungguh-sungguh berbeda hari ini.

Ketika dengan mudahnya ia mengangguk setuju, seraya menjelaskan lebih rinci atas tanya yang sampai padanya. Pun, banyak hal yang mengajari kami untuk mau belajar lagi. Belajar tentang bagaimana semestinya kami menyampaikan ekspresi. Ketika kami benar-benar merasakan kebahagiaan, ketika kami sedang merenungi manfaat diri, apalagi ketika kami kembali menyelami hari ini. Untuk merasakan kesejukan di dalam samuderanya, setiapkali kami alami nuansa yang tidak perlu kami alami.

Bergulir masa dari menit ke jam, tiada terasa. Sungguh cepat sekali. Satu persatu angka-angka jam pun tinggal. Ketika jarum jam terus mengelilingi angka-angka yang sedang berkeliling. Akhirnya, sampailah kita pada saat ini, masih hari ini.

Aku telah kembali lagi mendekat pada pintu yang semenjak pagi turut mendoakan keselamatanku dalam menjalani hari. Ia mensenyumiku dengan indah, ketika pertama kali mata ini bertemu pandang dengannya. Ia masih menjalankan fungsinya seperti semula. Berdiri tegak dengan anggun, sungguh menarik hati. Aku tidak ingin menjadi sepertinya, yang berdiam lama tanpa bergerak sama sekali. Aku ingin terus bergerak, untuk menjadi bagian dari orang-orang yang penuh cita. Karena hari ini aku masih ada di bumi. Bumi yang menjadi jalan bagi kita untuk berani menjejakkan kaki di atasnya semenjak pagi mulai membuka hari.

Bersama para sahabat, kami terus saling menebar manfaat diri. Berlomba-lomba kami melakukan yang terbaik. Bukan untuk sesiapa, namun untuk menunjukkan pada diri kami sendiri. Dan untuk memberikan jawaban padanya, atas banyak tanya yang sempat ia ajukan kepada kami. Tanya yang perlu kami uraikan jawabannya satu persatu dari hari ke hari. Dan dalam hari ini, terdapat salah satu jawaban dari tanya yang kami terima.

Kami adalah aku dengan para sahabat di sini. Sedangkan kita adalah engkau dan aku. Kita, tentu sama-sama mempunyai cita untuk mampu melakukan yang terbaik pada hari ini. Namun dalam kenyataannya, tidak selalu kebaikan yang kita lakukan pun baik di hadapan orang lain. Sekalipun demikian, teruslah bergerak dengan apa yang kita lakukan. Selagi kita yakin dengan apa yang sedang kita upayakan, maka secara berangsur-angsur kita juga dapat meyakinkan orang lain. Hanya saja, tidak sedikit dari kita yang akhirnya segera percaya dengan apa yang orang lain sampaikan tentang siapa kita. Setelah itu, kita pun menelan mentah-mentah tanpa mencernanya terlebih dahulu. Lalu, memandang diri kita pun begitu. Padahal, jauh nun di dalam hati yang paling dalam, kita sangat tahu siapa kita yang sebenarnya. Sungguh, sungguh miris apabila menjalani hari ini dengan cara begini. Karena perlahan-lahan kita akan tidak mengenal lagi, siapakah diri ini?

Teman, walau bagaimanapun adanya, engkau memang tidak selalu dapat membahagiakan semua orang. Namun engkau masih dapat menciptakan walau setetes kebahagiaan di hati beliau yang sebenarnya berbahagia bersamamu. Walaupun beliau memang tidak menyampaikan padamu. Akan tetapi engkau dapat menyaksikan dari sikap yang beliau tampilkan setiap kali berjumpa denganmu. Mungkin saja beliau berkata tidak menyukaimu. Benar apabila beliau pernah menyampaikan kalimat bahwa beliau kecewa dengan apa yang engkau lakukan. Namun yakinlah bahwa engkau dapat mengetahui bahwa beliau ternyata membutuhkan kehadiranmu. Apalagi ketika engkau tiada di sisi beliau. Dan pada saat yang bersamaan, ada tanya yang beliau layangkan pada sesiapa yang selama ini dekat denganmu, “Kemanakah si A, apakah ia sudah kembali?”

Begini tanya yang beliau sampaikan, tanya yang terkirim untuk menanyakan keberadaanmu, apabila namamu adalah “A”. Dan beliau akan kembali mengajukan tanya yang sama, ketika engkau belum lagi hadir. Saat itu, engkau memang sedang pergi untuk beberapa lama.

Nah! Setelah engkau kembali, maka engkau dapat menyaksikan ada jawaban yang beliau terima secara tidak langsung. Beliau bahagia sungguh senang, saat menyaksikan engkau kembali dengan selamat. Engkau bermanfaat bagi beliau. Dan tahukah engkau, bahwa engkau benar-benar bermanfaat??

Lalu, jauh di dalam ruang hatimu yang paling sunyi, engkau pun menemukan jawaban dari tanya yang engkau terima dari dirimu sendiri. Tentang tanya yang engkau sampaikan pada dirimu, tentang manfaatmu. Engkau dapat menyaksikan langsung, hari ini. Ya, pada hari ini. Sudah berapa banyak yang menanyakanmu ketika engkau tidak hadir bersama beliau? Lalu, ketika engkau ada, apa yang dapat engkau buktikan pada beliau bahwa engkau ada? Ai! Sungguh, hanya hari ini engkau mempunyai kesempatan untuk melakukan yang terbaik. Sehingga citamu bukan lagi berada jauh di ujung harapan. Namun, telah menjadi kenyataan. Adakah engkau menemukan perbedaan di antara keduanya?

Cc: Sebelas September 

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on September 11, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , , , , , , , ,

440-340=100

 

Hingga pada masanya nanti, ku akan mengembangkan senyuman lalu berkata, “Upz! Ternyata masa lalu ku seperti ini, yaaa…” Lalu, tertawa dikit.  Kaya gini -> 😀

Teman, kita tidak pernah mengetahui tentang bagaimana jalan kehidupan yang akan kita jalani berikutnya. Apakah seindah taman berbunga yang sedang mekar. Bunga tersebut menebarkan semerbaknya yang mewangi. Ataukah…?

Teman, dari detik ke menit waktu yang sedang kita tempuhi, sungguh banyak pesan dan kesan yang ia titipkan. Bahkan, ketika kita terlelap dalam tidur panjang sekalipun. Padanya kita dapat memetik hikmah yang terselip di balik selimut mimpi. Hingga kelak, ketika kita terbangun lagi, dapatlah kita merangkainya membentuk senyuman pada hari esok.

Teman, mungkin saja saat ini engkau sedang berada dalam kondisi yang benar-benar membahagiakanmu. Engkau dapat tersenyum ceria, bergembira dan cerah memancar dari wajahmu yang sumringah. Ataukah, sebaliknya?

Teman, pada sebuah kesempatan, engkau tentu bertemu dengan beliau-beliau yang sangat engkau rindukan. Lalu, mengalirkan kerinduan dengan tebaran senyuman. Ini yang engkau lakukan ketika itu. Nah! Berbeda halnya ketika kondisi jiwamu dalam nuansa berbeda. Ia inginkan bersemedi saja dari aktivitas yang sebelumnya ia lakukan.

Begitulah, warna-warni hari yang datang dan pergi silih berganti.

Teman, beberapa waktu yang lalu, saya menyempatkan waktu untuk menemui beliau yang sedang berbahagia. Bahagia yang memancar dari rona wajah beliau. Sungguh menyenangkan, ketika memandang tampilan yang demikian. Hingga lama kelamaan, kebahagiaan tersebut pun memancar dengan lepasnya, pada sekitaran. Termasuk padaku yang sedang berada di lokasi keberadaan kami.

Teman, pada kesempatan yang lain, ku langkahkan kaki ke daerah yang baru. Bersama beberapa orang sahabat yang menemani, kami melanjutkan perjalanan. Dari satu arah ke arah yang lainnya, kami berjalan. Seringkali kami berjumpa dengan persimpangan. Tidak jarang pula, kami bersua dengan perempatan. Terkadang, kami memilih jalur yang lurus. Dan kami perlu menyeberang untuk dapat menempuhi rute yang berikutnya. Pun tidak jarang pula kami menempuhi persimpangan yang mengarah ke sisi kiri dan atau kanan yang terdapat pada perempatan. Kami bebas memilih arah, sesuai dengan tujuan yang ingin kami capai. Lama berjalan, kami menyusuri alur yang sedang membentang. Dari jalan pertama ke jalan ke dua, hingga jalan yang ke sekian kalinya kami tempuhi, terlihat sama saja. Namun, ada yang berbeda dari semua. Yah, pemandangannya. Tidak ada yang sama, sesungguhnya.

Teman, ketika kita mau melayangkan pandangan lebih jauh lagi, maka akan terlihat pemandangan yang sangat indah di depan sana. Keindahan yang sangat ingin kita kunjungi. Kita ingin berada di sana, segera. Maka, mempercepat gerak kaki yang sedang melangkah, mengayunkan tangan dengan sigap, pun kita lakukan. Seiring dengan perjalanan waktu, kita teruskan berjalan. Hingga akhirnya, sampai jua pada tujuan yang tadi terlihat dari kejauhan. Indah dan kemewahan yang terlihat, tidaklah selamanya sesuai dengan kenyataan. Karena, pemandangan yang kita saksikan dari kejauhan, tidaklah selalu sama tampilannya, ketika ia ada di hadapan. Begitulah kehidupan di dunia. Seperti fatamorgana pada jalan lurus yang sedang diterpa teriknya sinar mentari.

Ya, lihatlah, sebuah jalan beraspal yang sedang membentang di hadapan. Jalan yang lurus itu akan terlihat seperti ada genangan air di atasnya. Namun, ketika kita ingin membuktikan apakah sebenarnya air benar-benar menggenang? Ternyata tiada apa-apa yang kita temukan. Hanya jalanan kering yang berdebu, itu saja.

Teman, kehidupan juga terkadang demikian. Apabila pada suatu waktu kita mempunyai keinginan, yang ingin kita wujudkan. Maka, ketika ia belum tercapai, keinginan tersebut seakan ingin kita genggam dengan eratnya. Namun, saat ia benar-benar akan berada dalam genggaman kita, bukanlah semudah menciptakan keinginan itu sendiri. Kita perlukan usaha dan perjuangan untuk mencapainya. Usaha tersebutlah yang menjadi jalan untuk membuktikan, sejauh mana usaha yang sedang kita kerahkan.

Untuk memperhatikan genangan air yang semula terlihat di sebuah jalanan beraspal, tentu kita perlu melangkah untuk mendekatinya. Itulah usaha. Kalau kita ingin bukti yang benar-benar valid, usaha adalah solusinya. Kecuali kalau kita hanya inginkan menerima berita dari orang-orang saja. Ya, dari beliau yang telah menyaksikannya langsung. Dan beliau membawa berita kepada kita. Tentu kurang asyik kiranya. Kalau kita menerima berita, tanpa mengetahui bagaimana proses untuk terciptanya kalimat dalam berita tersebut. Malah, akan lebih berkesan. Apabila kita pun terlibat di dalam prosesnya.

Teman, dari waktu ke waktu, kita memperhatikan perubahan yang terjadi di alam. Kita kadang menjadi pemeran di dalamnya. Bahkan sebenarnya, kita memang benar-benar berperan bersama alam. Bermula semenjak pagi menampakkan senyuman terbaiknya, kita sudah mempersiapkan diri dengan optimal. Agar kita dapat memanfaatkan kesempatan hidup pada hari ini, untuk membersamai perubahan yang berlangsung di alam. Kita ingin menjadi bagian darinya. Maka, pada mulanya tentu saja kita mencari tahu bagaimana cara untuk bergabung dengan alam.

Hai! teman… Bukankah kita sedang berada di dalamnya? Tentu secara otomatis, kita telah terlibat dalam perubahan alam, kan yah?

Teman, untuk menentukan pada bagian mana peran kita, maka kita perlu mengkomunikasikannya bersama dengan orang lain. Karena, selain kita yang tahu, juga ada orang lain yang mengetahui sejauh mana kemampuan yang telah kita miliki. Lalu, pada bagian manakah kita selayaknya berada? Kita tidak boleh asal menempatkan diri. Karena setiap kita mempunyai keahlian dan spesialisasi dalam berbagai hal. Ada yang sama, tentu saja. Namun, sama bukan berarti menyamakan.

Teman, di sepanjang sejarah perjalanan dalam kehidupanmu, pernahkah engkau berada pada tempat yang tidak semestinya engkau berada di sana? Ataukah engkau merasakan bahwa kehadiranmu bukanlah pada lokasi yang sedang engkau tempati? Pernahkah teman? Lalu, bagaimana cara yang engkau tempuh untuk menemukan solusi akan hal ini?

Teman, atau kehidupan yang sedang engkau jalani ternyata lancar-lancar saja. Tidak ada hal yang semestinya engkau ganti, dari posisi tempatmu berdiri. Tidak ada yang akan engkau alihkan, dari lokasi tempatmu berada. Engkau sedang menempuh aktivitasmu pada lokasi yang tepat. Lalu, setelah meyakini dengan sepenuh hati, engkaupun menjalani waktu di dalamnya. Engkau menghargai lingkunganmu. Engkau demikian nyaman dengan keseharianmu. Seakan tiada satu hal pun yang memalingkanmu darinya. Engkau betul-betul berada pada tempat yang cocok.

Fix, since the first time you come there. 

Sehingga, engkau merasakan kenyamanan, ketenteraman dan keteduhan dalam hari-harimu. Engkau seakan merasa sedang berlindung di bawah sebatang pohon yang sangat rindang. Sedangkan pada saat itu, mentari sedang bersinar dengan teriknya. Akibatnya, engkau tidak merasakan sengatan dari sinarnya yang kuat. Engkau damai, engku merasakan kesejukan.

Teman, kondisi yang demikian, engkau jalani hampir beberapa periode. Dari tahun ke tahun, tiada yang berubah. Engkau bernaung di lokasi yang aman. Hal itu membuatmu bersyukur, menjadi bagian pada lingkungan yang demikian. Engkau senang, engkau bahagia, engkau seringkali memancarkan sumringah senyumanmu yang tertata dari waktu ke waktu. Bertahta pada keluhuran pekerti yang menjagai, engkau iringi dengan memetik ilmu. Engkau dapat belajar dari berbagai keadaan, dengan tenangnya. Begitu pula dengan pengalaman. Engkau dapat memperolehnya kapanpun engkau mau. Dari sesiapa saja yang engkau temui, setiapkali berinteraksi atau berkomunikasi. Ada saja bahan pelajaran yang menjadikanmu mengangguk tanda setuju.  Terkadang, engkau sempat geleng-geleng kepala, beberapa kali. Karena ketakjubanmu pada apa yang sedang engkau saksikan. Tidak jarang pula, engkau tersenyum dan tertawa dengan lepasnya, saat ada yang menurutmu kocak. Engkau sempat terbuai olehnya.

Teman, dan ternyata, kondisi yang serupa tidaklah berlangsung selamanya. Karena perguliran roda masa, waktupun berganti. Suatu waktu, engkau menampilkan ekspresi yang berbeda dari sebelumnya. Engkau terhanyut oleh suasana. Engkaupun pernah menitikkan bulir permata kehidupan dengan mudahnya. Gampang sangat. Engkau mengurainya satu persatu. Padahal tiada yang memintamu untuk melakukannya. Atas keinginan sendiri, engkau menguntainya mewujud tali temali yang bergabung menjadi satu. Lalu, engkau melayangkannya ke hadapan, engkau melemparkannya sejauh-jauhnya. Ke lautan hati ia bermuara.

Teman, dalam beraktivitas, engkau menemukan teman-teman yang baru. Ada yang benar-benar baru engkau temui, maupun yang sebenarnya sudah seringkali engkau bersamai. Namun, dengan gayanya yang baru, engkaupun mengenalnya sebagai seorang yang baru. Padahal, orangnya itu-itu juga. Sama dengan sebelumnya. Lalu, bagaimana dengan sikap yang engkau pakai dalam menanggapi teman yang seperti ini? Bagaimana sikapmu, ketahuilah, bahwa ia sangat menentukan bagaimana karaktermu. Apakah engkau termasuk ke dalam bagian orang-orang yang memahami keadaan, atau…?

Teman, terkadang memang demikian. Kita akan pernah bertemu dengan karakter-karater baru. Baik secara sengaja, maupun yang tidak sengaja. Tiba-tiba saja, kita telah berurusan dengannya.

Sungguh mengejutkan!

Teman, bagaimanapun keadaan yang sedang engkau bersamai, yakinlah di dalamnya ada bahan pelajaran. Dengan belajar dari keadaan. Dengan belajar dari alam-Nya yang sedang membentang sungguh indaaaaaaaah,…. ini, maka kita dapat lebih mudah mengerti. Kita akan memberikan pemahaman terbaik pada keadaan. Kita akan segera mengembalikan kepada diri kita terlebih dahulu, lalu menanya ia, “Bagaimana kalau hal yang sama tertuju padaku?” Kemudian kita akan mengambil sikap yang berbeda. Kita tentu saja akan berbuat, perbuatan yang akibatnya akan kita terima kembali. Begitulah salah satu cara untuk berdamai dengan keadaan.

Dengan memberikan pemahaman terbaik.  Yes! 😀

Teman, mungkin saja, pada sebuah kesempatan, kita berkunjung ke wilayah yang baru. Sedangkan pada wilayah tersebut, telah berlangsung aktivitas lebih awal. Maka, kita yang kebetulan baru bergabung di dalamnya, perlu lebih atraktif dan aktif dalam menunjukkan kemauan untuk belajar. Agar, sesiapa saja yang kita temui untuk pertama kalinya, di lokasi tersebut, menjadi senang hatinya. Maka, senyuman yang lebih indah akan lebih mudah kita saksikan dari wajah-wajah yang sedang tersenyum. Lalu, terus mengajukan pertanyaan atas apapun yang kita belum mengerti, juga merupakan salah satu solusi. Agar, keberadaan kita pada wilayah yang baru, lebih berarti. Karena dengan bertanya, kita akan menjadi tahu apapun yang sebelumnya kita tanyakan. Memang, pada awalnya kita terlihat sebagai seorang yang …  “Gimaanaaaaaaa…. a.a.a.a.a gitu. Namun yakinlah, seorang yang bertanya akan mendapatkan apresiasi dari beliau-beliau yang mendapatkan pertanyaan. Itu tandanya, kita berpikir dan kita ingin mengetahui. Selain itu, karena kita ingin menemukan jawaban dari pertanyaan yang kita sampaikan.”

Teman, dengan bertanya kita dapat memperluas cara pandang terhadap suatu hal. Namun, ada lagi hal lain yang dapat memberikan kita pemahaman akan apapun yang ingin kita pahami. Belajar otodidak.

Yah! Dengan belajar otodidak, maka otomatis, kita dituntut untuk mengambil alih peran secara aktif dalam bidang yang ingin kita ketahui dan ingin kita pahami. Walaupun dalam prosesnya lama, dan membutuhkan banyak kali percobaan. Meskipun tidak sekali dua kali kita melakukannya, namun berkali-kali. But, yakinlah, bahwa hasil yang terdapat di sebalik aktivitas tersebut, dapat mensenyumkan. Apalagi kalau seringkali terjadi error, lalu trial lagi, dan error… error… terus menerus? Ai! Ini perlu dipertanyakan lebih sering pula. Mengapa error terus? Apakah sumber daya manusianya yang perlu diinstall ulang agar baru lagi? Ataukah memang sarana dan prasarananya yang sudah berusia dan usang? Perlu kita pahami pula. Agar, tidak terdapat kekeliruan dalam memutuskan pendapat, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Supaya penilaian yang kita berikan benar-benar sesuai dengan kenyataan, berdasarkan hasil survey dan penelitian yang sungguh-sungguh.

Teman, begitu pula halnya dengan lembaran wajah yang saya kunjungi sebelum ini. Yang sebelumnya telah saya sampaikan pada awal catatan kali ini. Tentang wajah-wajah yang berbahagia, tersenyum penuh keceriaan. Hingga kebahagiaan tersebut memancar berkelipan dari sorot mata yang sedang melayangkan pandangan. Sungguh, kebahagiaan tersebut adalah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Lha…? Bagaimana bisa kita memutuskan untuk memberikan penilaian demikian? Tentu saja setelah melakukan survey dan pengamatan terlebih dahulu.  Sehingga rona kebahagiaan tersebut, mengalir pada lingkungan yang sedang ia bersamai. Senyuman, hanya dari senyuman, kita dapat menangkap kebahagiaan. Lalu, bagaimana bisa, kita tidak memberikan perhatian yang berlebihan pada sebuah ekspresi bernama senyuman, teman?

Kalau memang dengan menatap selembar wajah yang tersenyum, kita dapat memetik pesan menjadi bahan pelajaran,why not? Kalaulah dengan menelusuri jalan-jalan yang sedang membentang, kita dapat menemukan hikmah dan pesan, yuks kita teruskan perjalanan. Kalaulah dengan memperhatikan lingkungan terdekat dengan keberadaan kita, ada jalan untuk menghadirkan pelajaran, maka yuks kita lebih pedulikan lingkungan. Karena, dengan demikian, kita sedang menggenggam kenyataan. Bukankah dengan hidup dalam kenyataan, kita dapat merasakan bahagia yang sesungguhnya, teman?

Teman, ketika kita mau memahami apapun yang sedang kita temui, tentu akan lebih mudah bagi kita dalam menumbuhkan kesabaran. Tentu saja akan lebih mudah bagi kita dalam menyemaikan pemaafan. Dan tentang senyuman? Ia akan mengembangkan bunga-bunga beraneka warna. InsyaAllah, hari-hari yang akan kita jalani selanjutnya, akan penuh dengan kenangan. Karena ia akan menjadi salah satu jalan yang kita tempuh untuk dapat sampai pada tujuan. Tujuan pada masa depan yang berada di ujung sana. Tidak jauh, hanya tentang waktu. Bukankah kita tidak pernah tahu, kapan ujung usia menjelang? Dan kapan pula kita akan menebarkan senyuman untuk terakhir kalinya, renungkanlah…

Teman, belum genap langkah-langkah yang tercipta dalam merangkai jejak perjalanan. Masih beberapa ia tercipta, untuk memberaikan beraneka kisah yang ingin kita ungkapkan. Namun demikian, semoga beberapa kalimat yang kita cipta dalam berbagai kesempatan, dapat menjadi jalan. Untuk terciptanya kisah terlengkap dalam kehidupan. Hingga akhirnya episode berakhir, kita dapat menonton bersama-sama. Putaran ulang sejarah perjalanan. Ai! Kisah yang bagaimanakah inginnya kita, saat ditayangkan? Adalah bersesuaian dengan apa yang sedang berlangsung, kini…

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on May 19, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , ,

Kembang dari Kota Kembang

This slideshow requires JavaScript.

Teman, lihatlah sekuntum dua kuntum bunga yang sedang mekar. Di sisinya ada dedaunan yang mempercantik tampilannya. Di sekitarnya ada duri-duri yang sedang memberikan perlindungan pada batangnya. Bahkan sangat dekat dengannya, ada helai-helai dedaunan lainnya yang menyelingi. Terkadang, kita melihat pula ada jemari yang mendekat padanya. Jemari yang terpesona dengan keelokan kembang. Lalu ia mendekatinya.

Teman, begitu pula dengan kehidupan yang sedang kita jalani. Hingga saat ini, ada senyuman yang sedang kita ukir, muncul pula di wajah yang kita bawa. Ada kesejukan yang menaungi relung jiwa. Ada pula perlindungan yang kita berikan kepadanya. Dan sangat dekat dengan kita, ada sapaan yang memberikan pewarnaan terhadap diri. Terkadang, kita menyadari, bahwa ada jemari yang sedang memberikan gemulainya mendekati kita. Kita sedang berada dalam tatapan-Nya. Kita berada dalam genggaman-Nya.

Teman, seiring dengan perjalanan waktu, kita akan menyadari, tentang makna kehadiran diri. Tentang kehadiran kita saat ini. Tentang berbagai warna hidup yang kita alami. Baik untuk keadaan yang kita senangi, maupun keadaan yang membuat kita kembali mengalirkan pikir lebih jauh.

Pada suatu waktu, kita berjumpa dengan apa yang selama ini hanya ada dalam harapan saja. Nyata-nyata, dan terlihat dengan tatapan mata yang sedang memandang. Ya, adakah kita mensyukuri atas segala yang sebelumnya kita harapkan terjadi dan kita mengalami saat ini? Begitu pula dengan kesabaran yang perlu kita pupuk pada saat yang tepat. Karena kita tidak pernah tahu, melalui kehadiran siapa, kita belajar untuk bersabar. Kita tidak dapat menerka-nerka, saat berinteraksi dengan siapa, kita mengalami pendewasaan diri. Iya, kita jalani apa yang terjadi, tanpa henti memetik kembang hikmah darinya. Kita hidupkan hari, dengan terus menata niat, untuk keperluan apa kita berbuat? Untuk kepentingan siapa kita bersikap? Sehingga kita kembali mau menyadari, sadar dan tersadari setiap saat. Semoga hanya yang terbaik yang kita perbuat, terhadap siapapun yang kita bersamai. Karena, tidak selamanya kita bersama, dalam kondisi dan suasana yang sama. Akan ada kabar yang lebih membahagiakan jiwa, di hadapan. Saat kita mau berjuang untuk menjemputnya.

Kabar tentang apakah teman?

Teman, hari demi hari datang dan pergi silih berganti. Banyak jenis warna hidup yang kita temui. Beraneka karakter insan yang kita bersamai. Begitu pula dengan cuaca serta iklim yang menyelingi. Kita tidak dapat memastikan panas berkepanjangan sepanjang siang. Tidak pula kita yang menentukan kapan hadirnya hujan yang membasahi bumi. Malam pun begitu. Tidak selamanya bebintang terlihat berkelipan. Pada masanya, purnama menunjukkan pribadinya yang mempesona. Hingga tahulah kita bahwa ternyata, silih bergantinya tampilan alam, memberikan kita bahan pelajaran. Untuk kita pahami dengan sebaik-baiknya. Agar, kita dapat memetik kembang-kembang hikmah yang bermekaran,  dari alam-Nya.

Teman, saat cuaca begitu terik pada siang hari, tersenyumlah bunga dengan meriahnya. Karena terpaan sinar mentari yang menembus kelopaknya, membuat para kelopak menjadi lebih berseri. Pada waktu yang lain hujan kan turun menetes padanya. Maka, kesegaran dapat segera ia rasakan, ketika hujan datang untuk memberikan kedamaian. Sedangkan tiupan bayu yang bersemilir mendayu, memberinya kesempatan padanya untuk melambaikan tangkai dengan lembut.

Teman, terik mentari yang bersinar cemerlang, hujan yang menyejukkan, begitu pula dengan semilir angin yang sepoi, memberikan bahan pelajaran pula. Pada kembang yang sedang mekar, ia menitipkan pesan. Melalui keadaan dan nuansa berbeda yang mereka bawa, benih-benih pelajaran sedang menebar.

Teman, saat kita memberikan beberapa menit waktu untuk memperhatikan kehidupan kembang yang sedang mekar. Dapatlah kita dapat memaknainya bersamaan dengan pemaknaan yang kita berikan pada kehidupan yang sedang kita jalani. Kita yang sama-sama berada di alam bersama kembang-kembang tersebut.

Teman, kita dapat bergerak dan melangkah. Untuk berpindah ke lain arah.  Dengan demikian, kita dapat menemukan nuansa yang berbeda, segera. Sedangkan kembang tersebut tidak dapat berpindah untuk menunjukkan bahwa ia juga sedang bertumbuh. Namun, pergerakannya dapat kita saksikan, dari perubahan yang ia alami. Berubah fisiknya yang bertumbuh ke bagian atas dan  berkembang daunnya lebih lebar. Pun bermekaran pula kelopaknya yang cantik. Sebelumnya mereka tiada, bukan?

Teman, engkau yang saat ini sedang berada sangat dekat dengan kuntum-kuntum kembang yang sedang mekar, dapat memperhatikannya lebih teliti. Kalau di samping ruang tempat tinggalmu ada taman yang penuh dengan bunga-bunga bermekaran. Akan tetapi, kalau engkau tidak mempunyai kembang di taman dekat rumah, maka engkau dapat membayangkan saja. Bahwa sangat dekat denganmu, ada taman yang penuh dengan bunga-bunga yang indah. Ya, di dalam hatimu. Di sana terdapat sebuah taman yang sedang bermekaran bunga-bunga senyuman.

Bayangkan… bayangkanlah bahwa taman tersebut sedang berhiaskan warna-warni sungguh indah.

Rasakan… rasakanlah aroma semerbak yang menerpa indera penciumanmu. Sungguh! Kesegaran alami yang hadir menerpa, dapat engkau rasakan? Bukalah matamu lebih lebar, mata hatimu. Karena, kalau tamanmu berada di dalam hati, maka engkau hanya dapat membuka mata hatimu untuk dapat melihatnya.

Sedangkan dua bola matamu yang berkedipan, dapat engkau buka dengan baik. Lalu, menghadaplah ke arah taman di samping tempat tinggalmu. Hai! Memandang ke taman tetangga juga boleh.  Hanya untuk melihat saja, sejenak. Agar kita dapat sama-sama menyaksikan sebuah taman yang sedang berbunga-bunga,  saat ini.

Setelah itu, yuuks kita belajar memaknai sebuah taman yang sedang kita pandangi saat ini, bersama-sama. Ada bunga apa saja, yang berada dalam pandangmu saat ini, teman? Bunga mawar berwarna orange-kah? Bunga mawar berwarna putih, merah, atau pingky? Ataukah ada melati di sekitarnya? Bagaimana dengan bunga yang kelopaknya sungguh lebar? Dapatkah engkau menemukan salah satunya? Seperti bunga Rafflesia, mungkin? Ai! Ini bunga yang langka.

Nah! Bagaimana dengan kuntum-kuntum yang kelopaknya sangat kerdil dan keciiil? Edelweis, namanya. Adakah bunga tersebut engkau saksikan pula saat ini, teman? Edelweis yang tumbuhnya tidak pada sembarang tempat, ia terlindung sungguh terjaga. Ia tiada di mana saja. Kecuali kalau engkau membawanya sehabis perjalanan menembus alam yang penuh dengan tantangan. Di puncak-puncak gunung tertinggi, Edelweis berasal.

Ai! Sudah jauh ke puncak gunung, pikirku berkelana. Padahal, semulanya kita berada di taman yang penuh dengan bunga-bunga beraneka warna. Mari, kita kembali ke rumah. Ya, kembali kita untuk memperhatikan kuntum-kuntum bunga di taman samping rumah. Kembali kita memperhatikan kembang yang sedang bermekaran, di taman tetangga. Kembali kita memupuk kembang senyuman yang berasal dari taman hati.

Kita perhatikan dengan seksama, kuntum-kuntumnya yang indah. Ia hidup bersama segar aroma wanginya yang mendamaikan. Kita mendekatinya lebih dekat. Dan salah satu dari kembang tersebut, kita sentuh dengan penuh kehati-hatian.

“Lihatlah teman, Teh Feni sedang mempraktikkan hal yang serupa. Beliau sempat mengabadikan lembaran jemari yang sedang mendekat dengan kuntum kembang yang sedang mekar. Dua lembar potret sebagai kenangan berasal dari beliau. Saya yang minta. Hahaaa… 😀  Dengan kebaikan, beliau memblutut ke hapeku, beberapa waktu yang lalu. Xixixiii. Terima kasih ya, Teh Feni.”

Kuntum kembang berwarna orange tersebut, pernah pula saya saksikan beberapa waktu yang lalu. Entah di mana, dan kapan tepatnya, saya tidak dapat mengingat lagi. Namun, pada waktu yang sama, terbersit pinta pada relung jiwa. Ia ingin mengabadikan kuntum tersebut. Ia ingin memperhatikan kembali kelopaknya yang sedang bermekaran. Ia ingin membawanya pulang. Namun, semua baru harapan, ketika itu.

Waktu terus berlalu. Hingga akhirnya, kembang yang pernah ia perhatikan dengan tatapan mata dalam nyata, kini tiada.

Beberapa hari kemudian, berkesempatan pada suatu siang, Teh Feni memperlihatkan kuntum-kuntum kembang yang sedang bermekaran di sebuah pot. Pot tersebut berada di lantai dua teras rumah beliau.

“Yani sukaaaaaaaa…….. Teh Feni cantik, dech,” senyumanpun mengembang dari wajahku.

Wajah yang segera berbunga-bunga. Ia teringat kuntum kembang senada, yang pernah ia perhatikan pula. Namun, ia tak berkesempatan mengabadikannya. Padahal, sangat ingin ia membersamainya lebih lama. Apa daya, belum berjodoh kiranya dengan sang bunga.

Untuk selanjutnya, kembang-kembang berwarna orange, telah menempuh masa pengeditan. Ada lembaran lain yang ia singgahi. Ada halaman berikutnya yang ia hampiri. Ada taman berikutnya yang ia tumbuhi. Di sini, di taman hati seorang sahabat. Lembaran maya, tempatnya berada kini. Untuk bertumbuh pula, menampakkan kelopaknya yang mempesona. Kelopak berwarna orange yang  cantiiikkk dan aku sangat suka.

Teman, dalam kehidupan ini, terkadang kita tidak dapat memperoleh apa yang kita inginkan, secara langsung. Ya, pada saat kita menginginkannya, kita belum tentu membersamainya. Seperti halnya kisah yang saya alami pada waktu yang sebelum ini. Ketika saya pernah menyaksikan sekuntum kembang mawar berwarna orange, entah di mana. Namun pada saat yang sama, ada keinginan untuk memperhatikannya lebih lama. Dan beberapa lama kemudian, ia telah membersamai. Maka, mengabadikannya dengan bersyukur adalah pilihan. Saya bersyukur atas kembang berwarna orange yang Teh Feni perlihatkan, lalu beliau rela mentransfernya.

Teman, saat kita berjumpa dengan apa yang selama ini kita inginkan. Lalu, dapatkah dan maukah kita memanfaatkan kesempatan? Ketika banyak orang bilang, bahwa kesempatan tersebut tidak datang untuk kedua kalinya, benarkah? Saya masih belajar untuk memaknai kalimat yang serupa. Serupa namun tak sama. Ya, tergantung pada bagaimana cara kita dalam memaknai kesempatan, kali yaa. Apakah kita beranggapan bahwa kesempatan yang datang saat ini, merupakan kesempatan satu-satunya?

Teman, saya sangat yakin, bahwa peran Allah sangat besar terhadap kehidupan kita. Termasuk apa yang sedang kita jalani hingga saat ini. Semuanya telah Allah atur dengan sangat rinci. Tentang beraneka keadaan yang kita jalani, mungkin saja kita belum menyadari. Ataukah kita terlampau memahami. Sehingga kita terkadang belum mampu mengendalikan hari. Kita seakan terbuai oleh apa yang berada pada genggaman orang lain. Namun, bagaimana kepedulian kita pada apa yang sedang berada dalam genggaman Allah?

Semenjak dahulu, kita belajar. Semula hadir di dunia, kita belajar hal-hal yang baru. Hingga saat ini pun begitu. Banyak pengalaman yang kita alami. Banyak jenis karakter insan yang kita temui. Kita tidak hanya bersama dengan Ayah dan Bunda yang memberikan kita pelajaran lebih awal. Hingga detik ini, entah sudah berapa orang yang kita temui. Semua menitipkan kita bahan pelajaran, tentang kehidupan. Karena banyaknya, terkadang kita jarang mengingat. Kita yang tersibukkan dengan harapan dan keinginan yang terus kita bangun. Kita mungkin saja tidak menyadari, sudah sejauh apa kita melangkah hingga detik ini.  Untuk keperluan apakah?

Padahal, semua kita sama-sama membawa sebuah taman yang sedang berada dalam genggaman-Nya. Taman yang perlu terus kita jaga, karena ia adalah titipan dari pemiliknya. Taman yang penuh dengan bunga-bunga beraneka warna. Salah satunya adalah bunga senyuman.

Boleh kita memberikan sekuntum bunga pada teman, bunga senyuman yang kita petik dari taman hati. Lalu, kelopaknya pun menebar meluruh dengan taburan semerbak yang menyegarkan. Percayalah, senyuman itu  mampu menyegarkan keadaan. Dalam terik panas sekalipun, ia menitipkan kesejukan. Ketika hujan membasahi alam, ia selipkan kehangatan.

Teman, terkadang, sangat banyak aktivitas yang kita jalankan. Sehingga membuat kita sangat tidak mudah untuk mengukir senyuman. Beratnya beban pikiran yang bernaung dalam ingatan, dapat pula membuat senyuman terlihat mahal.  Padahal, sekuntum senyuman yang kita petik dari taman hati, sungguh sangat berharga. Ia berharga, kalau kita memetiknya dengan sungguh-sungguh. Nilainya berharga, saat kita memberikan senyuman pada siapa saja yang membutuhkan. Termasuk beliau yang inginkan senyuman menghiasi hari-harinya. Niscaya ia akan memberikan penghargaan atas senyuman yang kita  berikan.

Teman, boleh saja, kita belum lagi mau tersenyum.  Namun, untuk keperluan apakah kita dititipi taman hati yang perlu kita jaga? Boleh saja kita menerima senyuman dari beliau-beliau yang kita temui. Karena beliau  memberikan senyuman kepada kita. Lalu, kita tempatkan pada bagian manakah senyuman tersebut?

Teman, saat pemberi senyuman memetik kuntum senyuman dari taman hatinya, pasti ada tempat terbaik yang senyuman cari. Senyuman yang muncul ke hadapan kita, tidak serta merta kita lihat sekilas saja, lalu kita tidak tahu lagi ia berada di mana? Hai, bagaimana kondisi taman hati kita pada waktu yang sama? Ketika kuntum senyuman dari orang lain menyapanya, namun kita belum memberikan perhatian padanya.

Teman, ketika kita perlu berusaha keras untuk mendaki puncak tertinggi hanya untuk merasakan kelegaan. Lega karena kita dapat bertemu dengan Edelweis. Namun tidak begitu dengan kuntum senyuman. Ia dapat kita peroleh kapan saja. Kita pun dapat memberikannya kapan saja. Tidak memerlukan usaha yang optimal, hingga menetes keringat membasahi raga. Tidak! Tidak sesulit dan serumit itu, kiranya. Hanya membutuhkan taman hati yang terjaga, maka kita dapat memberikan kuntum senyuman pada sesiapa saja yang kita jumpa. Yah.

Semoga, banyak hikmah yang dapat kita peroleh dari waktu ke waktu. Atas berbagai suasana dan keadaan yang bahkan tidak kita pinta. Semoga kita lebih mudah untuk memaknainya. Karena, kehidupan yang sedang kita jalani adalah kumpulan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang dapat kita pahami, kalau kita mau memahaminya. Bahan pelajaran yang dapat menyampaikan kita pada harapan. Untuk menjadi seorang yang bermanfaat, lebih baik dari waktu ke waktu. Karena kita meyakini, ada sebuah taman yang perlu terus kita jaga. Taman yang berada dalam genggaman-Nya. Hati, taman Ilahi.

“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.” (Q.S Al Israa’: [17]: 25

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on May 4, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , ,