RSS

Kalau Bukan Hari Ini?

11 Sep

Menghitung hari. Ini yang aku lakukan akhir-akhir ini. Termasuk hari ini. Entah mengapa, rasanya pengen aja.

Hijau Alami

Hijau Alami

Hari ini adalah bagian dari hari-hari terpanjang dalam perjalanan kehidupanku. Hari ini yang menjadi bagian dari hari esokku. Hari ini yang merupakan lanjutan dari hari kemarinku. Dan seluruh hari yang aku jalani dalam kehidupan ini, berasal dari hari ini.

Walaupun telah lama berlalu, namun hari-hari laluku adalah hari ini pada saat itu. Sedangkan hari ini yang sedang aku jalani adalah hari kemarin bagi esokku. Lalu, tentang esok, akan menjadi hari ini pula, namun bukan sekarang.

Ada hari yang pergi, datang, kembali dan terus begitu. Pergantian hari yang mengingatkanku pada manfaat diri. Lalu, bertanyaku padanya, “Apakah manfaat yang ia berikan, pada hari ini?” Ya, dalam hari ini yang sedang aku jalani.

Ach, baru saja aku mengurai tentang diriku. Aku yang sedang menghitung  hari. Seraya menghitung manfaat diriku bersamanya. Lalu, bagaimanakah denganmu? Adakah engkau juga? Engkau yang menjadi bagian dari hari ini. Hari ini yang engkau pun ada di dalamnya.

Engkau yang mungkin saja asyik dengan aktivitas siangmu seperti hari-hari kemarin, ataukah telah berubah? Engkau yang kembali menggeluti aktivitas malammu, sama seperti hari-hari sebelumnya? Ataukah, engkau telah beralih kesibukan, tidak lagi sama dengan masa yang telah berlalu. Ya, kini engkau mempunyai kegiatan baru, kegiatan yang baru pertama kali engkau jalani.

Adakah yang berbeda hari ini?

“Hari ini adalah hari baru, dalam kehidupanku,” engkau berujar dengan dirimu sendiri. Engkau dengan dirimu yang setia menjadi sahabatmu dalam menjalani waktu.

Setiap kita, tentu ingin menjadi lebih baik dari hari kemarin. Dan kita pun berusaha dengan lebih baik, pada hari ini. Dengan demikian, kita dapat mencapai keinginan yang telah terpancang kuat di relung hati. Tentang keinginan untuk menjadi lebih baik.

Tidak seorangpun ingin berlama-lama dalam suasana yang sama. Ia ingin berubah. Termasuk engkau dan aku. Tentu saja kita ingin memberikan yang terbaik, bukan? Oleh  karena itu, berusaha dan terus bergerak untuk menaklukkan hari ini, pun kita lakoni. Ada aneka harapan yang mensenyumi kita ketika pagi mulai menjelang. Ada pesan yang kita terima, saat siang mulai meninggi seiring dengan berkuasanya si raja siang. Ada kesan yang kita peroleh dari sesiapa saja yang menjadi teman kita saat berinteraksi.

Dari semua itu, ada yang menitipkan bahagia, pun sebaliknya.

Dari banyak pesan yang kita terima, salah satu dari banyak pesan tersebut pun ingin kita selipkan pada penghujung hari ini. Ya, agar ia dapat memprasasti walaupun sebaris kalimat adanya. Pesan tentang ketulusan, pesan tentang kejujuran, keikhlasan, maupun kemewahan makna senyuman.

Ada yang penuh dengan ketulusan, memberikan bantuan tanpa kita minta terlebih dahulu. Ada pula yang dengan ikhlas memberi kita pertolongan setelah kita mengajukan pada beliau. Ada yang jujur ketika kita memohon penjelasan, walaupun terlihat berat adanya. Ada yang menebarkan senyuman penuh kemewahan, dan kita pun ingin menjadi bagian dari kemewahan tersebut. Ai! Ku rasakan semua. Semua ada pada hari ini. Hari ini yang sedang aku jalani, hari ini yang beberapa jam lagi akan segera berlalu. Hari ini ku, sungguh penuh dengan warna. Dan aku sangat terkesan dengan hari ini.

Sebelas September, adalah tanggal yang tercantum pada hari ini. Hari Selasa, lebih tepatnya.

Pagi-pagi sekali pada hari ini, aku sudah memulai aktivitas. Aku yang beberapa waktu terakhir sempat berselubung aura engga jelas. Ada yang berbeda aku rasakan, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Belakangan ini, aku mengalami. Namun hari ini, pada pagi harinya, aku kembali ingin menjadi sebagaimana diriku yang dulu. Aku yang merupakan diriku. Ia yang sempat hilang beberapa masa lamanya.

“Hah! Hilang kemana?,” terkagetmu menyampaikan ekspresi.

Bukan, bukan hilang ragaku. Aku masih di sini, masih diriku. Namun, aku merasa kehilangan sesuatu yang ku rasa sangat penting bagiku. Kehilangan … Ai! Betapa tidak indahnya kehilangan. Namun, dari kehilangan yang aku rasakan dan aku mengalaminya, maka aku belajar darinya. Aku belajar satu bahan yang belum pernah aku dapatkan di bangku pendidikan formal. Ya, aku belajar bagaimana menyikapinya. Karena, dengan cara demikian, dapat  ku memahami arti kehadirannya. Kehadiran kehilangan? Sungguh aku tidak ingin lagi mengalaminya.

Hari ini, semua kembali normal. Hari ini, aku merasakan hidup lagi. Setelah merasakan seakan-akan mati suri untuk beberapa hari yang lalu. Hilang arah dan tujuanku, aku seakan hampa tanpa cita. Aku mulai berpikir dan merenungkan. Dan puncaknya adalah pagi tadi. Ketika pagi mulai terang oleh cemerlangnya sinar mentari, aku kembali membuka mata hati. Dalam pikirku mengulangi tanya pada seluruh alam.

“Adakah engkau turut berdoa untukku? Doa terbaik yang akhirnya benar-benar sampai padaku. Hingga aku merasakan dampaknya, ada kedamaian yang segera berdatangan, membawa para personelnya untuk bersama-sama menyapaku? Betulkan?” sekali ku ajukan tanya padanya.

Lalu damai pun mensenyumiku seraya berkata, “Teruskanlah berjalan, melangkahlah lagi. Karena hingga pagi ini, engkau masih ada. Engkau masih hidup, dan terbukti dengan napas ringan yang mengalir keluar dan masuk tubuhmu. Sambutlah indahnya hari ini, bersama kebaikan yang siap untuk ia tebarkan padamu pula,” begini pesan alam yang penuh dengan kedamaian padaku.

Lalu, melangkahlah aku dengan dua kaki yang satu persatu bergerak maju. Mulai dari membuka pintu hati, kemudian membuka mata jiwa. Lalu, aku pun membuka daun pintu yang sesungguhnya. Dan akhirnya akupun lolos keluar dari naungan ruang yang menjadi sarana berlindungku untuk beberapa jam saja. Saat ku mulai melangkah, mentari memang sudah mulai meninggi. Namun, belum terasa terik panasnya. Walaupun sudah begitu benderang sinar yang ia pancarkan. Karena, karena apa? Karena memang suasana alam sungguh dinginnya. Brrrr…. dalam suasana yang sama, aku ingat kenangan pertama berada di kota ini. Tentang sambutannya saat kami mulai berkenalan, dulu. Kejadian yang sudah lama berlalu, lebih dari lima tahun yang lalu.

Ai!

Dan, keadaan yang berlangsung tadi pagi dengan suasana khasnya, tidak benar-benar aku rasai. Karena, aku sangat ingin melangkahkan kaki-kaki ini. Untuk menjemput cita, mengunjungi dan mendekatinya. Maka, satu persatu kaki-kaki ini mulai menjejak bumi. Dengan alat pelindung yang sudah tidak asing lagi baginya, ia menjadi lebih tenang saat menempuh jalan. Satu persatu persimpangan kami lewati. Setiap kali berjumpa dengan perempatan ataupun pertigaan, kami berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkah-langkah ini. Adapun tujuannya adalah agar kami dapat lebih matang memikirkan, sebelum menetapkan satu keputusan. Ya, sejenak memang kita perlu berdiri dalam melangkah. Agar, tidak mudah kita kembali sebelum benar-benar sampai pada tujuan. Supaya berteguh pula kaki-kaki tekad ini untuk mempertahankan diri. Ketika raga menginginkan untuk berbalik arah. Yah! Kembali lagi kepada niat awal melangkah. Karena siapa kita berangkat dari rumah?

Ada satu pesan Ibunda yang hari ini kembali terngiang di telingaku. Tentang menghadirkan Allah dalam perjalanan. Ketika kita benar-benar tidak lagi mempunyai siapapun, dan kita merasakan itu. Maka yakinlah dan yakinilah benar-benar bahwa kita masih mempunyai Allah Yang Maha Gagah. Wah! Sungguh! Aku merasakan berjalan bersama tatapan terindah yang senantiasa mengawasiku. Aku merasakan benar-benar, tiada pernah sendiri lagi. Setelah beberapa masa yang lalu, memang merasa, bahwa aku benar-benar sendiri.

Hiiiy…

Dapat engkau bayangkan teman, bagaimana perasaanku ketika hal demikian terjadi? Ketika sendiri dalam sunyi, tanpa sesiapa yang menemani. Sungguh! Inginku berlari, menjauhi sunyi yang menyiksa diri. Ingin, ingin sangat ku menuju keramaian, untuk bertemu dengan sesiapa saja yang ingin aku kunjungi. Aku benar-benar rasakan, apa itu sendiri. Aku tidak mengerti dengan apa yang aku alami. Sungguh, aku hanya ingin berlalu dari ruang sunyiku.

Dan hari ini, pagiku yang penuh kemewahan dengan sinar mewah mentari, telah berakhir. Kemudian, berganti dengan aura berbeda, sungguh tak sama. Walaupun sudah seringkali terjadi, namun malam pada hari ini sungguh tidak sama dengan malam-malam yang telah berlalu. Aku benar-benar merasakan hidup kembali. Hidup yang benar-benar hidup, sungguh aku ingin seperti ini lebih lama. Ketika ingatanku mulai menepi, menjelajahi beraneka ekspresi yang aku saksikan siang tadi. Sungguh, ada warna-warni yang aku alami bersamanya. Dan saat ini adalah kesempatan untuk merenungi tentang sikap diri.

Suatu kali, aku berjumpa dengan ekspresi yang menawan hati. Ada senyuman menghiasi wajah yang aku temui. Aku pun tersenyum, membalasi. Aku ingin meniru meneladani dengan sepenuh hati. Agar ada kebahagiaan lain yang menebar di permukaan bumi ini, setiapkali ada aku. Sungguh! Citaku kembali mengungkit-ungkit ruang imajinasi. Aku ingin tersenyum lebih indah pada hari ini. Hari ini yang beberapa saat lagi pastinya akan berlalu, hari ini yang akan ku jelang ;bernama esok hari; hingga hari ini-hari ini berikutnya. Sehingga, ketika aku bersua denganmu, masih ada bahagia yang ku jaga ada untuk kita bagi. Semoga engkaupun dalam suasana hati yang penuh kebahagiaan setiapkali berjumpa denganku. Ya, saat kita bersapa pada hari ini yang sedang kita jalani. Lalu, kita tersenyum bersama.

Berulangkali aku menekuri diri. Aku bertanya padanya, seringkali. Tersenyumku atas sikapnya yang seringkali membuatku tidak mengerti. Dan tidak jarang pula aku kembali menanyainya, setelah aku menyadari. Bahwa sikapnya sungguh-sungguh berbeda hari ini.

Ketika dengan mudahnya ia mengangguk setuju, seraya menjelaskan lebih rinci atas tanya yang sampai padanya. Pun, banyak hal yang mengajari kami untuk mau belajar lagi. Belajar tentang bagaimana semestinya kami menyampaikan ekspresi. Ketika kami benar-benar merasakan kebahagiaan, ketika kami sedang merenungi manfaat diri, apalagi ketika kami kembali menyelami hari ini. Untuk merasakan kesejukan di dalam samuderanya, setiapkali kami alami nuansa yang tidak perlu kami alami.

Bergulir masa dari menit ke jam, tiada terasa. Sungguh cepat sekali. Satu persatu angka-angka jam pun tinggal. Ketika jarum jam terus mengelilingi angka-angka yang sedang berkeliling. Akhirnya, sampailah kita pada saat ini, masih hari ini.

Aku telah kembali lagi mendekat pada pintu yang semenjak pagi turut mendoakan keselamatanku dalam menjalani hari. Ia mensenyumiku dengan indah, ketika pertama kali mata ini bertemu pandang dengannya. Ia masih menjalankan fungsinya seperti semula. Berdiri tegak dengan anggun, sungguh menarik hati. Aku tidak ingin menjadi sepertinya, yang berdiam lama tanpa bergerak sama sekali. Aku ingin terus bergerak, untuk menjadi bagian dari orang-orang yang penuh cita. Karena hari ini aku masih ada di bumi. Bumi yang menjadi jalan bagi kita untuk berani menjejakkan kaki di atasnya semenjak pagi mulai membuka hari.

Bersama para sahabat, kami terus saling menebar manfaat diri. Berlomba-lomba kami melakukan yang terbaik. Bukan untuk sesiapa, namun untuk menunjukkan pada diri kami sendiri. Dan untuk memberikan jawaban padanya, atas banyak tanya yang sempat ia ajukan kepada kami. Tanya yang perlu kami uraikan jawabannya satu persatu dari hari ke hari. Dan dalam hari ini, terdapat salah satu jawaban dari tanya yang kami terima.

Kami adalah aku dengan para sahabat di sini. Sedangkan kita adalah engkau dan aku. Kita, tentu sama-sama mempunyai cita untuk mampu melakukan yang terbaik pada hari ini. Namun dalam kenyataannya, tidak selalu kebaikan yang kita lakukan pun baik di hadapan orang lain. Sekalipun demikian, teruslah bergerak dengan apa yang kita lakukan. Selagi kita yakin dengan apa yang sedang kita upayakan, maka secara berangsur-angsur kita juga dapat meyakinkan orang lain. Hanya saja, tidak sedikit dari kita yang akhirnya segera percaya dengan apa yang orang lain sampaikan tentang siapa kita. Setelah itu, kita pun menelan mentah-mentah tanpa mencernanya terlebih dahulu. Lalu, memandang diri kita pun begitu. Padahal, jauh nun di dalam hati yang paling dalam, kita sangat tahu siapa kita yang sebenarnya. Sungguh, sungguh miris apabila menjalani hari ini dengan cara begini. Karena perlahan-lahan kita akan tidak mengenal lagi, siapakah diri ini?

Teman, walau bagaimanapun adanya, engkau memang tidak selalu dapat membahagiakan semua orang. Namun engkau masih dapat menciptakan walau setetes kebahagiaan di hati beliau yang sebenarnya berbahagia bersamamu. Walaupun beliau memang tidak menyampaikan padamu. Akan tetapi engkau dapat menyaksikan dari sikap yang beliau tampilkan setiap kali berjumpa denganmu. Mungkin saja beliau berkata tidak menyukaimu. Benar apabila beliau pernah menyampaikan kalimat bahwa beliau kecewa dengan apa yang engkau lakukan. Namun yakinlah bahwa engkau dapat mengetahui bahwa beliau ternyata membutuhkan kehadiranmu. Apalagi ketika engkau tiada di sisi beliau. Dan pada saat yang bersamaan, ada tanya yang beliau layangkan pada sesiapa yang selama ini dekat denganmu, “Kemanakah si A, apakah ia sudah kembali?”

Begini tanya yang beliau sampaikan, tanya yang terkirim untuk menanyakan keberadaanmu, apabila namamu adalah “A”. Dan beliau akan kembali mengajukan tanya yang sama, ketika engkau belum lagi hadir. Saat itu, engkau memang sedang pergi untuk beberapa lama.

Nah! Setelah engkau kembali, maka engkau dapat menyaksikan ada jawaban yang beliau terima secara tidak langsung. Beliau bahagia sungguh senang, saat menyaksikan engkau kembali dengan selamat. Engkau bermanfaat bagi beliau. Dan tahukah engkau, bahwa engkau benar-benar bermanfaat??

Lalu, jauh di dalam ruang hatimu yang paling sunyi, engkau pun menemukan jawaban dari tanya yang engkau terima dari dirimu sendiri. Tentang tanya yang engkau sampaikan pada dirimu, tentang manfaatmu. Engkau dapat menyaksikan langsung, hari ini. Ya, pada hari ini. Sudah berapa banyak yang menanyakanmu ketika engkau tidak hadir bersama beliau? Lalu, ketika engkau ada, apa yang dapat engkau buktikan pada beliau bahwa engkau ada? Ai! Sungguh, hanya hari ini engkau mempunyai kesempatan untuk melakukan yang terbaik. Sehingga citamu bukan lagi berada jauh di ujung harapan. Namun, telah menjadi kenyataan. Adakah engkau menemukan perbedaan di antara keduanya?

Cc: Sebelas September 

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on September 11, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , , , , , , , ,

-Write even one word, now. Then, it is describing who are you?-