RSS

Tag Archives: bersinar

343. Energi

Mentari di balik tirai

Mentari di balik tirai

Energi. Pada suatu hari, kita pernah kehilangannya. Kita lemas tak bertenaga. Tanpanya kita lunglai, terlihat letih dan tidak berdaya. Pada waktu yang sama, tiba-tiba kita teringat akan pentingnya ia. Energi yang selama ini membersamai kita dalam menjalani waktu. Energi yang akhirnya kita rindui. Kita rindu padanya, karena ia bermakna. Ia berharga. Karena energi mempunyai nilai.

Energi adalah kekuatan. Energi ada untuk membangkitkan semangat. Agar kita mau  melangkah lagi setelah raga terlihat lemah. Pada saat yang sama, energi memberikan andil dengan kehadirannya. Energi yang memang tidak berwujud nyata, namun aslinya ia ada. Energi yang hanya kita kenal melalui kata, ternyata mempunyai peran utama dalam keseharian.

Tanpa energi, tiadalah daya yang dapat kita upaya, meski untuk menitikkan tetesan tinta pada selembar kertas yang awalnya polos. Kita tidak mampu ngapa-ngapain, tanpa bersama dengan energi.

Ya, cobalah sesekali kita perhatikan seorang yang terlihat sangat lelah. Ia yang berjalan condong ke kiri dan kemudian ke kanan, tanpa keseimbangan. Ia melangkah dengan sempoyongan, tanpa mengenal keadaan. Ia terlihat tak menikmati apa yang sedang ia laksana. Ia yang tergerus jiwanya oleh suasana. Keadaan tersebut sangat menyedihkan. Ai! Pemandangan tersebut, adalah gambaran sekeping hati yang sedang tergoda. Ia yang tanpa raga, seakan membuktikan bahwa ia ada. Ia yang selama ini hanya mengerti tentang rasa, terlihat sedang awut-awutan. Kusut dan tanpa keindahan, itulah keadaan terakhirnya. Wahai, tidak untuk hal yang demikian ia ada. Sungguh! Maka, menatanya sedemikian rupa, dengan sepenuhnya adalah pekerjaan kita. Kita yang sedang bersama dengannya, kita yang membawanya serta dalam melanjutkan langkah-langkah di dunia.

Hati kita adalah cerminan sikap dan pribadi yang tertangkap oleh tatapan mata nyata. Meskipun wujudnya tidak dapat kita lihat jelas meski sekilas, dapatlah kita membaca bagaimana kondisinya, dari sorot mata yang sedang menatap. Dapat pula kita memandang bagaimana kondisinya dari nada suara yang sedang kita ucapkan. Dan yang sangat mudah untuk mengetahuinya adalah dari gerak, gerik dan perbuatan kita pada raga.

Hati memang tidak bisa kita lihat, namun ia ada, teman… Perhatikanlah keberadaannya, bermudah-mudahlah dalam membaikinya. Niscaya kita dapat mengetahui, bagaimana cara termudah untuk menjadi seorang yang berbahagia. Dan energi untuk menjadi pribadi yang bahagia, berasal dari hati yang terpelihara.

Energi. Bermulanya sikap dari niat. Berawalnya perbuatan dari perencanaan. Berujung usaha untuk mewujudkan. Tanpa niat, perencanaan dan usaha, tiada energi yang muncul ke permukaan. Walaupun memang, kita sedang bergerak, melangkah dan berjalan. Namun, tanpa tiga unsur tersebut, ia hanya menjadi pelepas kita menempuh waktu. Tiada aura yang ia sisakan pada kita yang membersamainya. Baik sikap dan perbuatan yang kita usahakan dengan sepenuhnya, apalagi hanya kita lakukan seperlunya saja.

Energi. Dapat kita lihat peran sertanya dalam hari-hari yang sedang kita jalani. Ketika ia melekat pada pribadi yang penuh dengan antusias, maka dapat kita temukan bahwa ia bertambah. Saat energi menemui seorang yang tadi terlihat tanpa kekuatan, maka wajah tersebut akan mencerah.Apalagi kalau energi menjadi bagian dari kehidupan kita. Maka terlihat jelas peran sertanya pada saat itu juga. Kita akan menjadi pribadi tangguh yang penuh dengan dedikasi. Berjiwa tegar dan berpandangan jauh ke depan. Menikmati waktu yang sedang kita jalani bersama aktivitas yang menyegarkan. Akan jelas terlihat bagaimana energi tersebut memberikan kontribusi pada sosok-sosok belia yang berjiwa muda. Ai! Senangnya menjemput hari esok bersamanya.

Energi. Kehadirannya untuk memberikan sambutan pada wajah-wajah baru yang mungkin saja masih berharap untuk bersamanya. Energi akan membersamai pribadi yang penuh dengan harapan. Karena tanpa harapan, ia tidak akan pernah mengenal, apa itu energi?

Energi yang menjadi bagian dari ekspresi, tentu berperan utama. Ketika kita akan menyampaikan ekspresi, kita memerlukan energi. Baik ekspresi positif maupun ekspresi yang sebaliknya. Yah! Siapa bilang untuk tersenyum, tidak memakai energi? Siapa yang menangis menitik airmata, tanpa mempergunakan energi? Siapa pula yang mengalirkan emosi dan menyalurkannya segera, tanpa membutuhkan energi? Lalu, pada bagian ekspresi manakah, energi paling banyak kita butuhkan, teman?  Apakah ketika kita tersenyum, saat menangis, atau kala emosi? Hiiy, betapa eloknya, kalau kita bersedia untuk memikirkan tentang hal ini. Agar, energi yang kita keluarkan, tidak menjadi sia-sia dan hilang begitu saja. Bukankah energi sangat penting perannya dalam kehidupan kita?

Bagaimana halnya dengan seorang yang sedang mengalirkan energi terbaiknya, ketika ia sedang berada pada emosi tertentu, misalnya saat marah.

Energi. Sungguh, kita dapat mengetahui kekuatan energi yang sedang dipakai oleh seorang yang sedang marah. Apalagi kalau marahnya pakai bersuara. Dan seorang yang marah dengan bersuara, maka nadanya akan meninggi. Begitu pula dengan saat menangis, seorang yang mengeluarkan energi supernya kala menangis, akan terisak dan tersedu lebih histeris. Ia menguasai keadaan, hingga menyentuh sekitaran. Seorang yang semulanya tenang, akan terusik jiwanya, ketika mendengar suara bernada tinggi dan dekat dengannya. Seorang yang pada awalnya sedang menikmati waktu dengan asyik, akan terkejutkan dengan isak tangis yang menyuarakan kepiluan. Sehingga dapat kita ketahui bahwa peran energi akan menarik-narik pihak lain yang berada di sekitarnya. Baik energi tersebut positif atau bukan.

Energi. Berhati-hatilah dalam memanfaatkan kebersamaan dengannya. Karena, energi yang kita pakai saat ini, tidak akan kembali lagi. Ia akan menempel pada benda, waktu, dan keadaan yang sedang ia temui. Energi tersebut akan melekat, lengket dan menyisakan bekas pada tujuannya. Energi tersebut akan menitipkan prasasti yang mengabadi. Energi tersebut memberikan bukti pada sesiapa saja yang ia temui, bahwa ia ada. Ia ada walaupun tanpa raga.

Energi yang semulanya tiada dalam tatapan mata yang nyata, dapat terlihat dan berwujud kalau kita bersedia untuk menjadikannya ada. Sedangkan catatan demi catatan yang kita rangkai dan ia tercipta, adalah salah satu wujud dari energi yang saat ini membersamai kita. Ya, agar kita tahu, bahwa kita pernah menjalani waktu bersamanya. Ia sempat menyapa kita, dan kitapun menanggapi sapanya. Kita dan dia menjadi saudara dalam keluarga. Kita pun berakraban dengan menumbuhkan persahabatan terbaik. Dengan anggota keluarga berupa jalinan huruf yang berangkaian. Ia adalah bunga-bunga senyuman, pada akhirnya. Semoga, pada waktu yang lain dalam kesempatan terbaik, ia menjadi jalan senyumkan kita, lagi. Senyuman yang memberikan energi berikutnya. Senyuman yang bagaimanakah jenisnya, teman?

Energi. Semua hal yang berhubungan dengan gerak, berada dalam lingkungan energi. Baik gerak kelopak mata yang berkedip, kedua pipi yang melebar ke samping kiri dan kanan secara seimbang, dan usapan jemari pada pucuk hidung yang berkeringat, membutuhkan energi. Saat beberapa jemari menempel pada kening untuk merasakan suhu tubuh terakhir, juga memakai energi.

Energi ada untuk menggerakkan. Sehingga, dengan melakukannya, kita tahu bahwa suhu tubuh melebihi dari biasanya. Hangat yang tidak biasa, bernama demam. Lalu, apa yang kita lakukan, saat kondisi serupa kita alami? Berpikirlah kita untuk menemukan solusi. Melangkahlah kaki untuk mengikuti suara hati. Segera berkemas dan berbenahlah, lalu berehat raga dengan optimal. Ia sedang mengalami kondisi yang berbeda dari biasa. Karena kelelahan dan letih, mungkin. Atau karena kehabisan energi yang semulanya berlebihan, bisa jadi. Ataukah? Karena ia memerlukan charger untuk mengembalikan energi yang sempat menyusut? Perhatikanlah, tolong jaga kesehatan, yah.

Energi. Ia mempunyai fungsi dalam beraktivitas. Karena pada umumnya, aktivitas yang kita lakukan membutuhkan gerakan. Ya, begitu. Baik bergerak untuk sekadar melangkah dari satu ruangan ke ruangan yang lain. Baik menggerakkan jemari pada  sisi keyboard yang membentangkan raga untuk kita pijiti. Atau aktivitas sehari-hari kita sebagai praktisi yang tidak membutuhkan teori? Ai! Bergelut dengan alat-alat sebagai sarana untuk memanfaatkan waktu, juga merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari. Lalu engkau, sebagai apakah engkau menjalani waktu dalam beraktivitas, teman?

Ataukah engkau masih menyandang gelar sebagai pelajar di sekolah? Sebagai ilmuwan yang gemar meneliti, sebagai pembicara yang mengalirkan energi pada para pendengarmu? Ataukah menjadi guru yang menyalurkan inspirasi pada anak didikmu? Engkau ada saat ini, karena engkau mempunyai energi. Dan energimu terus bertambah, meluas, mensamudera, kalau engkau bersedia untuk menyebarkannya kepada sesiapa saja. Tidak hanya pada orang-orang yang berada dekat denganmu saat ini. Namun pada orang-orang yang engkau belum kenali sekalipun, energi itu perlu mengalir. Engkau perlu menyampaikannya karena ia ada.

Energi ada karena ia bermakna. Ia bermakna untuk mengembalikan harapan yang semula mencair, meleleh tergerus kisah kehidupan. Energi itu adalah engkau yang sedang bergerak. Karena engkau adalah kehidupan yang sedang berlangsung. Bersamamu ada harapan baru yang akan muncul. Engkaulah obor penerang jalan yang sedang membentang. Kita tidak pernah tahu, siapakah yang akan melewati jalan tersebut. Jalan yang menjadi terang oleh kilatan cahaya obor yang menerangi. Betapa bahagianya terasa, saat ada peranmu di sana. Engkau yang tidak menyadari pada awalnya, akan tersenyum lebih meriah. Karena engkau berharga dengan energi yang engkau hargai. Engkau tidak lagi merasakan hari-hari yang telah berlalu dengan kisah sedihnya. Engkau akan merasa termodali oleh energi yang engkau maksimalkan penggunaannya. Energi yang engkau terima gratis, tanpa memerlukan biaya berupa materi. Namun, ada biaya termahal yang perlu engkau bayar untuk dapat memanfaatkan energi agar ia berperan. Keikhlasan.

Keikhlasan merupakan energi yang kembali menguatkanmu di tengah tiupan angin hari-hari. Ialah energi yang kembali bangkitkan tekadmu untuk melanjutkan pelayaran, setelah deburan ombak membadai waktu. Saat pasir-pasir yang basah oleh deburan ombak yang menepi, akhirnya turut serta ke lautan. Namun engkau masih dirimu yang teguh, tabah dan tegar, walau dalam cobaan. Engkau pribadi yang penuh dengan energi. Energimu berlebihan.

Energi. Ia menjadi semakin berarti, ketika tiada. Ditambah lagi dengan getirnya kehidupan yang terkadang mampu menyurutkan laju semangat. Pada saat yang sama, energi seakan hilang tanpa bekas. Turut terbawa arus yang sempat menepi. Energi pun belum kembali lagi. Engkau kehilangan motivasi, semangat hidupmu meluruh. Tiada lagi harapan untuk tersenyum esok hari. Engkau seakan kapas yang beterbangan kian ke mari. Engkau mengalami kondisi yang sangat ringan sekali, tanpa energi dan akhirnya melayang, terbang mengapung di udara.

Pada kesempatan yang sama, engkau ingin kembali ke asalmu, bersemayam saja di rahim Bunda yang menaungi. Karena berada di sana, engkau sangat nyaman. Engkau ingin menjadi bidadari kecil di hati Bunda. Engkau ingin mensenyumkan beliau lebih sering lagi. Lalu, engkaupun berpikir lebih dalam. Kembali menelusuri jalur perjalanan diri.

Waktu yang terus melaju, tidak akan kembali lagi. Sedetik saja berlalu, akan sirnalah ia. Lalu, tiada lagi yang akan memberikan pesan tentang kehadiran waktu bersamamu, kalau engkau belum mau memetik pesan dari detik ke detiknya. Hanya engkau yang mau saja, yang dapat menitikkan setetes tinta pada lembaran hari ini. Ya, hanya engkau yang mau peduli saja, yang akan mengerti pada akhirnya. Bahwa ternyata, tiada yang sia-sia. Sungguh semua bermakna. Sebagaimana bermaknanya energimu yang telah kembali. Ia datang menemuimu lagi, setelah engkau membujuknya serta dalam menemanimu meniti hari. Karena energi adalah kekuatanmu.

Energi. Ia hanya susunan dari beberapa huruf yang mewujud kata. Kata yang kebanyakan kita telah mengerti akan maknanya. Apakah maknanya, teman?

Energi. Tentang energi yang sangat berarti. Menyelami makna yang ia bawa, sungguh sangat menyenangkan. Namun, kesempatan kita untuk bersua dan bersama dalam salah satu lembaran ini, tidaklah selama menyelami lautan kata tersebut. Meskipun demikian, semoga ada hikmahnya.

Ada pesan dan energi baru yang kita bawa, setelah mampir dari sini. Ada secuplik harapan yang kita hadirkan lagi, setelah menyempatkan waktu melirik kalimat demi kalimat yang tercipta. Semoga kita menjadi seorang yang penuh energi bahkan melimpah, saat membersamai teman-teman lainnya yang kita pergauli. Sehingga, ada manfaat yang dapat kita berikan, kepada sesama teman yang sedang berjuang. Karena, kalau tidak dengan apa yang ada dari dalam diri, kita belum lagi dapat mencipta apa yang kita impi. Apalagi tanpa niat, usaha dan perbuatan yang optimal. Energi tersebut hanya akan singgah bak angin lalu, kemudian bergeser ke tepi waktu. Sedangkan kita, hanya berkesempatan menatapnya dengan penuh tanda tanya di dalam hati. Kita merindukannya saat ia telah menjauh. Begitu pula dengan energi. Ketika pada kesempatan saat ini ia ada, maka memanfaatkannya  untuk mengukir jejak eksistensi, adalah kegiatan yang menyenangkan.

Energi. Saat raga tanpa kehadirannya, ia boleh lelah dan lemah. Namun, ketika niat ingin menyuratkan makna lewat goresan pena mutiara, why not? Bukankah untuk mengetahui apa yang pernah kita lakukan, maka kita perlu mempraktikkannya secara langsung? Bukankah untuk menjadi terbiasa, kita perlu berlatih dengan konsisten dan penuh keseriusan? Bukankah kita tidak pernah mengetahui, pada detik yang mana, energi kita bermakna dalam. Apakah detik ini? Kalau ternyata benar, maka apakah yang sedang kita perbuat bersama energi, dalam detik yang sedang kita jalani saat ini, teman? Agar kita mengetahui, bahwa energi yang sedang kita bersamai, berarti dan penuh makna. Ia berharga sungguh tak terbeli dengan biaya semahal apapun juga. Namun demikian, kita menghargainya sedemikian rupa, sebagai salah satu wujud syukur kita pada-Nya. Karena kita menyadari bahwa energi terbesar yang sebenarnya, adalah energi yang Allah alirkan pada kita, kapan saja. Termasuk saat raga sedang berada dalam kondisi terlemahnya. Hanya kekuatan akan peran serta-Nya saja, kita mau bergerak dengan sedaya upaya. Untuk membuktikan bahwa hari ini, kita ada. Haha… 😀

Demikian reportase; ketika raga berupaya menjemput energi terbaiknya.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on May 14, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , ,

Kembang dari Kota Kembang

This slideshow requires JavaScript.

Teman, lihatlah sekuntum dua kuntum bunga yang sedang mekar. Di sisinya ada dedaunan yang mempercantik tampilannya. Di sekitarnya ada duri-duri yang sedang memberikan perlindungan pada batangnya. Bahkan sangat dekat dengannya, ada helai-helai dedaunan lainnya yang menyelingi. Terkadang, kita melihat pula ada jemari yang mendekat padanya. Jemari yang terpesona dengan keelokan kembang. Lalu ia mendekatinya.

Teman, begitu pula dengan kehidupan yang sedang kita jalani. Hingga saat ini, ada senyuman yang sedang kita ukir, muncul pula di wajah yang kita bawa. Ada kesejukan yang menaungi relung jiwa. Ada pula perlindungan yang kita berikan kepadanya. Dan sangat dekat dengan kita, ada sapaan yang memberikan pewarnaan terhadap diri. Terkadang, kita menyadari, bahwa ada jemari yang sedang memberikan gemulainya mendekati kita. Kita sedang berada dalam tatapan-Nya. Kita berada dalam genggaman-Nya.

Teman, seiring dengan perjalanan waktu, kita akan menyadari, tentang makna kehadiran diri. Tentang kehadiran kita saat ini. Tentang berbagai warna hidup yang kita alami. Baik untuk keadaan yang kita senangi, maupun keadaan yang membuat kita kembali mengalirkan pikir lebih jauh.

Pada suatu waktu, kita berjumpa dengan apa yang selama ini hanya ada dalam harapan saja. Nyata-nyata, dan terlihat dengan tatapan mata yang sedang memandang. Ya, adakah kita mensyukuri atas segala yang sebelumnya kita harapkan terjadi dan kita mengalami saat ini? Begitu pula dengan kesabaran yang perlu kita pupuk pada saat yang tepat. Karena kita tidak pernah tahu, melalui kehadiran siapa, kita belajar untuk bersabar. Kita tidak dapat menerka-nerka, saat berinteraksi dengan siapa, kita mengalami pendewasaan diri. Iya, kita jalani apa yang terjadi, tanpa henti memetik kembang hikmah darinya. Kita hidupkan hari, dengan terus menata niat, untuk keperluan apa kita berbuat? Untuk kepentingan siapa kita bersikap? Sehingga kita kembali mau menyadari, sadar dan tersadari setiap saat. Semoga hanya yang terbaik yang kita perbuat, terhadap siapapun yang kita bersamai. Karena, tidak selamanya kita bersama, dalam kondisi dan suasana yang sama. Akan ada kabar yang lebih membahagiakan jiwa, di hadapan. Saat kita mau berjuang untuk menjemputnya.

Kabar tentang apakah teman?

Teman, hari demi hari datang dan pergi silih berganti. Banyak jenis warna hidup yang kita temui. Beraneka karakter insan yang kita bersamai. Begitu pula dengan cuaca serta iklim yang menyelingi. Kita tidak dapat memastikan panas berkepanjangan sepanjang siang. Tidak pula kita yang menentukan kapan hadirnya hujan yang membasahi bumi. Malam pun begitu. Tidak selamanya bebintang terlihat berkelipan. Pada masanya, purnama menunjukkan pribadinya yang mempesona. Hingga tahulah kita bahwa ternyata, silih bergantinya tampilan alam, memberikan kita bahan pelajaran. Untuk kita pahami dengan sebaik-baiknya. Agar, kita dapat memetik kembang-kembang hikmah yang bermekaran,  dari alam-Nya.

Teman, saat cuaca begitu terik pada siang hari, tersenyumlah bunga dengan meriahnya. Karena terpaan sinar mentari yang menembus kelopaknya, membuat para kelopak menjadi lebih berseri. Pada waktu yang lain hujan kan turun menetes padanya. Maka, kesegaran dapat segera ia rasakan, ketika hujan datang untuk memberikan kedamaian. Sedangkan tiupan bayu yang bersemilir mendayu, memberinya kesempatan padanya untuk melambaikan tangkai dengan lembut.

Teman, terik mentari yang bersinar cemerlang, hujan yang menyejukkan, begitu pula dengan semilir angin yang sepoi, memberikan bahan pelajaran pula. Pada kembang yang sedang mekar, ia menitipkan pesan. Melalui keadaan dan nuansa berbeda yang mereka bawa, benih-benih pelajaran sedang menebar.

Teman, saat kita memberikan beberapa menit waktu untuk memperhatikan kehidupan kembang yang sedang mekar. Dapatlah kita dapat memaknainya bersamaan dengan pemaknaan yang kita berikan pada kehidupan yang sedang kita jalani. Kita yang sama-sama berada di alam bersama kembang-kembang tersebut.

Teman, kita dapat bergerak dan melangkah. Untuk berpindah ke lain arah.  Dengan demikian, kita dapat menemukan nuansa yang berbeda, segera. Sedangkan kembang tersebut tidak dapat berpindah untuk menunjukkan bahwa ia juga sedang bertumbuh. Namun, pergerakannya dapat kita saksikan, dari perubahan yang ia alami. Berubah fisiknya yang bertumbuh ke bagian atas dan  berkembang daunnya lebih lebar. Pun bermekaran pula kelopaknya yang cantik. Sebelumnya mereka tiada, bukan?

Teman, engkau yang saat ini sedang berada sangat dekat dengan kuntum-kuntum kembang yang sedang mekar, dapat memperhatikannya lebih teliti. Kalau di samping ruang tempat tinggalmu ada taman yang penuh dengan bunga-bunga bermekaran. Akan tetapi, kalau engkau tidak mempunyai kembang di taman dekat rumah, maka engkau dapat membayangkan saja. Bahwa sangat dekat denganmu, ada taman yang penuh dengan bunga-bunga yang indah. Ya, di dalam hatimu. Di sana terdapat sebuah taman yang sedang bermekaran bunga-bunga senyuman.

Bayangkan… bayangkanlah bahwa taman tersebut sedang berhiaskan warna-warni sungguh indah.

Rasakan… rasakanlah aroma semerbak yang menerpa indera penciumanmu. Sungguh! Kesegaran alami yang hadir menerpa, dapat engkau rasakan? Bukalah matamu lebih lebar, mata hatimu. Karena, kalau tamanmu berada di dalam hati, maka engkau hanya dapat membuka mata hatimu untuk dapat melihatnya.

Sedangkan dua bola matamu yang berkedipan, dapat engkau buka dengan baik. Lalu, menghadaplah ke arah taman di samping tempat tinggalmu. Hai! Memandang ke taman tetangga juga boleh.  Hanya untuk melihat saja, sejenak. Agar kita dapat sama-sama menyaksikan sebuah taman yang sedang berbunga-bunga,  saat ini.

Setelah itu, yuuks kita belajar memaknai sebuah taman yang sedang kita pandangi saat ini, bersama-sama. Ada bunga apa saja, yang berada dalam pandangmu saat ini, teman? Bunga mawar berwarna orange-kah? Bunga mawar berwarna putih, merah, atau pingky? Ataukah ada melati di sekitarnya? Bagaimana dengan bunga yang kelopaknya sungguh lebar? Dapatkah engkau menemukan salah satunya? Seperti bunga Rafflesia, mungkin? Ai! Ini bunga yang langka.

Nah! Bagaimana dengan kuntum-kuntum yang kelopaknya sangat kerdil dan keciiil? Edelweis, namanya. Adakah bunga tersebut engkau saksikan pula saat ini, teman? Edelweis yang tumbuhnya tidak pada sembarang tempat, ia terlindung sungguh terjaga. Ia tiada di mana saja. Kecuali kalau engkau membawanya sehabis perjalanan menembus alam yang penuh dengan tantangan. Di puncak-puncak gunung tertinggi, Edelweis berasal.

Ai! Sudah jauh ke puncak gunung, pikirku berkelana. Padahal, semulanya kita berada di taman yang penuh dengan bunga-bunga beraneka warna. Mari, kita kembali ke rumah. Ya, kembali kita untuk memperhatikan kuntum-kuntum bunga di taman samping rumah. Kembali kita memperhatikan kembang yang sedang bermekaran, di taman tetangga. Kembali kita memupuk kembang senyuman yang berasal dari taman hati.

Kita perhatikan dengan seksama, kuntum-kuntumnya yang indah. Ia hidup bersama segar aroma wanginya yang mendamaikan. Kita mendekatinya lebih dekat. Dan salah satu dari kembang tersebut, kita sentuh dengan penuh kehati-hatian.

“Lihatlah teman, Teh Feni sedang mempraktikkan hal yang serupa. Beliau sempat mengabadikan lembaran jemari yang sedang mendekat dengan kuntum kembang yang sedang mekar. Dua lembar potret sebagai kenangan berasal dari beliau. Saya yang minta. Hahaaa… 😀  Dengan kebaikan, beliau memblutut ke hapeku, beberapa waktu yang lalu. Xixixiii. Terima kasih ya, Teh Feni.”

Kuntum kembang berwarna orange tersebut, pernah pula saya saksikan beberapa waktu yang lalu. Entah di mana, dan kapan tepatnya, saya tidak dapat mengingat lagi. Namun, pada waktu yang sama, terbersit pinta pada relung jiwa. Ia ingin mengabadikan kuntum tersebut. Ia ingin memperhatikan kembali kelopaknya yang sedang bermekaran. Ia ingin membawanya pulang. Namun, semua baru harapan, ketika itu.

Waktu terus berlalu. Hingga akhirnya, kembang yang pernah ia perhatikan dengan tatapan mata dalam nyata, kini tiada.

Beberapa hari kemudian, berkesempatan pada suatu siang, Teh Feni memperlihatkan kuntum-kuntum kembang yang sedang bermekaran di sebuah pot. Pot tersebut berada di lantai dua teras rumah beliau.

“Yani sukaaaaaaaa…….. Teh Feni cantik, dech,” senyumanpun mengembang dari wajahku.

Wajah yang segera berbunga-bunga. Ia teringat kuntum kembang senada, yang pernah ia perhatikan pula. Namun, ia tak berkesempatan mengabadikannya. Padahal, sangat ingin ia membersamainya lebih lama. Apa daya, belum berjodoh kiranya dengan sang bunga.

Untuk selanjutnya, kembang-kembang berwarna orange, telah menempuh masa pengeditan. Ada lembaran lain yang ia singgahi. Ada halaman berikutnya yang ia hampiri. Ada taman berikutnya yang ia tumbuhi. Di sini, di taman hati seorang sahabat. Lembaran maya, tempatnya berada kini. Untuk bertumbuh pula, menampakkan kelopaknya yang mempesona. Kelopak berwarna orange yang  cantiiikkk dan aku sangat suka.

Teman, dalam kehidupan ini, terkadang kita tidak dapat memperoleh apa yang kita inginkan, secara langsung. Ya, pada saat kita menginginkannya, kita belum tentu membersamainya. Seperti halnya kisah yang saya alami pada waktu yang sebelum ini. Ketika saya pernah menyaksikan sekuntum kembang mawar berwarna orange, entah di mana. Namun pada saat yang sama, ada keinginan untuk memperhatikannya lebih lama. Dan beberapa lama kemudian, ia telah membersamai. Maka, mengabadikannya dengan bersyukur adalah pilihan. Saya bersyukur atas kembang berwarna orange yang Teh Feni perlihatkan, lalu beliau rela mentransfernya.

Teman, saat kita berjumpa dengan apa yang selama ini kita inginkan. Lalu, dapatkah dan maukah kita memanfaatkan kesempatan? Ketika banyak orang bilang, bahwa kesempatan tersebut tidak datang untuk kedua kalinya, benarkah? Saya masih belajar untuk memaknai kalimat yang serupa. Serupa namun tak sama. Ya, tergantung pada bagaimana cara kita dalam memaknai kesempatan, kali yaa. Apakah kita beranggapan bahwa kesempatan yang datang saat ini, merupakan kesempatan satu-satunya?

Teman, saya sangat yakin, bahwa peran Allah sangat besar terhadap kehidupan kita. Termasuk apa yang sedang kita jalani hingga saat ini. Semuanya telah Allah atur dengan sangat rinci. Tentang beraneka keadaan yang kita jalani, mungkin saja kita belum menyadari. Ataukah kita terlampau memahami. Sehingga kita terkadang belum mampu mengendalikan hari. Kita seakan terbuai oleh apa yang berada pada genggaman orang lain. Namun, bagaimana kepedulian kita pada apa yang sedang berada dalam genggaman Allah?

Semenjak dahulu, kita belajar. Semula hadir di dunia, kita belajar hal-hal yang baru. Hingga saat ini pun begitu. Banyak pengalaman yang kita alami. Banyak jenis karakter insan yang kita temui. Kita tidak hanya bersama dengan Ayah dan Bunda yang memberikan kita pelajaran lebih awal. Hingga detik ini, entah sudah berapa orang yang kita temui. Semua menitipkan kita bahan pelajaran, tentang kehidupan. Karena banyaknya, terkadang kita jarang mengingat. Kita yang tersibukkan dengan harapan dan keinginan yang terus kita bangun. Kita mungkin saja tidak menyadari, sudah sejauh apa kita melangkah hingga detik ini.  Untuk keperluan apakah?

Padahal, semua kita sama-sama membawa sebuah taman yang sedang berada dalam genggaman-Nya. Taman yang perlu terus kita jaga, karena ia adalah titipan dari pemiliknya. Taman yang penuh dengan bunga-bunga beraneka warna. Salah satunya adalah bunga senyuman.

Boleh kita memberikan sekuntum bunga pada teman, bunga senyuman yang kita petik dari taman hati. Lalu, kelopaknya pun menebar meluruh dengan taburan semerbak yang menyegarkan. Percayalah, senyuman itu  mampu menyegarkan keadaan. Dalam terik panas sekalipun, ia menitipkan kesejukan. Ketika hujan membasahi alam, ia selipkan kehangatan.

Teman, terkadang, sangat banyak aktivitas yang kita jalankan. Sehingga membuat kita sangat tidak mudah untuk mengukir senyuman. Beratnya beban pikiran yang bernaung dalam ingatan, dapat pula membuat senyuman terlihat mahal.  Padahal, sekuntum senyuman yang kita petik dari taman hati, sungguh sangat berharga. Ia berharga, kalau kita memetiknya dengan sungguh-sungguh. Nilainya berharga, saat kita memberikan senyuman pada siapa saja yang membutuhkan. Termasuk beliau yang inginkan senyuman menghiasi hari-harinya. Niscaya ia akan memberikan penghargaan atas senyuman yang kita  berikan.

Teman, boleh saja, kita belum lagi mau tersenyum.  Namun, untuk keperluan apakah kita dititipi taman hati yang perlu kita jaga? Boleh saja kita menerima senyuman dari beliau-beliau yang kita temui. Karena beliau  memberikan senyuman kepada kita. Lalu, kita tempatkan pada bagian manakah senyuman tersebut?

Teman, saat pemberi senyuman memetik kuntum senyuman dari taman hatinya, pasti ada tempat terbaik yang senyuman cari. Senyuman yang muncul ke hadapan kita, tidak serta merta kita lihat sekilas saja, lalu kita tidak tahu lagi ia berada di mana? Hai, bagaimana kondisi taman hati kita pada waktu yang sama? Ketika kuntum senyuman dari orang lain menyapanya, namun kita belum memberikan perhatian padanya.

Teman, ketika kita perlu berusaha keras untuk mendaki puncak tertinggi hanya untuk merasakan kelegaan. Lega karena kita dapat bertemu dengan Edelweis. Namun tidak begitu dengan kuntum senyuman. Ia dapat kita peroleh kapan saja. Kita pun dapat memberikannya kapan saja. Tidak memerlukan usaha yang optimal, hingga menetes keringat membasahi raga. Tidak! Tidak sesulit dan serumit itu, kiranya. Hanya membutuhkan taman hati yang terjaga, maka kita dapat memberikan kuntum senyuman pada sesiapa saja yang kita jumpa. Yah.

Semoga, banyak hikmah yang dapat kita peroleh dari waktu ke waktu. Atas berbagai suasana dan keadaan yang bahkan tidak kita pinta. Semoga kita lebih mudah untuk memaknainya. Karena, kehidupan yang sedang kita jalani adalah kumpulan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang dapat kita pahami, kalau kita mau memahaminya. Bahan pelajaran yang dapat menyampaikan kita pada harapan. Untuk menjadi seorang yang bermanfaat, lebih baik dari waktu ke waktu. Karena kita meyakini, ada sebuah taman yang perlu terus kita jaga. Taman yang berada dalam genggaman-Nya. Hati, taman Ilahi.

“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.” (Q.S Al Israa’: [17]: 25

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on May 4, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , ,

Menjadi Bunga di Taman Hati

Bunga tersenyum menyemarakkan hari

Bunga tersenyum menyemarakkan hari

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on April 24, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , ,

Suamiku, ADA YANG SEDANG MEMPERHATIKAN KITA

Barakallahu laka wa baraka 'alaik, wa jama'a bainakuma fi khair

Barakallahu laka wa baraka 'alaik, wa jama'a bainakuma fi khair

Suamiku…

Baru beberapa menit yang lalu, kita sah menjadi pasangan suami istri. Lancarnya akad yang engkau ucapkan, semoga menjadi jalan lancar pula langkah-langkah kita yang selanjutnya. Mudahnya engkau mengalirkan suara saat melantunkan janji suci di hadapan para saksi dan wali, semoga mempermudah jalan bagi kita dalam melanjutkan perjuangan bersama. Cerahnya wajahmu saat itu, memang aku tidak melihat langsung. Tersenyumkah engkau, atau bagaimana? Hai, bagaimana dengan debaran jantungmu saat itu. Teratur bertabur kedamaian, kan? Ai! Aku tahu siapa engkau. Keyakinanmu sudah mantab! Yes!

Suamiku…

Bahagianya terasa, engkau begitu berani. Untuk mengikat janji dengan Ilahi. Janji yang engkau rangkai dari dalam hati. Hati yang engkau yakin berada dalam genggaman-Nya. Hati yang berbolak-balik sesuai dengan ketetapan-Nya. Hatimu yang berjanji, atas kehendak Ilahi.

Suamiku…

Atas izin dari-Nya, engkau menjemputku. Engkau membuka pintu hatimu untuk aku masuki. Engkau menjadi jalan baginya untuk bernaung, merasakan kasih sayang-Nya melaluimu. Engkau jalan yang akan membawaku menuju bahagia yang berikutnya. Engkau baik, engkau berbudi, terima kasih atas segala tekadmu.

Suamiku…

Belum lama kita berkenalan. Bahkan tidak sebanding dengan pengetahuanku tentang kehidupan. Perkenalan yang langsung mengikat kita dalam jalinan pernikahan. Betapa indahnya bersamamu. Ada harapan yang terpancang di relung jiwa, ketika engkau menyampaikan semua. Dari beliau yang selama ini menjagaku, kini padamu. Aku titipan dari-Nya. Tolong aku dalam melanjutkan bakti, hingga nanti Allah… Pemilik diri ini seutuhnya, menjemputnya lagi. Untuk bernaung dalam tatap-Nya. Hari itu, akan kita jelang. Engkau dan aku akan kembali pada-Nya. Entah kapan.

Suamiku…

Kesempatan yang engkau manfaatkan dengan sebaik-baiknya, menggerakkan seluruh alam. Saat engkau memangku tanganku dan ia meraih pergelanganmu. Tegap langkahmu. Penuh dengan keteguhan. Engkau adalah imamku, semenjak saat ini. Di sisimu, aku melangkah. Tepat di samping rusukmu. Wahai, ke mana engkau akan mengajakku?

Suamiku…

Ketika engkau berpaling sejenak ke arahku, lalu menyaksikan bagaimana ekspresi yang aku bawa, maka engkau dapat menangkap banyak pesan dari sana. Ada rona yang berbeda dari biasanya. Meski aku tidak menyangka, aku tidak menyadarinya. Aku begitu bahagia berada di sampingmu. Engkau yang akan membimbing aku lagi, saat melanjutkan langkah-langkah kita. Aku memang tidak sekuatmu, aku memang tidak setegapmu. Semoga engkau memahami.

Suamiku…

Ada seberkas sinar yang memancar dari wajahmu ketika itu. Aku melihatnya dari tatapan mata hatiku. Wahai, adakah hatimu merasakannya, bahwa Ada Yang sedang Menatapmu. Ada Yang sedang Memperhatikanmu, untuk selamanya. Bahkan, saat aku mengejapkan mataku sekejap dua kejap, Ada Yang dengan Kebaikannya, selalu Mencurahkan Tatapan-Nya untukmu. Saat aku terlelap, saat aku lelah dan belum lagi mampu melayanimu, Ada Yang Senantiasa Melayani kebutuhanmu. Adakah Engkau menyadari akan Kehadirannya Bersamamu, sayang…

Suamiku…

Engkau benar-benar berharga, bagiku. Apakah engkau menghargai dirimu sebagaimana aku menghargaimu? Bagaimana engkau bersikap terhadapku, adalah cerminan sikapmu pada dirimu. Engkau yang memang manusia biasa, tentu tidak terlepas dari khilaf dan luka. Namun, saat keadaan tersebut engkau alami, semoga terbersit suara dari relung jiwamu yang mulia. Engkau hadapi semua dengan pikiran terbuka. Tidak ada yang sempurna segalanya. Kita hanya hamba. Hamba yang mempunyai tempat untuk Meminta, Mengadu dan Memohon Perlindungan, kapan saja. Dalam berbagai waktu yang kita jalani, IA Senantiasa Ada. Istighfarlah, sayaaang… Mungkin kita belum menyadari saja. Bahwa ada pesan yang sedang terselip bersama beraneka jenis keadaan yang kita temui.

Suamiku…

Dalam waktu-waktu yang berikutnya, kita tidak dapat menerka apalagi menduga, tentang langkah perjuangan. Kita yang sedang melangkah, perlu senantiasa dalam keadaan sadar. Ya, sadar bahwa kita sedang melangkah. Kita sedang melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang akhirnya sampai pada tujuan. Kita kini beriringan. Bahagia rasanya, saat berada di sampingmu.

Suamiku…

Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir perjalanan yang kita tempuhi hingga detik ini. Akhir perjalanan yang sangat menentukan, siapakah kita yang sesungguhnya. Wahai, peluklah aku selalu dalam dekapan doa-doa terbaikmu, saat kita berjarak untuk sementara. Karena tidak selamanya kita bersama. Agar aku dapat merasakan kehadiranmu senantiasa, dalam jeda masa yang membatasi pertemuan kita. Ya, dengan cara yang sama, kita dapat mencipta perjumpaan, kapan saja.

Suamiku…

Kini, engkau berada tepat di sisiku. Dalam langkah-langkah tegapmu yang sedang mengayun, ada gemulai gerak kaki-kakiku yang berusaha menyertaimu. Engkau yang sedang menatap ke hadapan, mengalirkan senyuman pada wajahku. Teruskah perjuangan, sayang…. Ada aku di sampingmu.

Suamiku…

Dalam perjalanan yang sedang kita tempuhi, kita tidak berdua. Ada beliau-beliau yang lain, di sekitar kita. Banyak yang sedang memperhatikan kita. Termasuk beliau yang juga sedang melanjutkan perjalanan, seperti kita. Oleh karena itu, kita perlu lebih sering peduli pada keadaan. Baik kala suka, maupun ketika duka menyelingi di jalan kehidupan.

Suamiku…

Ada wajah-wajah yang tersenyum, kita tinggalkan. Ada wajah-wajah penuh senyuman yang akan kita temukan di hadapan. Banyak yang tersenyum di sekitaran. Bapak-bapak, Ibu-ibu, muda-mudi yang sedang meneruskan perjuangan, adik-adik kecil yang masih belajar berjalan, semua menikmati waktu yang sedang berjalan. Dapatkah kita memberikan perhatian terhadap keadaan yang demikian? Bertanya lagi kita bertanya dengan segenap pertanyaan. Bertanya lagi kita bertanya pada sesosok insan yang kini ada di hadapan. Bercermin kita pada lingkungan. Sudah seberapa pedulikah kita dengan keadaan sekitar?

Suamiku…

Telah beberapa lama kita berjalan. Kita sedang menuju pada tujuan. Tujuan yang telah kita tetapkan. Ketetapan yang kita ikuti, karena kita ingin kembali menyaksikan jejak-jejak perjalanan yang tertinggalkan. Kapan, yaa? Terakhir kali kita merangkai senyuman pada wajah-wajah yang sedang menemani.

Suamiku…

Lihatlah ke sekeliling kita. Ada yang sedang memperhatikan kita. Seorang perempuan dalam perjalanan. Ia memberikan beberapa waktunya untuk mengabadikan langkah-langkah kita. Ia juga mendamba pertemuan. Mari kita berdoa untuknya, agar segera menemukan sang imam.

Suamiku…

Lihatlah ke sekeliling kita. Ada yang sedang menatap kita. Seorang laki-laki yang tersenyum. Ia juga belum bertemu pasangan. Hatinya juga mengharapkan perjumpaan dengan sekepinghatinya yang sedang berjauhan. Mari kita berdoa agar mereka dapat berdekatan.

Suamiku…

Mari kita mendoa untuk mereka yang masih belum menemukan pendamping untuk menjadi teman dalam perjalanan. Ketika mereka masih berjauhan, semoga berdekatan. Saat telah berdekatan, semoga bersegera melantunkan janji dalam ikatan pernikahan. Untuk yang sudah berjanji setia seperti kita, semoga berkekalan hingga ke akhir perjalanan. Bersama selamanya, melangkah untuk melanjutkan perjuangan. Karena bersama kita bisa! “Iya, kannn… suamiku,  😀 .”

Suamiku…

Seperti halnya perempuan yang sedang berjalan tersebut, dulu aku juga mendambakan pertemuan. Bertemu dengan pasangan hati yang selama ini berjarak. Berjumpa dengan beliau yang penuh dengan kasih sayang. Bersama dengan beliau yang akhirnya menjadi mahram. Laki-laki sejati yang gemar berbagi, rela memberi. Berjumpa untuk membangun cita dan harapan bersama. Bergenggaman erat, saling menguatkan. Untuk menjadi teman dalam perjalanan. Yang, menerangi siangku sebagaimana mentari menyinari alam. Untuk menjadi pelita dalam gelapnya malam. Ia menjelma rembulan yang tidak akan tenggelam. Malam demi malam, bersamanya. Siang ke siang berikutnya, ada dia. Itulah engkau yang saat ini ada di sampingku. Engkaulah yang selama ini aku idamkan.

Suamiku…

Dulu, sudah sejak lama aku mengingat tentangmu. Tentang figur yang ada dalam pikiran. Sosok yang hadir dalam ingatan. Sosok yang sekepinghatiku ini dititipkan. Engkau muslim yang taat. So pasti gaantenk, penyabar, kaya, ramah. Inilah beberapa buah kata yang tertulis di dalam diariku, tentangmu, wahai yang penyayang. Engkau yang berlimpah cinta dengan ketulusan. Panutanmu adalah Rasul junjungan, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Engkau yang menjadikan beliau sebagai teladan, idola sepanjang zaman. Sungguh, bahagiaku tiada terungkapkan lagi dengan kata-kata yang mewujud tulisan. Aku ingin bersamamu selalu, sampai akhir napasku. Inginku menjadi teman terbaikmu dalam berbagai keadaan. Harapku menjadi pendamping yang engkau idamkan pula. Dan kini, harapan bukan lagi harapan. Ia telah menjadi kenyataan. Buktinya, kita sedang berangkulan, pergelangan. Engkaulah teman baikku yang berikutnya. Teman yang menjadi sahabat hati, selamanya.

Suamiku…

Aku menyadari, sebelum bersama denganmu saat ini, memang ada yang sempat mampir di dalam hatiku. Ada yang hadir dalam ingatanku. Ada yang mencuri perhatianku. Ada yang menitipkan sebagian hatinya padaku. Ada yang membawanya beberapa bagian. Ada yang menitipkan bahagia dan beraneka rasa lainnya, di sini, sekepinghatiku. Namun demikian, kehadiranmu melengkapi segalanya. Engkau menjadi jalan yang mampu meluruhkan tetesan rasa yang selama ini ada. Engkau titipkan pula hatimu yang sebagian, di atasnya. Engkau ingin menjadi bagian dalam kehidupanku yang selanjutnya. Karena engkau tahu siapa aku. Walaupun aku belum mengetahui seluruhnya tentangmu. Karena keterbatasanku akan hal itu. Maka aku mengizinkanmu untuk menasihatiku atas apa yang luput dariku. Aku mengharapkan uluran tanganmu yang kekar, untuk meraihku lagi, saat ia terlepas beberapa detik dari genggamanmu.

Suamiku…

Dalam suasana begini, akhirnya aku menyadari bahwa engkau benar-benar ada. Engkau yang selama ini hadir dalam ingatan saja, sudah berjalan di sampingku. Engkau yang sama-sama mempunyai cita, sepertiku. Engkau yang sempatkan waktumu untuk memberikan perhatian terbaik padaku, tolong ingatkan aku akan hal ini, saat ia terlewat. Karena engkau adalah alarm dalam kehidupanku. Ya, engkau dentingkan detak jantungku ketika aku mengingatmu. Engkau menjadi jalan ingatkan aku pada Allah, setiap kali aku mengingatmu. Sayaaang…. tolong terjagakan aku lebih sering, karena begitu giatnya engkau menjaga dirimu, dengan cinta tertinggimu. Aku ingin bersamamu slalu, seperti saat ini.

Suamiku…

Ketenteramanku rasakan,

Kelengkapanku miliki,

Kebahagiaanku ukir,

Dengan hadirnya engkau, adakah engkau juga?

Terasa kesejukan kalbuku,

Terbuai oleh rayuanmu,

Mensahuti panggilanmu, damaikan jiwaku,

Memperhatikan langkah-langkahmu, gerakkanku untuk mengikutimu,

Mendengarkan alunan nada suaramu, menyimakku lebih konsentrasi,

Membaca bait-bait kata yang engkau ucapkan, kembalikan kesadaranku,

Walau sederhana, tapi di balik semua itu terkandung sejuta rasa,

Bagiku, engkau permata hati, berkelipan berkedipan,

Pancaran kasih, pesonamu menawan,

Kewibawaan yang melekat padamu, menelusuri setiap napasku,

Melangkahlah lagi, untuk maju,

Teruskanlah lagi, hingga tujuan,

Aku ada bersamamu, tepat di sisimu,

Permata hatiku, tersenyumlah lebih indah, bersamaku di sampingmu…

Sayangku, ah! Sudah pantas engkau ku sebut sayang,

Kasihku, yes! Sudah tepat untuk memanggilmu kekasih,

My darling, ai! Kalau bahasa yang seperti ini bagaimana?

Atau, bagaimana kalau ku panggil namamu saja, hehee…!  😉

Suamiku…

Kurang sempurna rasanya, kalimat yang ku susun, tanpa kalimat-kalimat darimu. Belum yakinku kelengkapan suara yang mengalir, tanpa suara jiwa yang engkau nadakan. Kurang berbobot jadinya, setiap untai kata yang tercipta untuk melukiskan setiap suara hati yang sampaikan rasanya, tanpa peranmu. Tak mampu bibir berucap karena banyaknya kata-kata yang ia hadirkan. Belum lagi mampuku menyelaraskan irama, ‘tuk mencurahkan nada-nada bahagia. Hanya mata yang bicara, ‘tuk melukiskan segenap suara yang ada. Mencurahkan gejolak dari dalam dada. Menumpahkan getaran kalbu.

Suamiku…

Banyak kata yang akan terungkap, beribu kata yang mengalir segera,

Bertumpuk gundah yang melimpah, ia tersimpan di lubuk hati yang penuh dengan air, membasahi relungnya,

Masih ada cinta yang berwujud,

Beraneka kata mengungkap kasih, memampangkan bahagia,

Rindupun terlihat dari setiap barisan kalimat yang tercipta,

Semuanya membekas lewat detik detak yang tersuarakan,

Setiap kata yang terucap,

Banyak senyuman yang memekar,

Lirikan mata yang seakan menyapa, untuk sampaikan segenap rasa, ia ada.

Tapi, siapa yang menyadari, semua tak tahu; hanya ALLAH Yang Maha Tahu, segalanya.

Suamiku…

Dulu, pada masa laluku, ada bait-bait kalimat yang ku cipta dalam memaknai cinta. Sebelum aku berjumpa denganmu. Pada saat aku masih berada dalam ingatan atasmu. Ketika dalam relung hatiku terbersit suara untuk kuhadirkan. Agar engkau tahu, bahwa aku merindumu sejak lama. Bahkan sebelum aku mengenal cinta pada laki-laki, dan laki-laki itu adalah engkau, sayang….

Suamiku…

Saat ini, aku mau kabarkan engkau tentang sebuah berita. Ya, berita yang kucipta sebelum engkau ada di sisiku, seperti saat ini. Berita tentang banyak hal yang pernah aku jalani sebelumnya. Berita yang menurutku, perlu engkau tahu. Berita yang membuatku bertanya atas kehadirannya. Tanya yang membuatku ingin engkau jawab. Karena aku tahu, engkau mempunyai pemahaman tentang hal ini. Berita yang akhir-akhir ini memberikan perhatian penuh padaku. Berita dari masa depan yang aku bahkan belum bertemu dengannya. Berita ini tentang hari esok,.. hari esok yang akan kita jalani. Siapakah diantara kita yang terlebih dahulu akan menjalaninya?  Berita tentang kematian.

Suamiku…

Kalau pun engkau telah mengetahui tentang berita ini semenjak dahulu, tolong beri aku beberapa jenak waktumu. Ya, waktu yang engkau sisihkan untuk mengembalikan ingatanku padanya. Pada berita yang aku juga pernah mengetahuinya, walaupun hanya dalam ingatan. Semoga, dalam banyak waktu yang akan kita jalani berikutnya, ingatan pada berita tersebut lebih sering adanya. Agar kita dapat mempersiapkan segalanya, sebelum ia benar-benar menemui kita.

Suamiku…

Inilah salah satu catatan tentang masa depanku, saat telah bersamamu.

***

Suamiku…

Hari ini, aku sedang dan masih mengimpimu. Itu bukanlah engkau, suamiku. Picture di atas adalah sepasang pengantin yang ku temui ketika sedang melanjutkan langkah-langkah kaki ini pada suatu hari. Hari itu ada waktu luang dari aktivitas biasanya.  So, ku sempatkan waktu untuk berkeliling ke tempat-tempat yang belum pernah ku kunjungi. Yah, lokasi tersebut ada di sisi bagian kanan Musium Geologi Bandung. Tepatnya di sebelah kananku berada saat itu, ada sebuah masjid. Nah! Kedua pengantin berasal dari Masjid tersebut. Keduanya telah melangsungkan akad nikah.

Hari itu, tanggal delapan April tahun dua ribu dua belas. Pada tanggal tersebut, berarti sudah hampir enam tahun ku di kota ini. Namun, saat itulah hari pertamaku berkunjung ke sana. Betapa mengharukan, yaaaa….

🙂 🙂 🙂

 
3 Comments

Posted by on April 10, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , , , ,

A GOOD RELATIONSHIP MAKE US GROWN UP

Mentari dari balik gerbang

( ~~ :) ~~)

Orang yang profesional merupakan orang-orang yang berpendidikan, penuh kejujuran, berjiwa sosial yang tinggi, berkelimpahan dalam hal materi, berkelimpahan jiwa, senang berbagi dan mereka bertanggungjawab dengan banyak aktivitas yang sedang mereka laksanai. Senantiasa melakukan yang terbaik yang mereka mampu. Kalau pun melebihi dari kemampuan yang mereka miliki sekalipun, mereka terus mengusahai. Begitulah profesional yang semestinya.

Ia yang melaksanakan apapun yang perlu untuk ia kerjakan. Bukan karena ia membutuhkan, namun karena ia menyadari bahwa ada kebutuhan yang terpenuhi dengan apa yang ia baktikan. Tidak perlu mencari-cari alasan untuk tidak melakukan pekerjaan. Namun, ia senantiasa mencari alasan mengapa ia melakukan.

Orang yang profesional senantiasa menaburi hati, pikiran dan kehidupannya dengan pendidikan. Pendidikan yang baginya, sangat berarti. Pendidikan yang ia hargai sebagai salah satu sarana untuk memperoleh bahan pelajaran. Sehingga, berbagai kesempatan yang memungkinkan ia untuk menempuh pendidikan, ia peluk dengan segera. Ia meneruskan langkah-langkah bersama jalur yang menjadikannya dapat memperoleh pendidikan. Dari manapun, bersama siapapun, ia belajar. Karena baginya, selama masih berada di alam yang membentang dengan indah, merupakan sarana terbaik untuk belajar. Ia adalah pembelajar yang senantiasa mau berbenah. Berguru pada siapa saja, karena gurunya ada di mana-mana.

Profesional dalam memberikan bukti atas tanggungjawab yang ia emban. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang dirinya sampaikan kepada kehidupan. Ia terus berjuang dengan usaha terbaiknya. Walaupun terkadang, ia temui hal-hal baru yang memintanya untuk belajar lebih rajin lagi. Karena ia ada untuk melakukan yang terbaik, bahkan melebihi kemampuannya. Ketika niat telah tercipta, ia perlu mendapat perhatian. Karena niat adalah tongkat yang kembali mau menopang tubuhnya ketika lemah dan lunglai saat melangkah, ia alami. Tertatih berjalan, melangkah kembali. Ia teruskan berusaha, berjuang dan bergerak karena ia mampu.

( ~~~  :)  ~~~)

Ia mempercayai bahwa wajah bukanlah segala-galanya. Namun, wajah adalah cerminan dari hati yang terdalam. Baginya, mempercayai oranglain adalah penting. Apalagi untuk mempercayai bahwa seorang yang baik hati itu ada. Ya, sungguh tinggi kepercayaannya akan hal ini.

Banyak jenis kepribadian yang ia temui di sepanjang perjalanannya. Banyak jenis karakter yang ia jumpai. Ada yang berwajah rupawan namun berkepribadian sederhana. Sungguh tulus baktinya. Meskipun tidak terlihat oleh mata dalam nyata, namun ia mengerti tentang apa yang ia hayati. Ia memahami mengapa semua terjadi. Karena ia meyakini, ada sekepinghati yang terus menjagai.

Pada kesempatan yang lain, ia berjumpa dengan orang yang cerdas namun sederhana dalam penampilan. Tidak ada yang berlebihan. Sehingga, tidak terlihat jelas, tentang siapa beliau yang sesungguhnya. Biasa. Namun, setelah diperhatikan dengan saksama, ada yang berbeda, ternyata. Ada aura dan kharisma yang ia tangkap dari tampilan yang sederhana. Berkepribadian, mempunyai kebijaksanaan. Dan dari sanalah ia menyadari sebuah kalimat yang sebelum ini pernah ia baca. Tidaklah layak memberikan penilaian kepada seseorang dari tampilan saja. Sebelum kita menyelami ke ruang-ruang eksistensi, belumlah pantas kita menilai seseorang dengan segera. Ia kembali belajar untuk mengenali kehidupan di sekitarnya. Ia menjadi peduli akan hal ini. Ia sedang mengajak diri untuk bersosialisasi.

Dari waktu ke waktu, ia bertemu dengan teman-teman. Ada yang baik, dihormati, penuh dengan percaya diri dan gemar berbagi. Ia mengerti kini, teman-temannya adalah cerminan siapa ia yang sesungguhnya. Dari sini, ia kembali berbenah diri. Ia perlu bersama dengan beliau-beliau yang baik. Ia ingin menghormati sesiapa yang ia temui. Karena besarnya perhatian pada masa depan. Ia kini sedang melangkah lagi.

Satu persimpangan ia temui. Ia melangkah lagi. Ada jalan lurus membentang di hadapan. Di sekitarnya banyak teman yang sedang bercengkerama. Banyak jumlah teman-teman di sana. Ia ingin berkumpul dengan mereka semua. Maka ia mulai membuka diri. Ia memperkenalkan siapa ia. Ia mengenali teman-teman yang ia sapa. Ia menyelami kehidupan mereka hingga ke dasarnya. Waih! Kedalaman makna yang sedang ia bersamai, sungguh membuatnya kembali mensyukuri. Ia bersabar, ketika belum dapat mengunjungi teman-teman lagi, ketika pada suatu waktu mereka berjarak raga. Ia percaya akan perjalanan ini. Selagi ia mau  melangkah, maka mereka dapat bersua kembali.

Dari hari ke hari, ia berjanji dengan dirinya sendiri. Bahwa masa depan yang lebih indah akan ia bersamai. Selagi ia mau menjaga diri, menjaga niat agar tidak berubah. Ia mesti melangkah dengan sepenuh hati. Ia bersamai teman-teman yang ia kenali, dengan sebaik-baiknya. Karena ia yakin, teman-teman tersebut dapat menjadi jalan baginya untuk mengenali, siapakah ia yang sesungguhnya?

Berbeda mereka dalam banyak hal. Perbedaan yang membuat ia tidak selepas-lepasnya berinteraksi. Perbedaan yang memberinya ingatan akan inti berkomunikasi. Ia sangat peduli tentang hal ini. Temannya yang penuh dengan kebaikan, tentulah menginginkan kebaikan baginya pula. Karena ia sangat yakin, bahwa kebaikan akan berdekat-dekatan dengan kebaikan. Ia percaya sungguh percaya. Ia bahagia dapat mengenali mereka semua. Walaupun hanya sekejap mata, kebersamaan yang tercipta. Untuk selanjutnya, selamanya mereka bersapa dalam rangkaian doa yang mengulurkan suara.

Tanpa bicara, mereka sedang bercengkerama. Meski diujung tatap ada sebait suara, namun ia tidak mengalirkan seluruhnya. Ada batasan yang perlu ia pahami pula. Gerbang asa memang sedang berdiri dengan kokohnya. Ia mentari. Nun jauh di ujung sana, sedang bersinar dengan cemerlang. Temannya yang setia berbagi dari hari ke hari, ia bersamai.

Sungguh kenikmatan yang tiada terperi, ketika ia kembali mengingati, bagaimana bakti mentari setiap hati. Ia ingin menjadi pribadi bak mentari, rela menerangi tanpa mengurangi kemilau sinar yang ia punyai. Bahkan, tanpa dikenali sekalipun, ia terus tersenyum. Senyumannya menjadi bukti, bahwa ia ada hari ini.

Berkulit hitam, berkulit putih, berkulit sawo matang, berkulit sawo mentah (karena belum dimasak yaaa?) ia tidak pedulikan. Karena ia tidak memandang teman dari tampilannya saja. Baginya, teman yang baik hati dan berbudi, sopan serta penuh dengan pemahaman, itulah yang ia suka.

Teman yang berkepribadian bagus, seperti mentari yang bersinar dengan gemilang. Ia sedang menata hari-harinya dengan lebih baik. Bersama harapan yang terus bertumbuh dan berkembang, ia melanjutkan perjuangan. Tidak ada yang terjadi tanpa makna, kembali ia mengingatkan diri. Ketika pada suatu hari, keadaan membuatnya luluh sejenak.

Namun, beruntungnya ia mengenali teman-teman yang berbudi. Teman-teman yang memberinya pesan, untuk terus melangkah lagi. Teman-teman seperti itulah yang terus ia jagai, ada. Agar, ia kembali teringatkan akan niat awal mengapa ia ada di sini. Ia ada bukan untuk tak bermakna.  Ia ingin menjadi seorang yang bermanfaat. Ia ada karena berarti.

Temannya berpesan tentang banyak hal, padanya. Termasuk sebuah pesan penting tentang berpikir. Ya, karena pikiran adalah awal gerakan yang kita kerjakan. Saat kita berpikir dengan baik, maka kita akan mengerjakan yang baik-baik. Kalau kita berpikir bahwa kita bisa, maka kita bisa melakukan apa yang sedang kita laksana. Ia terus menata apa yang ia pikirkan. Sekelebat, ia berpikir tentang betapa indahnya masa yang akan datang. Ia membayangkan kebahagiaan menjadi teman terbaik. Namun, tidaklah semua tercipta dengan tiba-tiba.

“Mari kita berproses,….,” ajak temannya.

Mereka melangkah bersama, dengan sebaik-baik langkah. Karena mereka inginkan yang terbaik maka kebaikan demi kebaikan ia usaha untuk menemani. Ia pernah terjatuh, luka dan berdarah. Temannya menjadi jalan pengobat luka. Temannya merengkuh lagi jemari, agar tubuhnya kembali mau berdiri. Temannya mengelap darah yang menetes, dengan hati-hati. Temannya adalah teman yang baik. Ia sangat ingin membalas kebaikan yang teman lakukan padanya. Ia sungguh terharu mengingati semua. Ia pun berusaha untuk mewujudkan citanya. Ia ingin mensenyumi kehidupan dengan senyuman yang lebih indah.

Ia adalah perempuan, sedangkan teman-temannya ada yang perempuan dan tidak sedikit pula yang laki-laki. Pernah, pada suatu hari, teman laki-laki mengingatinya begini, “Perempuan adalah pendukung terbaik bagi laki-laki. Perempuan sangat berarti. Tanpa peran perempuan di sekitarnya, tidak ada laki-laki yag dapat memenangkan kehidupannya. Oleh karena itu, berbahagialah wahai perempuan, karena hadirmu sungguh bermakna.”

Lalu, pada kesempatan yang lain, temannya menitipkan pesan tentang kehidupan. Pesan yang ia ingat lebih lama, lalu ia menuliskannya. Pesan tersebut adalah tentang cara untuk menjadi orang yang berbahagia. Salah satu jalan untuk menjadi orang yang berbahagia adalah dengan berpikir yang positif. Ya, karena dengan berpikiran positif, kita dapat membayangkan keindahan yang tercipta bersama kebahagiaan. Meskipun dalam bayangan, namun bahagia itu ada. Bayangkanlah bahagia, maka engkau dapat berbahagia. Pikirkanlah tentang kebahagiaan, maka ia datang menjelang. Walaupun belum sekarang, ia ada. Yakinlah.

Pada waktu yang lainnya, teman berpesan tentang jalan untuk menempuh bahagia.

“Carilah teman sebanyak-banyaknya,” begini teman berpesan.

Namun, teman menambahkan dengan kalimat yang berikutnya.

“Carilah teman yang lebih banyak lagi, maka engkau dapat menjadi seorang yang berbahagia. Namun kebahagiaanmu akan menjadi sempurna dan lengkap, kalau engkau mempunyai teman yang sejati,” teman pun tersenyum sungguh cemerlang. Secerah mentari yang bersinar. Terangi pikir, sinari hari.

“Ai!  Terima kasih, yaa…,”  dari balik gerbang yang menjadi jarak, ia menatap mentari.

( ~~ :) ~~)

Bersama teman-teman, ia belajar dari alam. Karena yang ia tahu sebelumnya, belajar sebagai suatu proses yang sedang ia jalani sampai saat ini. Karena ia lebih sering menyadari bahwa ia “tidak tahu”. Lalu, ia pun mengusahakan untuk  “mencari tahu” atas segala ketidaktahuan tersebut. Hingga akhirnya ia pun tahu, bahwa hanya ada satu hal yang ia tahu, yaitu “Ia tidak tahu”.

Ia memilih untuk belajar dari alam. Karena alam miliki kekuatan untuk menyebarkan beragam pesan pada kita. Ia adalah jalan yang menyambungkan kita dengan tujuan. Ia berupa kehidupan yang sedang kita jalani. Ia adalah hasil ciptaan Allah subhanahu wa Ta’ala, Rabb kita. Alam, menjadi salah satu pengingat, hingga mengingatkan kita pada-Nya.

“Kami bahagia dapat bersama-sama denganmu dalam melanjutkan perjalanan ini,” pengakuannya pada alam. Ia tersenyum saat melangkah, ia menikmati setiap langkah yang menjejak. Ia menikmati setiap gerakan tangan yang mengayun.

“Saat inikah kesempatan terakhirku untuk berpijak di bumi yang indah ini?,” ia bertanya pada diri sendiri.

Berada di antara beraneka macam ragam dan corak alam-Nya, sungguh berkesan. Warna-warni dunia begitu berharga untuk kita tinggalkan tanpa memetik hikmah darinya.

“Wahai semesta alam, terima kasih yaa,” ungkapnya dengan sepenuh hati.

“Terima kasih, wahai alam yang baik. Salam selalu untukmu,” ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Menghirup segarnya udara hari ini.

Ia kembali ke sini, saat ini, dengan senyuman yang lebih indah. Untuk mengabadikan hasil pelajaran itu, teman.  Agar ia menjadi tahu tentang apa yang sebelumnya ia tak tahu.  Hohooo…

Pada malam, siang, pagi dan dini hari sekalipun, ia manfaatkan untuk belajar. Tentang malam, ia mengungkap pikir:

Malam, adalah bagian hari.
Malam, adalah perantara pagi dan penghujung hari ini.
Malam, adalah penghubung antara awal hari dan akhir siang.
Malam, adalah kesempatan untuk bermuhasabah, tafakur, lalu menunduk tafakur, bersyukur atas nikmat hari ini.
Malam, adalah pesona nan mengajarkan kita arti terangnya mentari pada siang hari.
Malam, meski kelam, namun ia menawarkan kedamaian.
Malam, adalah peluang untuk menorehkan sebait kalam, berupa coretan kehidupan.
Malam, adalah salah satu suasana alam.
Malam, engkaulah jalan kembalinya kami menitikkan mutiara-mutiara dalam pekatnya sunyi.
Malam, engkau mengingatkan kami pada siang hari, lewat terangnya cahaya rembulan.

Sedangkan tentang siang hari, ia ingin mencurahkan pula di sini, begini:

Siang hari adalah saat untuk berbagi. Siang hari kita kembali melangkahkan kaki-kaki ini. Untuk menyusuri alur kehidupan yang telah membentang di hadapan. Ia ada untuk kita lalui.  Siang hari itu adalah hari yang selalu ku nanti. Harap mentari bersinar cerah.

Ai! Mentari, engkau telah kembalikan senyuman kami. Tetaplah di sini. Untuk menerangi hati-hati kami yang perlu sinar terangmu. Siang hari, engkau ingatkan kami pada Ilahi Rabbi.

Ya, Allah, bimbing langkah kami dalam menyusuri jalan ini.
Jalan yang telah kami pilih untuk dapat menuju pada-Mu dengan gembira di hati.
Ya Allah, Engkaulah harapan kami.
Terima kasih ya Allah… untuk segala karunia ini.
Pada-Mu kami memuji, tiada henti.
Untuk sampaikan rasa syukur ini… 🙂

Bersama istiqamah, ia memohon kemudahan dari Allah subhanahu wa ta’ala, agar langkah-langkahnya menjadi semakin penuh makna dan bertabur arti. ^^

Ia berdoa, ia berusaha.

Begitu pula dengan sore hari. Meskipun singkat, namun berai kata ia rangkai bersamanya, karena:

Sore, saatnya kita tersenyum . . .
Sore, ternyata . . . ?
Hehehee …

Lalu, bagaimana pula dengan pagi hari? Inilah saat yang ia paling sukai:

Pagi hari, adalah saat-saat yang paling mendebarkan baginya.

Ia bertanya pada semua, “Adakah mentari bersinar hari ini?”

“Wahai teman, kami menantimu,” bisiknya dari balik tirai yang mulai membuka.

( ~~ :) ~~)

Buat sahabat, ia pun merangkai bait-bait kalimat. Agar menjadi salah satu pengingat baginya, tentang sahabat. Karena baginya, sahabat adalah cerminan siapa ia yang sesungguhnya. Bersahabat dengan siapa saja, ia senang. Sungguh! Peran sahabat sangat berarti bagi perkembangannya. Ia yakin dapat menemui para sahabat baik, sebagaimana yang pernah ia impikan. Ia berusaha untuk membersamai para sahabat yang ia kenal baik. Karena dengan keyakinan dan usaha yang sungguh-sungguh, ia yakin dapat menyelami kemajuan. Ia ingin menjadi lebih maju bersama para sahabatnya. Mereka ingin menjadi lebih baik bersama-sama. Untuk itulah, lembaran daun persahabatan berjatuhan setiap harinya. Seiring dengan perjalanan waktu, daun-daun tersebutpun mengering. Namun, tidak! dengan beraneka kesan dan pesan serta kenangan yang sahabat titipkan padanya. Semua muda, hijau dan segar dipandang.

Sahabat,

Sepatah kata yang engkau ucapkan, sebait kalimat yang engkau rangkai untukku, ku kenang selalu dalam perjalanan ini. Terima kasih, yaa… atas segalanya. Engkau benar dan betul-betul ku hargai.

Sahabat,

Engkau tersenyum, maka engkau makin cantiiik…

Engkau tersenyum, maka engkau “Ada” di hatiku…

Engkau tersenyum, maka engkau makin menarik…

Sahabat,

Tentang hari ini? Berapa kali kita mengingat-Nya?

Sahabat,

Engkau dan aku adalah satu kesatuan yang berjumpa atas izin dari-Nya…

Engkau dan aku adalah sama, ya, kita sama…

Engkau dan aku adalah sama-sama hamba ciptaan-Nya….

Ya, kita sama.

Hanya “Taqwa” pembeda kita.

:) :) :)

MY SURYA

Profesional person,who is ..educated,,,, honest,,,humen being…with more money…etc…they are who responsible with all activity around them.  And always do the best as they can, ( 🙂 )

Innocent face, innocent means.. he or she, believe all persons,,, good heart..handsome .. etc,  simple,, intelligent,,,may be beautiful,,, etc…wise person, respected.. good friend,, more confident to get really bright life in future,.  Not think about religion, who are good person…he is great, ( 🙂 )

Someone, who have black  skin or white skin.  Although skin colour also black,, but the heart pure is white… very clever worker and talent also… good personality, dilligent and kind, and would be better in life.  A family that rich or middle or poor… it’s ok, living in town.. working in city but in last period like village only.. there only good atmosphere and good persons.

Opinion,..

  • Everybody think that parent made us..
  • Oh, no…

View original post 242 more words

 
Leave a comment

Posted by on April 3, 2012 in Belajar dari Alam

 

Tags: , , , , ,