Ahaaa… 😀 aku punya kisah nyata. Baru beberapa hari yang lalu, tepatnya Selasa. Aku beli kopi aroma yang Robusta. Satu perempat kilogram banyaknya. Ah! Kalau saja ada Ibunda dan Ayahanda di dekatku, maka aku akan tawarkan beliau pertama kali. Agar beliau dapat pula mencicipi aromanya yang menggoda indera penciuman ini. Namun kini, semua hanya mimpi. Karena akupun belum sanggup menyeduhnya walaupun satu sendok teh sekalipun. Aku tidak biasa minum kopi.
Lalu, buat apa aku beli sebungkus kopi aroma ini?
—
Berbeda dengan hari yang telah berlalu itu. Hari ini aku pun beli camilan yang aku belum terbiasa dengannya. Sepotong jagung bakar rasa manis pedas. Lalu, dengan taburan keju di atasnya, rasa ini berubah menjadi gurih dan enak.
Satu potong jagung bakar dengan taburan keju parut ini, harganya Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) saja. Tadi aku belinya di dalam perjalanan menuju pula. Karena aku pengen saja.
Lalu, setelah ia ada di hadapanku, apakah yang aku lakukan padanya? Untuk beberapa lama memang aku memandangnya. Seraya ku perhatikan setiap kotak yang menempel satu sama lain. Warnanya yang kuning, kini terlihat tidak lagi sebagaimana ia mulanya. Karena pada beberapa bagian sudah berubah wujud menjadi bercak hitam yang memikat. Ia perlu segera ku santap. Kalau tidak, alangkah kasihannya ia yang sudah mendekat. Hap!
—
Selain kopi dan jagung bakar, akupun teringat sesuatu. Ya, suatu barang yang aku beli tanpa pernah ku bayangkan sebelumnya. Hingga akhirnya kini kami bersama. Benda apakah ia?
Sebuah jam tangan. Warnanya hitam keemasan. Dengan tali berbentuk rantai yang berwarna senada, kini sedang duduk manis di atas meja. Ya, aku memindahkannya baru saja, dari dalam tas. Karena semenjak kebersamaanku dengannya, belum pernah sekalipun aku memakainya. Lalu, untuk apakah ia bersamaku kalau tidak untuk ku pakai?
Entahlah...
—
“Nah! Setelah itu, apa lagi?,” engkau bertanya padaku.
“Sudah, cukup. Segitu dulu. Karena aku ingin meneruskan melahap jagung bakar yang ternyata rasanya lezzaaat. It’s yummy. Mmmm…. ^^
***
Terkadang memang aku begitu. Ga jelas. Seperti saat ini. Catatan ga jelas ini ku rangkai di sela-sela waktuku menjelang rehat. Karena aku perlu tahu beberapa hal yang telah aku lakukan dan aku ingin menayangkannya lagi dalam ruang ingatku kapan saja aku membutuhkannya. Oleh karena itu, salah satu alasanku datang ke sini saat ini adalah untuk menitipkan sekelumit suara yang semenjak tadi ku coba titipkan dengan baik di ruang ingatku. Tentang keadaan ataukah pengalaman namanya? Pengalaman yang ingin ku tidak terulang walau sekali lagi adanya. Karena aku tidak suka.
Dalam perjalanan. Aku bersua dengan seorang pemuda. Lumayan bersih wajahnya dan bening tatapan bola matanya. Aku tahu ini, karena aku berani-berani mencari dua bola matanya. Namun mata itu akhirnya berpaling. Ah, ga berani, yaa. 😀 Namun, bersih dan bening itu tidak membuatku segan padanya. Karena ia tidak sopan sebelumnya, padaku. Ya, sebelum aku mencari doa bola matanya untuk ku perhatikan dengan teliti. Ada apakah di sana? Apakah ia dapat melihat dengan jelas? Seperti ga punya mata hati aja, lirihku. Dan saat ku coba bertanya, sang pemuda malah memalingkan mata.
Ya, sebagaimana sebuah pameo mengatakan, “ANDA Sopan KAMIpun Segan.” Nah, ini kalimat menari-nari dalam ingatku semenjak berjumpa dengan sosok pemuda yang ternyata mempunyai anting di telinga kirinya. Ah, semoga beliau tidak baca catatanku ini. Karena aku sangat tidak ingin menatap mata itu lagi. Cukup. Termasuk wajah yang semoga senantiasa beliau basahi dengan air wudu; hingga ia terlihat berbinar.
Semoga beliau menjadi bagian dari kebaikan, untuk masa yang akan datang. Dan perjalanan yang beliau tempuh dalam rangka kebaikan juga. Aaamin. Karena aku yakin, ada sisi baik dari diri beliau yang aku belum tahu. Sehingga tadi, aku sempat berpikiran bahwa beliau tidak sopan.
“”Aaaaaaaaaaaaaaaaaalangkah ga jelasnya sikapku………………a….__””
😦 😦 😦