RSS

Tag Archives: CGD crew

Secepat Itukah?

Warna yang berbeda

Warna yang berbeda

Lantunan ayat-ayat penyejuk jiwa, sedang ia simak dengan maksimal. Al ma’surat sore, menyelingi deru gemuruh yang menyentakkan jiwanya, segera. Lalu, mengalirlah tanya dari bibirnya yang sedari tadi mengatup, “Secepat itukah?”.  Ia menanya pada sesosok wajah yang sedang duduk di hadapannya, yang segera mengangguk.

Belum selesai kisah yang sedang kita rangkai. Hari ini kita masih ada di bumi, untuk mengabadikannya satu persatu. Baik, kalau memang ini yang engkau pilih. Seyakin-yakinnya engkau, teruslah menjadikannya bermakna. Karena engkau bisa, teman.

Tidak banyak lagi kata yang mampu ia suarakan. Hanya beberapa patah kata yang sempat ia susun, mengalir dengan lembutnya. Setelah itu, ia pun tertunduk. Diam, mengikuti alur pikiran yang menggantikan peran suara. Ia sedang menyelami lautan kehidupannya saat ini. Bukan ia tidak mau meneruskan pandangan mata yang semulanya menjadi jalannya menatap dunia. Namun, memang inilah yang telah ia putuskan. Banyak yang menyayangkan apa yang ia pilih. Semoga menjadi yang terbaik, untuk semua.

Masih kelu, tanpa suara. Ia menekur, teruskan pikiran yang sedang menerawang. Buat apa semua ini ada? Apakah hikmah yang sedang ia bawa?

“Tidak banyak waktu yang kita punya, mari kita mengabadikannya dalam catatan hari ini, teman,” ajaknya pada beberapa sahabat yang sedang memperhatikannya sedari tadi.

Beberapa perlengkapan telah ia siapkan. Tetesan rasa sedang memancar. Titik-titik imajinasi, sedang mengendalikan apa yang sedang ia pikirkan. Berlama-lama dalam kondisi sebelum ini, bukanlah tujuan kita ada di sini. Sekehendak jiwa memberaikan apa yang ia mau. Semaunya menyampaikan apa yang ia tahu. Sekiranya masih ada yang perlu kita selesaikan, baiklah kita menyelesaikannya lebih segera. Karena tidak pernah kita mengetahui tentang waktu yang sedang kita jalani saat ini. Akankah kita dapat berjumpa lagi setelah kebersamaan ini? Bukankah waktu bergerak sungguh melesat. Apakah yang dapat kita perbuat dalam kesempatan yang hanya sesaat?

Tidak perlu lagi mengajukan banyak tanya, ia segera melipat suara. Karena anggukan di seberang sana, telah menjelaskan semuanya.

“Iya, semoga engkau mengerti,” begini jawaban yang ia terima atas tanya yang  tadi ia ajukan.

“Bukankah kita hanya dapat berencana, sedangkan Kehendak-Nya adalah penenang terbaik. Apabila ada dari rencana kita yang belum menjadi nyata,” barisan kalimat berikutnya, menyentuh dinding hatinya. Ia simak dengan sepenuh hati. Ia belajar memahami atas bahan ajar yang baru saja ia terima.

“Kalau memang engkau yakin dengan segala yang engkau pilih, teruskan saja. Karena saya yakin, engkau dapat menentukan bagaimana yang seharusnya engkau jalani. Namun, satu hal yang tidak boleh engkau abaikan adalah tentang peran tunggal Sang Pemilik Keputusan. Engkau perlu menyadari akan hal ini, segera. Ketika nanti engkau mengalami hal-hal yang berada diluar rencanamu. Ok?,” dengan nada meyakinkan, ia bangkit. Ia layangkan pandangan sangat jauh ke hadapan. Ya, keberadaannya kini, sangat cocok untuk meneruskan pandang. Karena tepat di hadapannya ada hamparan pemandangan yang luas membentang. Di ujungnya, terlihat jejeran pegunungan yang tidak terlihat jelas, memang. Nuansa alam yang penuh dengan kesejukan. Angin bersemilir, segera memberikan bukti bahwa mereka ada bersamanya.

“Saya memang bukan siapa-siapa bagimu, namun satu kesan yang kita jalani dalam kebersamaan ini, membuat rasa hati awalnya sangat berat untuk melepasmu. Baiklah saya mengatakan hal ini, agar engkau tahu tentang apa yang sedang bersemayam di dalam jiwaku ini. Agar engkau pun mengerti akan makna kehadiranmu bagi diri ini. Agar engkau dapat menemukan di bagian mana posisimu di sini,” Ia menyentuhkan telapak kanannya ke dada. Setelah itu, bibirnya kelu. Ia tidak mampu berucap lagi. Sedangkan permata kehidupan, segera bertebaran membasahi kedua pipinya yang pualam.

Tetesan bening mutiara kehidupan masih tersisa, menganak sungai. Ia tidak dapat membendungnya. Banjir yang tercipta seketika, membuat sosok yang sedang duduk di hadapannya, mengalihkan pandang. Kemudian, ia berdiri, melangkah pelan ke arah kanan. Kedua tangannya sedang bersatu di belakang. Ia sungguh rupawan, dalam langkah-langkahnya yang sedang tidak tegap begini.

Siapakah sosok tersebut?

Kalau melihatnya dari arah belakang, kita tidak akan pernah tahu tentang siapa beliau. Karena, kostum yang ia pakai sedang menutupi sekujur tubuhnya. Pakaian yang longgar, membuat lekukan pada tubuhnya tidak terlihat sama sekali. Ditambah lagi dengan selembar mantel yang sedang ia kenakan. Mantel bulu yang lucu, warnanya putih. Ai! Sosok tersebut sangat suka dengan warna putih. Karena baginya, warna putih identik dengan kebersihan. Warna putih terlihat penuh dengan kecerahan. Bening tanpa warna. Ya, seperti hari ini yang sedang ia alami. Ada putih menyelingi sebagian waktunya.

“Lalu, maukah engkau menitipku bait-bait pesan, sebelum waktu itu datang?,” ia beranikan diri untuk menyampaikan pinta pada sosok yang saat ini sedang berdiri membelakanginya.

“Agar dapat saya menjadikannya sebagai prasasti terindah darimu. Sebagai jalan bagi kita dalam merangkai kisah bersama untuk memanfaatkan kesempatan di sisa-sisa kebersamaan ini. Saya ingin ia ada. Agar ia dapat menjadi kenangan tentangmu. Agar prasasti yang tercipta setelah saat ini, dapat menjadi pengingatku padamu. Maukan?,” ia meneruskan kalimat berikutnya, berisi pengajuan, meminta persetujuan.

Sang sosok tersenyum. Kemudian membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat dari posisinya semula. Terlihat mereka sedang berhadapan. Senyumannya semakin lebar, ketika ia menyaksikan, wajah yang sedari tadi bertaburan bulir-bulir bening, menatapnya penuh. Di selembar wajah pualam, juga ada senyuman.

Ia tangkupkan kedua telapaknya, kemudian membawanya lebih tinggi. Telapak yag menangkup, sedang berdiri di depan wajahnya. Senyumannya makin mekar. Senyuman yang menandakan persetujuan, meskipun belum ada suara yang ia ucapkan.

***

Berulangkali, saya mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan. Ai! Sungguh haru, sendu, menyentuh ruang hati ini, teman…. Hiks. Beberapa waktu yang lalu, terjadi lagi perpisahan. Yah, salah seorang sahabat kami yang menjalani waktu bersama, ingin meneruskan langkah-langkah perjuangannya, tidak lagi di sini. Saya yang baru mengenalnya beberapa bulan saja, sungguh tertohok. Ada seberkas jejak yang ia selipkan pada ruang hati ini. Ada sejumput harapan yang ia bawa, untuk ia tebarkan dalam menjalani hari-hari. Ada sebentuk pinta yang saya titipkan pada beliau juga. Beberapa saat setelah beliau datang.

Siang yang begitu terik, memang. Saat saya menerima sebuah informasi. Bahwa akan ada di antara kami yang akan melangkah dari sini. Awalnya, saya belum terlalu yakin atas keputusan yang beliau ambil. Namun, setelah menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, ternyata benar. Beliau tidak akan lagi di sini, bersama kami. Ini berarti, akan terjadi jarak yang membentang di antara kami. Raga yang selama ini berjarak cukup dekat, hari ini telah berjarak sungguh panjang. Ai! Sepanjang waktu yang sedang kami jalani saat ini, hingga pada waktu-waktu yang akan datang setelah saat ini, sejauh itulah jarak yang membentang di antara kami.

Ada sebuah sapa yang terhadirkan dari ruang jiwa, pada beliau di sana. Sapa yang menandakan bahwa keberadaan beliau sangat berharga. Walaupun tidak lama, dalam nyata.

Ada sudut jiwa yang menggemuruh, ketika ia menerima kabar tentang perpisahan. Walaupun sebenarnya, hanya raga. Sedangkan jiwa-jiwa kita telah lama bersama, meskipun belum pernah bertatap sekalipun. Dengan keyakinan ini, akhirnya saya kembali tenang. Yes! Putusanmu adalah yang terbaik untuk saat ini dan nanti, teman. Selamat melanjutkan langkah. Selagi kita masih dapat saling mengingat, maka selama itu pula kita sedang bersama. Karena kebersamaan yang telah tercipta, akan selamanya ada di dalam ingatan kita.

Ini untuk ke sekian kalinya, saya menyampaikan kabar tentang perpisahan. Perpisahan raga dalam jarak yang tidak lagi sedepa. Akankah kita dapat kembali jumpa, wahai sosok berkacamata? Hahaha… siapakah engkau yang baru-baru ini meninggalkan kami?  😀

Yah! Saya sangat berkesan dan terkesan dengan keputusan yang telah engkau ambil. Sehingga sekata dua kata dari kesan yang menyelip di relung hati ini, mampir pula ke mari. Agar ia abadi dan memprasasti, itu saja. Semoga ia dapat menjadi jalan yang mengingatkan kita satu sama lainnya, yaa. Semoga engkau dapat menemukan jalan baru yang lebih menawan untuk engkau tempuhi dalam meneruskan langkah perjuangan. Agar, banyak cita yang telah engkau patri di ruang hari-harimu, dapat tercapai dengan berhiaskan aneka kemudahan. Walaupun tidak lagi di sini, semoga saya masih dapat mengetahui bagaimana perkembanganmu.

“Baik, semangat dan sukses, yaa…,” begini bunyi sebaris kalimat yang mampu saya ungkapkan, pada detik-detik sebelum beliau berangkat. Buat beliau, sosok berkacamata. Ai! Bapak Ade, terima kasih atas perannya, bantuan dan kerjasamanya selama kita bersama. Walaupun tidak lama kesempatan yang dapat kita manfaatkan, namun ia sangat berharga. Walaupun belum banyak kenangan yang terangkai atas kebersamaan ini, namun beberapa diantaranya pasti ada.

Berikut ini adalah bait-bait harapan yang menjadi kenangan di relung jiwaku.  Hasil dari kontemplasi bertemakan perpisahan dengan beliau, salah seorang teman berbagi saat menjalani aktivitas. Agar ia ada, baiklah menetes di salah satu catatan ini…

Saat kehadiranmu untuk pertama kali, satu kesan yang saya ingat adalah tentang senyuman. Senyuman yang menebar dengan mudahnya dari helai wajahmu, semoga senantiasa ada yaa. Tersenyumlah dalam menjalani hari, walau bagaimanapun warnanya. Karena dengan tersenyum, kita dapat membuat hari bermendung menjadi berseri-seri. Buktikanlah!

Kedua, adalah tentang semangat berbagi. Engkau yang seringkali saya repoti dengan pertolongan-pertolongan, dengan titipan-titipan dan permintaan-permintaan, semoga merelai. Apabila ada di antara ucap bibir ini yang terkesan dan sampai ke hati, tolong maafkan yaa. Tanpa garansi!

Sebelumnya, saya senang saat ada tiga orang sosok baru yang hadir dalam kehidupanku untuk menjalani hari. Beliau yang akan menjadi bagian dari hamba-hamba-Nya. Dan salah seorang dari ketiga sosok tersebut adalah engkau. Namun kini, engkau telah menjauh, pergi. Semoga beliau berdua yang saat ini masih ada, dapat memberikan bukti, tanpa janji!

Selama empat hari, saya belum lagi mau menulis di sini, hingga akhirnya catatan hari ini tercipta. Karena, saya sedang merenungi akan keberadaan diri. Bagaimana dengan saya? Apakah akan mengambil keputusan yang senada? Seperti engkau yang terlebih dahulu telah memutuskan untuk melangkah pada jalan yang lain. Ai!

Paragraf ini adalah kesan ke lima dari hasil perenungan yang terjadi, yaitu tentang kerelaan hati untuk mengabdi, tentang loyalitas dan kesetiaan. Saya ingin memberikan bukti, bahwa selama kita masih mau mengintrospeksi diri, maka kita dapat menemukan beraneka alasan untuk kembali meneruskan perjuangan. Walaupun terkadang, jalan yang kita tempuhi berlubang, berbatu, berkerikil tajam yang menusuk. Semoga, ada kesediaan hati untuk kembali memberikan sebaris jawaban, saat pikir menanyai, “Mengapa engkau masih di sini?”

Kita tidak pernah tahu tentang bagaimana kisah yang akan kita jalani selanjutnya. Namun, berbekal kepercayaan kepada rukun iman yang jumlahnya enam, maka kita dapat menjalani hari dengan sepenuh hati.

  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada malaikat-malaikat Allah,
  3. Beriman kepada kitab-kitab Allah,
  4. Beriman kepada Rasul-Nya
  5. Beriman kepada hari akhir
  6. Beriman kepada qada dan qadar

Kesan ke tujuh tentang perpisahan yang telah terjadi, mengingatkan diri ini pada satu hari yang pasti terjadi. Hari perpisahan yang tidak dapat lagi kita tolak walau dengan alasan apapun juga. Hari pasti yang merupakan pengingat diri, agar ia segera menyadari, tidak selamanya kita mengalami keadaan demi keadaan ini. Kalau saat ini kita bertemu, bersama dan kemudian menjalani hari dengan senang hati, akankah kita yakin dapat kembali mengiringi kebahagiaan sampai nanti?

Bagaimana kita menyadari tentang silih bergantinya cuaca dan iklim dalam hari-hari? Dapatkah kita meluaskan cara pandang akan beraneka kesan, pesan, dan kenangan yang kita alami saat ini? Bagaimana kita memberikan tanggapan atas segala pinta diri, ketika yang terjadi malah sebaliknya. Ya, bukan seperti itu yang sesungguhnya kita ingini. Kita maunya hal yang berbeda. Kita inginnya yang lain. Kita bisanya apa, tanpa pertolongan dari-Nya?  Wahai diri, . . .

Tanggal delapan belas, adalah hari ini. So, apakah yang telah kita lakukan pada hari ini? Bagaimana kita memanfaatkan waktu terbaik yang kita temui pada hari ini? Bagaimana kalau hari perpisahan yang pasti, menemui kita segera? Sudah maksimalkah persiapan kita dalam menyambutnya? Bukankah kita tidak pernah tahu, tentang rencana Ilahi? Jalanilah detik demi detik waktumu dengan sepenuh hati, nikmati hadirnya dengan melakukan yang terbaik, setelah itu, engkau dapat menyaksikan hasil yang terbaik.

Sembilan gelembung yang ada di dalam gambar di atas, untuk mengingatkan diri ini, tentang sembilan hasil kontemplasi setelah lebih dari dua hari belum lagi ngeposting di sini. Xixiixxixiii…. 😀 Adapun hasil kontemplasi yang ke sembilan adalah tentangmu yang saat ini sedang membaca catatan ini. Tolong maklum dan mengerti atas segala yang tercipta. Karena bait-bait yang ada, merupakan pengingat kita untuk segera mengingat akan hari perpisahan yang abadi. So, bukan saatnya lagi mentangisi perpisahan, baiklah kita mengambil sebuah catatan untuk kita tulisi. Lalu, kita beraikan apa yang sedang kita alami tentang satu kata ‘Perpisahan’, di dalamnya.  Setelah itu, baca kembali apa yang telah kita tulis, dengan wajah yang berseri-seri.

Wahai hati, kita sedang memprasastikan salah satu kesan dalam kehidupan. Ia telah menjadi prasasti. Ia ada untuk menjalankan misi yang pernah kita rangkai sebelum saat ini,

“Mempelajari, menghayati, menikmati alam dan mengabadikan hasil yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan sebagai prasasti eksistensi, menciptakan kedamaian setiap detik waktu dalam menjalani hari, menjalin keakraban dalam berinteraksi dengan alamNya, mengaplikasikan hasil yang telah diperoleh selama masa pembelajaran dalam keseharian.”

For, Nai… specially, “Tersenyumlah sayang… karena engkau sedang berbagi.”

Bukankah berbagi itu adalah aktivitas yang sangat menyenangkan, teman. Dan catatan saat ini, tercipta karena saya ingin membagikan segala yang sedang menari-nari di dalam pikiran, sebelum ini. Alhamdulillah, sekarang rasanya lebih ringan. Semoga ada manfaatnya, walaupun secuil hikmah, yaa.

🙂 🙂 🙂

 
1 Comment

Posted by on March 18, 2012 in Belajar dari Alam

 

Tags: , , , , , , , ,

Secepat Itukah?

Warna yang berbeda

Warna yang berbeda

Lantunan ayat-ayat penyejuk jiwa, sedang ia simak dengan maksimal. Al ma’surat sore, menyelingi deru gemuruh yang menyentakkan jiwanya, segera. Lalu, mengalirlah tanya dari bibirnya yang sedari tadi mengatup, “Secepat itukah?”.  Ia menanya pada sesosok wajah yang sedang duduk di hadapannya, yang segera mengangguk.

Belum selesai kisah yang sedang kita rangkai. Hari ini kita masih ada di bumi, untuk mengabadikannya satu persatu. Baik, kalau memang ini yang engkau pilih. Seyakin-yakinnya engkau, teruslah menjadikannya bermakna. Karena engkau bisa, teman.

Tidak banyak lagi kata yang mampu ia suarakan. Hanya beberapa patah kata yang sempat ia susun, mengalir dengan lembutnya. Setelah itu, ia pun tertunduk. Diam, mengikuti alur pikiran yang menggantikan peran suara. Ia sedang menyelami lautan kehidupannya saat ini. Bukan ia tidak mau meneruskan pandangan mata yang semulanya menjadi jalannya menatap dunia. Namun, memang inilah yang telah ia putuskan. Banyak yang menyayangkan apa yang ia pilih. Semoga menjadi yang terbaik, untuk semua.

Masih kelu, tanpa suara. Ia menekur, teruskan pikiran yang sedang menerawang. Buat apa semua ini ada? Apakah hikmah yang sedang ia bawa?

“Tidak banyak waktu yang kita punya, mari kita mengabadikannya dalam catatan hari ini, teman,” ajaknya pada beberapa sahabat yang sedang memperhatikannya sedari tadi.

Beberapa perlengkapan telah ia siapkan. Tetesan rasa sedang memancar. Titik-titik imajinasi, sedang mengendalikan apa yang sedang ia pikirkan. Berlama-lama dalam kondisi sebelum ini, bukanlah tujuan kita ada di sini. Sekehendak jiwa memberaikan apa yang ia mau. Semaunya menyampaikan apa yang ia tahu. Sekiranya masih ada yang perlu kita selesaikan, baiklah kita menyelesaikannya lebih segera. Karena tidak pernah kita mengetahui tentang waktu yang sedang kita jalani saat ini. Akankah kita dapat berjumpa lagi setelah kebersamaan ini? Bukankah waktu bergerak sungguh melesat. Apakah yang dapat kita perbuat dalam kesempatan yang hanya sesaat?

Tidak perlu lagi mengajukan banyak tanya, ia segera melipat suara. Karena anggukan di seberang sana, telah menjelaskan semuanya.

“Iya, semoga engkau mengerti,” begini jawaban yang ia terima atas tanya yang  tadi ia ajukan.

“Bukankah kita hanya dapat berencana, sedangkan Kehendak-Nya adalah penenang terbaik. Apabila ada dari rencana kita yang belum menjadi nyata,” barisan kalimat berikutnya, menyentuh dinding hatinya. Ia simak dengan sepenuh hati. Ia belajar memahami atas bahan ajar yang baru saja ia terima.

“Kalau memang engkau yakin dengan segala yang engkau pilih, teruskan saja. Karena saya yakin, engkau dapat menentukan bagaimana yang seharusnya engkau jalani. Namun, satu hal yang tidak boleh engkau abaikan adalah tentang peran tunggal Sang Pemilik Keputusan. Engkau perlu menyadari akan hal ini, segera. Ketika nanti engkau mengalami hal-hal yang berada diluar rencanamu. Ok?,” dengan nada meyakinkan, ia bangkit. Ia layangkan pandangan sangat jauh ke hadapan. Ya, keberadaannya kini, sangat cocok untuk meneruskan pandang. Karena tepat di hadapannya ada hamparan pemandangan yang luas membentang. Di ujungnya, terlihat jejeran pegunungan yang tidak terlihat jelas, memang. Nuansa alam yang penuh dengan kesejukan. Angin bersemilir, segera memberikan bukti bahwa mereka ada bersamanya.

“Saya memang bukan siapa-siapa bagimu, namun satu kesan yang kita jalani dalam kebersamaan ini, membuat rasa hati awalnya sangat berat untuk melepasmu. Baiklah saya mengatakan hal ini, agar engkau tahu tentang apa yang sedang bersemayam di dalam jiwaku ini. Agar engkau pun mengerti akan makna kehadiranmu bagi diri ini. Agar engkau dapat menemukan di bagian mana posisimu di sini,” Ia menyentuhkan telapak kanannya ke dada. Setelah itu, bibirnya kelu. Ia tidak mampu berucap lagi. Sedangkan permata kehidupan, segera bertebaran membasahi kedua pipinya yang pualam.

Tetesan bening mutiara kehidupan masih tersisa, menganak sungai. Ia tidak dapat membendungnya. Banjir yang tercipta seketika, membuat sosok yang sedang duduk di hadapannya, mengalihkan pandang. Kemudian, ia berdiri, melangkah pelan ke arah kanan. Kedua tangannya sedang bersatu di belakang. Ia sungguh rupawan, dalam langkah-langkahnya yang sedang tidak tegap begini.

Siapakah sosok tersebut?

Kalau melihatnya dari arah belakang, kita tidak akan pernah tahu tentang siapa beliau. Karena, kostum yang ia pakai sedang menutupi sekujur tubuhnya. Pakaian yang longgar, membuat lekukan pada tubuhnya tidak terlihat sama sekali. Ditambah lagi dengan selembar mantel yang sedang ia kenakan. Mantel bulu yang lucu, warnanya putih. Ai! Sosok tersebut sangat suka dengan warna putih. Karena baginya, warna putih identik dengan kebersihan. Warna putih terlihat penuh dengan kecerahan. Bening tanpa warna. Ya, seperti hari ini yang sedang ia alami. Ada putih menyelingi sebagian waktunya.

“Lalu, maukah engkau menitipku bait-bait pesan, sebelum waktu itu datang?,” ia beranikan diri untuk menyampaikan pinta pada sosok yang saat ini sedang berdiri membelakanginya.

“Agar dapat saya menjadikannya sebagai prasasti terindah darimu. Sebagai jalan bagi kita dalam merangkai kisah bersama untuk memanfaatkan kesempatan di sisa-sisa kebersamaan ini. Saya ingin ia ada. Agar ia dapat menjadi kenangan tentangmu. Agar prasasti yang tercipta setelah saat ini, dapat menjadi pengingatku padamu. Maukan?,” ia meneruskan kalimat berikutnya, berisi pengajuan, meminta persetujuan.

Sang sosok tersenyum. Kemudian membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat dari posisinya semula. Terlihat mereka sedang berhadapan. Senyumannya semakin lebar, ketika ia menyaksikan, wajah yang sedari tadi bertaburan bulir-bulir bening, menatapnya penuh. Di selembar wajah pualam, juga ada senyuman.

Ia tangkupkan kedua telapaknya, kemudian membawanya lebih tinggi. Telapak yag menangkup, sedang berdiri di depan wajahnya. Senyumannya makin mekar. Senyuman yang menandakan persetujuan, meskipun belum ada suara yang ia ucapkan.

***

Berulangkali, saya mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan. Ai! Sungguh haru, sendu, menyentuh ruang hati ini, teman…. Hiks. Beberapa waktu yang lalu, terjadi lagi perpisahan. Yah, salah seorang sahabat kami yang menjalani waktu bersama, ingin meneruskan langkah-langkah perjuangannya, tidak lagi di sini. Saya yang baru mengenalnya beberapa bulan saja, sungguh tertohok. Ada seberkas jejak yang ia selipkan pada ruang hati ini. Ada sejumput harapan yang ia bawa, untuk ia tebarkan dalam menjalani hari-hari. Ada sebentuk pinta yang saya titipkan pada beliau juga. Beberapa saat setelah beliau datang.

Siang yang begitu terik, memang. Saat saya menerima sebuah informasi. Bahwa akan ada di antara kami yang akan melangkah dari sini. Awalnya, saya belum terlalu yakin atas keputusan yang beliau ambil. Namun, setelah menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, ternyata benar. Beliau tidak akan lagi di sini, bersama kami. Ini berarti, akan terjadi jarak yang membentang di antara kami. Raga yang selama ini berjarak cukup dekat, hari ini telah berjarak sungguh panjang. Ai! Sepanjang waktu yang sedang kami jalani saat ini, hingga pada waktu-waktu yang akan datang setelah saat ini, sejauh itulah jarak yang membentang di antara kami.

Ada sebuah sapa yang terhadirkan dari ruang jiwa, pada beliau di sana. Sapa yang menandakan bahwa keberadaan beliau sangat berharga. Walaupun tidak lama, dalam nyata.

Ada sudut jiwa yang menggemuruh, ketika ia menerima kabar tentang perpisahan. Walaupun sebenarnya, hanya raga. Sedangkan jiwa-jiwa kita telah lama bersama, meskipun belum pernah bertatap sekalipun. Dengan keyakinan ini, akhirnya saya kembali tenang. Yes! Putusanmu adalah yang terbaik untuk saat ini dan nanti, teman. Selamat melanjutkan langkah. Selagi kita masih dapat saling mengingat, maka selama itu pula kita sedang bersama. Karena kebersamaan yang telah tercipta, akan selamanya ada di dalam ingatan kita.

Ini untuk ke sekian kalinya, saya menyampaikan kabar tentang perpisahan. Perpisahan raga dalam jarak yang tidak lagi sedepa. Akankah kita dapat kembali jumpa, wahai sosok berkacamata? Hahaha… siapakah engkau yang baru-baru ini meninggalkan kami?  😀

Yah! Saya sangat berkesan dan terkesan dengan keputusan yang telah engkau ambil. Sehingga sekata dua kata dari kesan yang menyelip di relung hati ini, mampir pula ke mari. Agar ia abadi dan memprasasti, itu saja. Semoga ia dapat menjadi jalan yang mengingatkan kita satu sama lainnya, yaa. Semoga engkau dapat menemukan jalan baru yang lebih menawan untuk engkau tempuhi dalam meneruskan langkah perjuangan. Agar, banyak cita yang telah engkau patri di ruang hari-harimu, dapat tercapai dengan berhiaskan aneka kemudahan. Walaupun tidak lagi di sini, semoga saya masih dapat mengetahui bagaimana perkembanganmu.

“Baik, semangat dan sukses, yaa…,” begini bunyi sebaris kalimat yang mampu saya ungkapkan, pada detik-detik sebelum beliau berangkat. Buat beliau, sosok berkacamata. Ai! Bapak Ade, terima kasih atas perannya, bantuan dan kerjasamanya selama kita bersama. Walaupun tidak lama kesempatan yang dapat kita manfaatkan, namun ia sangat berharga. Walaupun belum banyak kenangan yang terangkai atas kebersamaan ini, namun beberapa diantaranya pasti ada.

Berikut ini adalah bait-bait harapan yang menjadi kenangan di relung jiwaku.  Hasil dari kontemplasi bertemakan perpisahan dengan beliau, salah seorang teman berbagi saat menjalani aktivitas. Agar ia ada, baiklah menetes di salah satu catatan ini…

Saat kehadiranmu untuk pertama kali, satu kesan yang saya ingat adalah tentang senyuman. Senyuman yang menebar dengan mudahnya dari helai wajahmu, semoga senantiasa ada yaa. Tersenyumlah dalam menjalani hari, walau bagaimanapun warnanya. Karena dengan tersenyum, kita dapat membuat hari bermendung menjadi berseri-seri. Buktikanlah!

Kedua, adalah tentang semangat berbagi. Engkau yang seringkali saya repoti dengan pertolongan-pertolongan, dengan titipan-titipan dan permintaan-permintaan, semoga merelai. Apabila ada di antara ucap bibir ini yang terkesan dan sampai ke hati, tolong maafkan yaa. Tanpa garansi!

Sebelumnya, saya senang saat ada tiga orang sosok baru yang hadir dalam kehidupanku untuk menjalani hari. Beliau yang akan menjadi bagian dari hamba-hamba-Nya. Dan salah seorang dari ketiga sosok tersebut adalah engkau. Namun kini, engkau telah menjauh, pergi. Semoga beliau berdua yang saat ini masih ada, dapat memberikan bukti, tanpa janji!

Selama empat hari, saya belum lagi mau menulis di sini, hingga akhirnya catatan hari ini tercipta. Karena, saya sedang merenungi akan keberadaan diri. Bagaimana dengan saya? Apakah akan mengambil keputusan yang senada? Seperti engkau yang terlebih dahulu telah memutuskan untuk melangkah pada jalan yang lain. Ai!

Paragraf ini adalah kesan ke lima dari hasil perenungan yang terjadi, yaitu tentang kerelaan hati untuk mengabdi, tentang loyalitas dan kesetiaan. Saya ingin memberikan bukti, bahwa selama kita masih mau mengintrospeksi diri, maka kita dapat menemukan beraneka alasan untuk kembali meneruskan perjuangan. Walaupun terkadang, jalan yang kita tempuhi berlubang, berbatu, berkerikil tajam yang menusuk. Semoga, ada kesediaan hati untuk kembali memberikan sebaris jawaban, saat pikir menanyai, “Mengapa engkau masih di sini?”

Kita tidak pernah tahu tentang bagaimana kisah yang akan kita jalani selanjutnya. Namun, berbekal kepercayaan kepada rukun iman yang jumlahnya enam, maka kita dapat menjalani hari dengan sepenuh hati.

  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada malaikat-malaikat Allah,
  3. Beriman kepada kitab-kitab Allah,
  4. Beriman kepada Rasul-Nya
  5. Beriman kepada hari akhir
  6. Beriman kepada qada dan qadar

Kesan ke tujuh tentang perpisahan yang telah terjadi, mengingatkan diri ini pada satu hari yang pasti terjadi. Hari perpisahan yang tidak dapat lagi kita tolak walau dengan alasan apapun juga. Hari pasti yang merupakan pengingat diri, agar ia segera menyadari, tidak selamanya kita mengalami keadaan demi keadaan ini. Kalau saat ini kita bertemu, bersama dan kemudian menjalani hari dengan senang hati, akankah kita yakin dapat kembali mengiringi kebahagiaan sampai nanti?

Bagaimana kita menyadari tentang silih bergantinya cuaca dan iklim dalam hari-hari? Dapatkah kita meluaskan cara pandang akan beraneka kesan, pesan, dan kenangan yang kita alami saat ini? Bagaimana kita memberikan tanggapan atas segala pinta diri, ketika yang terjadi malah sebaliknya. Ya, bukan seperti itu yang sesungguhnya kita ingini. Kita maunya hal yang berbeda. Kita inginnya yang lain. Kita bisanya apa, tanpa pertolongan dari-Nya?  Wahai diri, . . .

Tanggal delapan belas, adalah hari ini. So, apakah yang telah kita lakukan pada hari ini? Bagaimana kita memanfaatkan waktu terbaik yang kita temui pada hari ini? Bagaimana kalau hari perpisahan yang pasti, menemui kita segera? Sudah maksimalkah persiapan kita dalam menyambutnya? Bukankah kita tidak pernah tahu, tentang rencana Ilahi? Jalanilah detik demi detik waktumu dengan sepenuh hati, nikmati hadirnya dengan melakukan yang terbaik, setelah itu, engkau dapat menyaksikan hasil yang terbaik.

Sembilan gelembung yang ada di dalam gambar di atas, untuk mengingatkan diri ini, tentang sembilan hasil kontemplasi setelah lebih dari dua hari belum lagi ngeposting di sini. Xixiixxixiii…. 😀 Adapun hasil kontemplasi yang ke sembilan adalah tentangmu yang saat ini sedang membaca catatan ini. Tolong maklum dan mengerti atas segala yang tercipta. Karena bait-bait yang ada, merupakan pengingat kita untuk segera mengingat akan hari perpisahan yang abadi. So, bukan saatnya lagi mentangisi perpisahan, baiklah kita mengambil sebuah catatan untuk kita tulisi. Lalu, kita beraikan apa yang sedang kita alami tentang satu kata ‘Perpisahan’, di dalamnya.  Setelah itu, baca kembali apa yang telah kita tulis, dengan wajah yang berseri-seri.

Wahai hati, kita sedang memprasastikan salah satu kesan dalam kehidupan. Ia telah menjadi prasasti. Ia ada untuk menjalankan misi yang pernah kita rangkai sebelum saat ini,

“Mempelajari, menghayati, menikmati alam dan mengabadikan hasil yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan sebagai prasasti eksistensi, menciptakan kedamaian setiap detik waktu dalam menjalani hari, menjalin keakraban dalam berinteraksi dengan alamNya, mengaplikasikan hasil yang telah diperoleh selama masa pembelajaran dalam keseharian.”

For, Nai… specially, “Tersenyumlah sayang… karena engkau sedang berbagi.”

Bukankah berbagi itu adalah aktivitas yang sangat menyenangkan, teman. Dan catatan saat ini, tercipta karena saya ingin membagikan segala yang sedang menari-nari di dalam pikiran, sebelum ini. Alhamdulillah, sekarang rasanya lebih ringan. Semoga ada manfaatnya, walaupun secuil hikmah, yaa.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on March 18, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , ,

Secepat Itukah?

Warna yang berbeda

Warna yang berbeda

Lantunan ayat-ayat penyejuk jiwa, sedang ia simak dengan maksimal. Al ma’surat sore, menyelingi deru gemuruh yang menyentakkan jiwanya, segera. Lalu, mengalirlah tanya dari bibirnya yang sedari tadi mengatup, “Secepat itukah?”.  Ia menanya pada sesosok wajah yang sedang duduk di hadapannya, yang segera mengangguk.

Belum selesai kisah yang sedang kita rangkai. Hari ini kita masih ada di bumi, untuk mengabadikannya satu persatu. Baik, kalau memang ini yang engkau pilih. Seyakin-yakinnya engkau, teruslah menjadikannya bermakna. Karena engkau bisa, teman.

Tidak banyak lagi kata yang mampu ia suarakan. Hanya beberapa patah kata yang sempat ia susun, mengalir dengan lembutnya. Setelah itu, ia pun tertunduk. Diam, mengikuti alur pikiran yang menggantikan peran suara. Ia sedang menyelami lautan kehidupannya saat ini. Bukan ia tidak mau meneruskan pandangan mata yang semulanya menjadi jalannya menatap dunia. Namun, memang inilah yang telah ia putuskan. Banyak yang menyayangkan apa yang ia pilih. Semoga menjadi yang terbaik, untuk semua.

Masih kelu, tanpa suara. Ia menekur, teruskan pikiran yang sedang menerawang. Buat apa semua ini ada? Apakah hikmah yang sedang ia bawa?

“Tidak banyak waktu yang kita punya, mari kita mengabadikannya dalam catatan hari ini, teman,” ajaknya pada beberapa sahabat yang sedang memperhatikannya sedari tadi.

Beberapa perlengkapan telah ia siapkan. Tetesan rasa sedang memancar. Titik-titik imajinasi, sedang mengendalikan apa yang sedang ia pikirkan. Berlama-lama dalam kondisi sebelum ini, bukanlah tujuan kita ada di sini. Sekehendak jiwa memberaikan apa yang ia mau. Semaunya menyampaikan apa yang ia tahu. Sekiranya masih ada yang perlu kita selesaikan, baiklah kita menyelesaikannya lebih segera. Karena tidak pernah kita mengetahui tentang waktu yang sedang kita jalani saat ini. Akankah kita dapat berjumpa lagi setelah kebersamaan ini? Bukankah waktu bergerak sungguh melesat. Apakah yang dapat kita perbuat dalam kesempatan yang hanya sesaat?

Tidak perlu lagi mengajukan banyak tanya, ia segera melipat suara. Karena anggukan di seberang sana, telah menjelaskan semuanya.

“Iya, semoga engkau mengerti,” begini jawaban yang ia terima atas tanya yang  tadi ia ajukan.

“Bukankah kita hanya dapat berencana, sedangkan Kehendak-Nya adalah penenang terbaik. Apabila ada dari rencana kita yang belum menjadi nyata,” barisan kalimat berikutnya, menyentuh dinding hatinya. Ia simak dengan sepenuh hati. Ia belajar memahami atas bahan ajar yang baru saja ia terima.

“Kalau memang engkau yakin dengan segala yang engkau pilih, teruskan saja. Karena saya yakin, engkau dapat menentukan bagaimana yang seharusnya engkau jalani. Namun, satu hal yang tidak boleh engkau abaikan adalah tentang peran tunggal Sang Pemilik Keputusan. Engkau perlu menyadari akan hal ini, segera. Ketika nanti engkau mengalami hal-hal yang berada diluar rencanamu. Ok?,” dengan nada meyakinkan, ia bangkit. Ia layangkan pandangan sangat jauh ke hadapan. Ya, keberadaannya kini, sangat cocok untuk meneruskan pandang. Karena tepat di hadapannya ada hamparan pemandangan yang luas membentang. Di ujungnya, terlihat jejeran pegunungan yang tidak terlihat jelas, memang. Nuansa alam yang penuh dengan kesejukan. Angin bersemilir, segera memberikan bukti bahwa mereka ada bersamanya.

“Saya memang bukan siapa-siapa bagimu, namun satu kesan yang kita jalani dalam kebersamaan ini, membuat rasa hati awalnya sangat berat untuk melepasmu. Baiklah saya mengatakan hal ini, agar engkau tahu tentang apa yang sedang bersemayam di dalam jiwaku ini. Agar engkau pun mengerti akan makna kehadiranmu bagi diri ini. Agar engkau dapat menemukan di bagian mana posisimu di sini,” Ia menyentuhkan telapak kanannya ke dada. Setelah itu, bibirnya kelu. Ia tidak mampu berucap lagi. Sedangkan permata kehidupan, segera bertebaran membasahi kedua pipinya yang pualam.

Tetesan bening mutiara kehidupan masih tersisa, menganak sungai. Ia tidak dapat membendungnya. Banjir yang tercipta seketika, membuat sosok yang sedang duduk di hadapannya, mengalihkan pandang. Kemudian, ia berdiri, melangkah pelan ke arah kanan. Kedua tangannya sedang bersatu di belakang. Ia sungguh rupawan, dalam langkah-langkahnya yang sedang tidak tegap begini.

Siapakah sosok tersebut?

Kalau melihatnya dari arah belakang, kita tidak akan pernah tahu tentang siapa beliau. Karena, kostum yang ia pakai sedang menutupi sekujur tubuhnya. Pakaian yang longgar, membuat lekukan pada tubuhnya tidak terlihat sama sekali. Ditambah lagi dengan selembar mantel yang sedang ia kenakan. Mantel bulu yang lucu, warnanya putih. Ai! Sosok tersebut sangat suka dengan warna putih. Karena baginya, warna putih identik dengan kebersihan. Warna putih terlihat penuh dengan kecerahan. Bening tanpa warna. Ya, seperti hari ini yang sedang ia alami. Ada putih menyelingi sebagian waktunya.

“Lalu, maukah engkau menitipku bait-bait pesan, sebelum waktu itu datang?,” ia beranikan diri untuk menyampaikan pinta pada sosok yang saat ini sedang berdiri membelakanginya.

“Agar dapat saya menjadikannya sebagai prasasti terindah darimu. Sebagai jalan bagi kita dalam merangkai kisah bersama untuk memanfaatkan kesempatan di sisa-sisa kebersamaan ini. Saya ingin ia ada. Agar ia dapat menjadi kenangan tentangmu. Agar prasasti yang tercipta setelah saat ini, dapat menjadi pengingatku padamu. Maukan?,” ia meneruskan kalimat berikutnya, berisi pengajuan, meminta persetujuan.

Sang sosok tersenyum. Kemudian membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat dari posisinya semula. Terlihat mereka sedang berhadapan. Senyumannya semakin lebar, ketika ia menyaksikan, wajah yang sedari tadi bertaburan bulir-bulir bening, menatapnya penuh. Di selembar wajah pualam, juga ada senyuman.

Ia tangkupkan kedua telapaknya, kemudian membawanya lebih tinggi. Telapak yag menangkup, sedang berdiri di depan wajahnya. Senyumannya makin mekar. Senyuman yang menandakan persetujuan, meskipun belum ada suara yang ia ucapkan.

***

Berulangkali, saya mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan. Ai! Sungguh haru, sendu, menyentuh ruang hati ini, teman…. Hiks. Beberapa waktu yang lalu, terjadi lagi perpisahan. Yah, salah seorang sahabat kami yang menjalani waktu bersama, ingin meneruskan langkah-langkah perjuangannya, tidak lagi di sini. Saya yang baru mengenalnya beberapa bulan saja, sungguh tertohok. Ada seberkas jejak yang ia selipkan pada ruang hati ini. Ada sejumput harapan yang ia bawa, untuk ia tebarkan dalam menjalani hari-hari. Ada sebentuk pinta yang saya titipkan pada beliau juga. Beberapa saat setelah beliau datang.

Siang yang begitu terik, memang. Saat saya menerima sebuah informasi. Bahwa akan ada di antara kami yang akan melangkah dari sini. Awalnya, saya belum terlalu yakin atas keputusan yang beliau ambil. Namun, setelah menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, ternyata benar. Beliau tidak akan lagi di sini, bersama kami. Ini berarti, akan terjadi jarak yang membentang di antara kami. Raga yang selama ini berjarak cukup dekat, hari ini telah berjarak sungguh panjang. Ai! Sepanjang waktu yang sedang kami jalani saat ini, hingga pada waktu-waktu yang akan datang setelah saat ini, sejauh itulah jarak yang membentang di antara kami.

Ada sebuah sapa yang terhadirkan dari ruang jiwa, pada beliau di sana. Sapa yang menandakan bahwa keberadaan beliau sangat berharga. Walaupun tidak lama, dalam nyata.

Ada sudut jiwa yang menggemuruh, ketika ia menerima kabar tentang perpisahan. Walaupun sebenarnya, hanya raga. Sedangkan jiwa-jiwa kita telah lama bersama, meskipun belum pernah bertatap sekalipun. Dengan keyakinan ini, akhirnya saya kembali tenang. Yes! Putusanmu adalah yang terbaik untuk saat ini dan nanti, teman. Selamat melanjutkan langkah. Selagi kita masih dapat saling mengingat, maka selama itu pula kita sedang bersama. Karena kebersamaan yang telah tercipta, akan selamanya ada di dalam ingatan kita.

Ini untuk ke sekian kalinya, saya menyampaikan kabar tentang perpisahan. Perpisahan raga dalam jarak yang tidak lagi sedepa. Akankah kita dapat kembali jumpa, wahai sosok berkacamata? Hahaha… siapakah engkau yang baru-baru ini meninggalkan kami?  😀

Yah! Saya sangat berkesan dan terkesan dengan keputusan yang telah engkau ambil. Sehingga sekata dua kata dari kesan yang menyelip di relung hati ini, mampir pula ke mari. Agar ia abadi dan memprasasti, itu saja. Semoga ia dapat menjadi jalan yang mengingatkan kita satu sama lainnya, yaa. Semoga engkau dapat menemukan jalan baru yang lebih menawan untuk engkau tempuhi dalam meneruskan langkah perjuangan. Agar, banyak cita yang telah engkau patri di ruang hari-harimu, dapat tercapai dengan berhiaskan aneka kemudahan. Walaupun tidak lagi di sini, semoga saya masih dapat mengetahui bagaimana perkembanganmu.

“Baik, semangat dan sukses, yaa…,” begini bunyi sebaris kalimat yang mampu saya ungkapkan, pada detik-detik sebelum beliau berangkat. Buat beliau, sosok berkacamata. Ai! Bapak Ade, terima kasih atas perannya, bantuan dan kerjasamanya selama kita bersama. Walaupun tidak lama kesempatan yang dapat kita manfaatkan, namun ia sangat berharga. Walaupun belum banyak kenangan yang terangkai atas kebersamaan ini, namun beberapa diantaranya pasti ada.

Berikut ini adalah bait-bait harapan yang menjadi kenangan di relung jiwaku.  Hasil dari kontemplasi bertemakan perpisahan dengan beliau, salah seorang teman berbagi saat menjalani aktivitas. Agar ia ada, baiklah menetes di salah satu catatan ini…

Saat kehadiranmu untuk pertama kali, satu kesan yang saya ingat adalah tentang senyuman. Senyuman yang menebar dengan mudahnya dari helai wajahmu, semoga senantiasa ada yaa. Tersenyumlah dalam menjalani hari, walau bagaimanapun warnanya. Karena dengan tersenyum, kita dapat membuat hari bermendung menjadi berseri-seri. Buktikanlah!

Kedua, adalah tentang semangat berbagi. Engkau yang seringkali saya repoti dengan pertolongan-pertolongan, dengan titipan-titipan dan permintaan-permintaan, semoga merelai. Apabila ada di antara ucap bibir ini yang terkesan dan sampai ke hati, tolong maafkan yaa. Tanpa garansi!

Sebelumnya, saya senang saat ada tiga orang sosok baru yang hadir dalam kehidupanku untuk menjalani hari. Beliau yang akan menjadi bagian dari hamba-hamba-Nya. Dan salah seorang dari ketiga sosok tersebut adalah engkau. Namun kini, engkau telah menjauh, pergi. Semoga beliau berdua yang saat ini masih ada, dapat memberikan bukti, tanpa janji!

Selama empat hari, saya belum lagi mau menulis di sini, hingga akhirnya catatan hari ini tercipta. Karena, saya sedang merenungi akan keberadaan diri. Bagaimana dengan saya? Apakah akan mengambil keputusan yang senada? Seperti engkau yang terlebih dahulu telah memutuskan untuk melangkah pada jalan yang lain. Ai!

Paragraf ini adalah kesan ke lima dari hasil perenungan yang terjadi, yaitu tentang kerelaan hati untuk mengabdi, tentang loyalitas dan kesetiaan. Saya ingin memberikan bukti, bahwa selama kita masih mau mengintrospeksi diri, maka kita dapat menemukan beraneka alasan untuk kembali meneruskan perjuangan. Walaupun terkadang, jalan yang kita tempuhi berlubang, berbatu, berkerikil tajam yang menusuk. Semoga, ada kesediaan hati untuk kembali memberikan sebaris jawaban, saat pikir menanyai, “Mengapa engkau masih di sini?”

Kita tidak pernah tahu tentang bagaimana kisah yang akan kita jalani selanjutnya. Namun, berbekal kepercayaan kepada rukun iman yang jumlahnya enam, maka kita dapat menjalani hari dengan sepenuh hati.

  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada malaikat-malaikat Allah,
  3. Beriman kepada kitab-kitab Allah,
  4. Beriman kepada Rasul-Nya
  5. Beriman kepada hari akhir
  6. Beriman kepada qada dan qadar

Kesan ke tujuh tentang perpisahan yang telah terjadi, mengingatkan diri ini pada satu hari yang pasti terjadi. Hari perpisahan yang tidak dapat lagi kita tolak walau dengan alasan apapun juga. Hari pasti yang merupakan pengingat diri, agar ia segera menyadari, tidak selamanya kita mengalami keadaan demi keadaan ini. Kalau saat ini kita bertemu, bersama dan kemudian menjalani hari dengan senang hati, akankah kita yakin dapat kembali mengiringi kebahagiaan sampai nanti?

Bagaimana kita menyadari tentang silih bergantinya cuaca dan iklim dalam hari-hari? Dapatkah kita meluaskan cara pandang akan beraneka kesan, pesan, dan kenangan yang kita alami saat ini? Bagaimana kita memberikan tanggapan atas segala pinta diri, ketika yang terjadi malah sebaliknya. Ya, bukan seperti itu yang sesungguhnya kita ingini. Kita maunya hal yang berbeda. Kita inginnya yang lain. Kita bisanya apa, tanpa pertolongan dari-Nya?  Wahai diri, . . .

Tanggal delapan belas, adalah hari ini. So, apakah yang telah kita lakukan pada hari ini? Bagaimana kita memanfaatkan waktu terbaik yang kita temui pada hari ini? Bagaimana kalau hari perpisahan yang pasti, menemui kita segera? Sudah maksimalkah persiapan kita dalam menyambutnya? Bukankah kita tidak pernah tahu, tentang rencana Ilahi? Jalanilah detik demi detik waktumu dengan sepenuh hati, nikmati hadirnya dengan melakukan yang terbaik, setelah itu, engkau dapat menyaksikan hasil yang terbaik.

Sembilan gelembung yang ada di dalam gambar di atas, untuk mengingatkan diri ini, tentang sembilan hasil kontemplasi setelah lebih dari dua hari belum lagi ngeposting di sini. Xixiixxixiii…. 😀 Adapun hasil kontemplasi yang ke sembilan adalah tentangmu yang saat ini sedang membaca catatan ini. Tolong maklum dan mengerti atas segala yang tercipta. Karena bait-bait yang ada, merupakan pengingat kita untuk segera mengingat akan hari perpisahan yang abadi. So, bukan saatnya lagi mentangisi perpisahan, baiklah kita mengambil sebuah catatan untuk kita tulisi. Lalu, kita beraikan apa yang sedang kita alami tentang satu kata ‘Perpisahan’, di dalamnya.  Setelah itu, baca kembali apa yang telah kita tulis, dengan wajah yang berseri-seri.

Wahai hati, kita sedang memprasastikan salah satu kesan dalam kehidupan. Ia telah menjadi prasasti. Ia ada untuk menjalankan misi yang pernah kita rangkai sebelum saat ini,

“Mempelajari, menghayati, menikmati alam dan mengabadikan hasil yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan sebagai prasasti eksistensi, menciptakan kedamaian setiap detik waktu dalam menjalani hari, menjalin keakraban dalam berinteraksi dengan alamNya, mengaplikasikan hasil yang telah diperoleh selama masa pembelajaran dalam keseharian.”

For, Nai… specially, “Tersenyumlah sayang… karena engkau sedang berbagi.”

Bukankah berbagi itu adalah aktivitas yang sangat menyenangkan, teman. Dan catatan saat ini, tercipta karena saya ingin membagikan segala yang sedang menari-nari di dalam pikiran, sebelum ini. Alhamdulillah, sekarang rasanya lebih ringan. Semoga ada manfaatnya, walaupun secuil hikmah, yaa.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on March 18, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , ,

Mmm… Yummy!

Sahabat itu, seperti cokelat yang warnanya oren
Sahabat itu, seperti cokelat yang warnanya oren

Ada manis yang ia tebarkan, bertambah lama bertambah so sweet. Yes! Cokelat yang berhiaskan oren di hamparannya, menjadi awal catatan hari ini. Cokelat. Ya, cokelat ini berteman dengan oren. Ia berasal dari Teh Siti. Teh Siti adalah salah seorang teman saya di sini. Teh Siti yang berbeda usia tidak sampai satu tahun dari saya adalah muslimah yang baik hati. Beliau yang seringkali berbunga-bunga, menarikku untuk turut berbunga-bunga setiap kali memandang wajah beliau. Teh Siti, beliau kini lebih dekat denganku. Walaupun tidak setiap saat kita bersama, namun kita adalah soulmate. Ya, Teh Siti yang pada awal berkenalan, terlihat begitu biasa. Namun kini, beliau saya maknai sebagai sahabat yang istimewa. Bersama senyuman yang seringkali Teh Siti tebarkan, engkau menitipkan seberkas kedamaian di dalam jiwa ini. Ya, ada aura yang berbeda saya rasakan, setiapkali memandang wajah beliau. Teh Siti, tercatat namamu sebagai bagian dari prasasti perjalanan ini. Agar pada saatnya, ia menjadi jalan bagi kita untuk kembali merasakan kebersamaan. Ketika nanti raga kita sudah tidak dapat bersua lagi. Karena tidak selamanya kita dapat seperti ini. Ya, saya yakin akan hal ini. Karena ada waktu yang senantiasa bergulir meninggalkan segala kesan yang terukir. Pun, banyak pesan yang dapat kita rangkai selama kebersamaan ini.

Teh Siti, mister ‘S‘ adalah jalan yang menjadikan kita lebih dekat. Bagaimana tidak? Setiap kali saya menemui dirimu, Teh Siti… pasti lagi berteleponan dengan beliau. Ai! Dengan senyuman yang penuh bunga-bunga berwarna-warni, engkau melirikkan mata jelitamu. Wah!  Inikah wajah yang sedang berbunga-bunga itu? Secerah inikah hari walaupun tiada sinar mentari yang menerangi bumi? Walaupun beliau belum pasti menjadi jodohmu Teh, namun jodohmu nanti adalah yang terbaik. Entah siapa ya..? Tidak perlu kita bertanya-tanya. Apalagi mempertanyakan tentang hal ini. Hanya saja, kita perlu siap ketika rahasia itu terungkap. Wah! Pasti dag-dig-dug itu akan ada ya, Teh… pada detik-detik menjelang pertemuan. Dan senyuman hari ini yang berbunga-bunga, semoga nanti menjadi lebih bermekaran lagi. He! Membayangkan indahnya pertemuan, tidak akan ada habis-habisnya. Namun, sesekali, boleh lah. Kita mendambakan bagaimana sosok idaman yang kita harapkan. Semoga menjadi kenyataan. Lalu, bagaimana kabar hari ini, Teh? Tentang siapa beliau yang akhirnya menjadikan senyumanmu lebih sering memancarkan bunga-bunga bermekaran?

Teh Siti yang pemurah, seringkali menjadi jalan bagi saya untuk memperoleh kemudahan. Ketika detik-detik menjelang pulang kampung pada tahun-tahun tertentu. Maka Teh Siti pasti memberikan kontribusi dan berpartisipasi pada saya. Ya, beliau menawarkan beberapa oleh-oleh untuk saya bawa. Termasuk menjelang lebaran pun begitu, walaupun saya belum mengenal siapa beliau yang sesungguhnya sebelum ini. Namun, Teh Siti yang gemarnya berdikari, seringkali memberikan saya kesempatan untuk menerima kebaikan beliau. Ditambah lagi pada waktu akhir tahun kemarin ini, Teh Siti juga memberikan saya beberapa lembar kalender. Akan tetapi, saya hanya perlu satu. Dan pernah pada beberapa tahun yang lalu, saya pesan sebuah kalender dari beliau. Namun, kalender tersebut akhirnya saya kirimkan ke kampung halaman nan jauh nun di seberang pulau. Lalu, saya bilang ke Teh Siti akan hal ini. Bahwa kalender yang Teh Siti berikan, sudah engga ada lagi. Eeeee…. pas saya mau beliau kasih lagi kalender pada akhir tahun 2011 yang baru saja berlalu, beliau mengingatkan begini, “Wah! Nanti jangan dikirim lagi pulang kampung, yaa..”. Hahaa.. serta merta saya tertawa 😀 Karena beliau begitu peduli padaku. Lalu, saya menjawab dengan, “Hehehee..”. Udah, gitu aja.

Teh Siti, pada kesempatan yang lain, juga menitipkan saya dengan beraneka jenis permainan. Dan salah satu permainan yang pernah saya praktikkan adalah ‘Cubis’. Cubis adalah bukan kol atau sejenis sayuran. Namun ‘Cubis’ adalah sebuah permainan yang berhiaskan kerang, mutiara-mutiara, dan aneka makhluk lainnya yang hidup di dasar lautan. Di sana, ada air juga. Pun ada bunyi-bunyian kalau kita menyalakan volumenya. Nah! Pada suatu pagi, saya bermain ‘Cubis’ . Sebelumnya, saya engga tahu, ini permainan tentang apa yaa? Akhirnya, saya bermain aja, sebebasnya. Berulangkali ‘Cubis’ bilang bahwa time is over. Kemudian beberapa waktu kemudian time is over lagi. Sementara itu, saya masih terus belajar untuk mengerti. Lalu bertanya di dalam hati, “Ini maksud dari permainan apa, ya?.” Yang walaupun sudah membaca petunjuk, namun kalau belum biasa, tetap saja belum bisa. Bisa itu karena biasa, ternyata.

Aku Bisa

Aku Bisa

Tidak ada satu aktivitaspun yang tidak dapat kita ambil pelajaran dan makna darinya. Termasuk salah satu permainan yang sedang kita lakukan. Baik permainan tersebut sudah kita pahami, ataupun belum. Yakinlah, ada pesan yang ia sampaikan, pun ada kesan yang dapat kita tangkap selama kebersamaan dengannya. Nah! Dari permainan ‘Cubis’ tersebut, pun demikian.  Permainan ‘Cubis’ adalah sebuah permainan yang perlu kita mulai dengan membaca Bismillah, terlebih dahulu, lalu ucapkan istighfar berulangkali selama bersamanya. Kemudian, akhiri permainan dengan membaca Alhamdulillah…. selamanya ia memesankan tentang solusi.

‘Cubis’ adalah permainan yang mengingatkan saya pada kehidupan ini. Ya, karena ada level-levelnya. Seperti permainan lainnya yang terdiri dari tingkatan-tingkatan. ‘Cubis’ pun begitu. Untuk dapat sampai pada level yang lebih tinggi, maka kita perlu menempuh level terbawah lebih dahulu. Pada setiap level, ada tantangan tersendiri. Bila pada level satu kita hanya perlu memecahkan tiga balok mutiara saja, dalam waktu yang ditentukan. Maka lain halnya dengan level dua. Kita perlu memecahkan tiga kali lipatnya. Apabila telah sukses, maka kita dapat berpindah ke level yang selanjutnya. Dan apabila kita kembali mengumpamakan dengan kehidupan yang kita jalani. Maka balok-balok mutiara yang perlu kita temukan, adalah solusi dalam kehidupan. Sedangkan balok-balok lainnya yang tidak bersinar, bagaikan beraneka warna yang kita temui dalam menjalani hari. Ia ada mengeliling para balok mutiara nan bersinar. Ia berada menyebar dan tidak tertata. Ia berdiam semaunya, datang dan pergi tanpa pernah kita menduganya terlebih dahulu. Sedangkan solusi yang keberadaannya seringkali pada posisi-posisi tertentu, perlu kita tuju. Tidak mudah memang, untuk dapat menemukan di mana solusi berada. Walaupun telah membaca petunjuk bagaimana permainan dapat kita lakukan, namun kalau kita belum segera mempraktikkannya, maka kita tidak akan pernah tahu bagaimana indahnya permainan tersebut. ‘Cubis’ adalah salah satu jalan yang menjadikan kita kembali mau untuk berpikir. Bagaimana cara agar solusi dapat kita temukan, lalu kita mendapatkan nilai tambah setelah berhasil menemukannya.

Solusi, ia tidak ada dengan sendirinya, kalau kita tidak berusaha untuk menemukannya. Secepat apapun kita bergerak untuk mencarinya, namun kalau kita belum mempunyai metode untuk melangkah ke sana, maka kita belum akan dapat membersamainya. Solusi, adalah jalan keluar dari kungkungan masalah yang sedang menghimpit. Kadangkala, solusi berada pada sisi-sisi terpinggir. Sehingga kita dapat segera mendeteksi keberadaannya, lalu segera menemuinya. Apabila kita membutuhkannya. Namun, seringkali solusi berlokasi pada tempat-tempat yang kita belum pernah menemukannya. Bahkan untuk menempuh jarak menuju satu solusi saja, terkadang kita perlu berkeliling-ria terlebih dahulu. Ya, kadang kita melangkah ke kiri, dan pada kesempatan yang lain segera berpindah ke kanan. Begitu selanjutnya. Sampai akhirnya, kita bertemu dengan balok-balok mutiara nan menjadi jalan tersenyumnya kita lebih indah lagi.

Dalam permainan ‘Cubis’, semakin cepat kita menggerakkan mouse, maka semakin banyak kesempatan yang kita miliki untuk dapat memecahkan balok-balok mutiara. Namun, kecepatan saja belumlah alasan untuk bergerak semau kita. Karena di manapun juga, aturan pasti ada. Kalau kita mengikuti aturan yang telah terpasang pada satu sisi, dan memenuhi persyaratan untuk bergabung dengan aturan tersebut, maka senyuman akan segera menampakkan dirinya. Ia ada untuk kita. Namun, kalau kita membawa persyaratan yang kurang lengkap, seperti baru ada dua balok saja yang sedang berbaris rapi, maka kita belum dapat melanjutkan perjalanan. Kecuali kalau sudah ada yang sama, minimal tiga balok. Maka, segera saja melaju ke hadapan. Kemudian, temukan lagi kesamaan dari balok-balok yang telah berpindah dengan cepat itu. Ya, untuk selanjutnya, biarkanlah ia melihat ke sekelilingnya. Berusahalah! Ya, bergiatlah! Giat untuk menemukan kesamaan lagi. Ketika para balok-balok tersebut telah bersapaan dengan teman-temannya yang lain maka mereka pun melebur. Kecuali kalau ada warna berbeda yang berdekatan. Maka mereka membangun benteng ketangguhan yang tidak akan dapat terrobohkan. Begitu kuatnya ia. Apabila perbedaan itu semakin banyak, maka kekuatan yang mereka cipta pun bertambah-tambah. Ya, tidak tergoyahkan.

Berbeda halnya, kalau para balok memiliki kesamaan. Maka, serta merta terciptalah keruntuhan seketika. Mereka melebur, lalu balok baru yang sedang kita luncurkan. Balok-balok itu membawa warna dirinya yang baru. Ia segera bergerak dengan sangat cepat. Seperti kilat, gitu. Begitu tentang ‘Cubis’. Ehee.. 😀 Buat  Teh Siti yang menjadi jalan hingga saya mengenal ‘Cubis’, tercipta senyuman hari ini.

Teh Siti, adalah seorang Aikidoers. Yes! Beliau adalah seorang yang gemar belajar beladiri. Hasilnya? Lihatlah teman, beliau menjadi demikian tangguh dan unik. Selain itu, yang menjadi ciri khas beliau adalah bahwa beliau penyuka anak-anak. Beliau adalah seorang yang penyayang dan yang tidak kalah pentingnya, saat ini Teh Siti sedang menyenangi juga ‘Shaun the Sheep’.  Shaun the Sheep. Ya, dari beliau pula saya mengenal tayangan menarik yang satu ini. Ketika pada suatu hari, Teh Siti mengajak saya buat nonton bersama, hehehhee.. 😀 Padahal, awalnya saya engga tahu menahu tentang hal ini. Yes! Benar kan, teman. Kalau Teh Siti gemar berbagi. Ketika ada salah seorang dari teman beliau yang belum mengenal apa yang beliau telah kenal, beliau mengenalkan segera. Apa yang beliau tahu, lebih mudah bagi beliau untuk memberitahukan yang lain. Sehingga kita sama-sama tahu. Dan alangkah indahnya ketika keingintahuan kita terus bertambah dari waktu ke waktu.

Desktop Background

Desktop Background

Mudah memang, menemukan seorang yang benar-benar baik. Salah satu caranya adalah dengan membaikinya. Wah! “Makanya, kamu baik ke aku”, begini Teh Siti pernah bilang, pada suatu hari. “Iya, Teh Siti,..”, lalu, sayapun tersenyum, seraya ikut dengan beliau. Ketika pada suatu kesempatan, kami jumpa di jalan. Kemudian, kamipun melanjutkan perjalanan bersama-sama. Beliau menjadi teman dalam perjalanan menuju pulangku. Semoga Teh Siti makin baik, makin cantik dan selalu tersenyum berbunga-bungaaaaaaaa, yaaaaa…… Terima kasih ya, Teh. See you.

Kebaikan. Ada kebaikan yang berwujud dalam bentuk tindakan, sikap dan gerak-gerik yang terlihat nyata. Ada pula kebaikan yang walaupun kita belum pernah memandangnya dengan jelas, namun ternyata ia ada. Kebaikan adalah jalan hadirnya senyuman. Kebaikan juga yang menjadi jalan berserinya hari-hari yang kita jalani. Bersama kebaikan yang menebar di sekitar, kita dapat merasakan kehidupan yang semakin hidup. Walaupun tidak selamanya ia terlihat, namun kebaikan itu pastinya ada. Baik berasal dari orang-orang yang telah lama kita kenal, maupun dari beliau yang kita bahkan belum pernah bertemu. Baik seorang yang masih belia, muda dan belum tahu apa-apa, maupun dengan seorang yang telah banyak mencicipi asam dan garam kehidupan. Apalagi seorang yang telah banyak tahu tentang seluk beluk dalam kehidupan ini, pastinya lebih banyak kebaikan yang ia punyai. Namun, seorang yang baik, tidak akan pernah mau untuk merasakan indahnya kebaikan itu dengan dirinya sendiri. Ia akan berusaha dengan sebaik-baiknya, bagaimana agar selain ia dan dirinya, dapat pula menikmati bagaimana rasanya satu kata bernama kebaikan. Walau dengan cara apapun, ia akan lebih sering mengusahakan. Karena kebaikan itu memang ada.

Banyak orang yang baik. Namun sangat banyak lagi orang yang menebarkan kebaikan. Banyak kebaikan yang terlihat, namun lebih banyak lagi kebaikan yang terasa. Ya, walau dalam pandangan mata yang nyata ia tidak mudah terdeteksi. Namun, kenyamanan dan ketenangan berada di dekat seorang yang baik, memberikan kesan dan pesan bahwa orang tersebut memang baik. Pokoknya gitu dech. Ada ketenteraman yang dapat kita nikmati karena aura kesejukan yang ia pancarkan. Bukan seperti di padang pasir yang ada banyak pasirnya, (begitukah…? Ai! Padang pasir yang mengingatkan saya pada sesuatu. Aku rinduuuu, menyentuh kotak hitam yang kokoh ituuuu huhuhuuuu…). Berada di sekeliling orang yang baik, seperti berada di antara dua aliran sungai yang  bergemericik. Seperti berlindung di bawah pepohonan yang rindang daunnya, kehijauan. Sepertinya kita sedang bermain-main di sebuah taman yang penuh dengan aneka bunga-bunga yang bermekaran. Sepertinya, kita sedang berada di tengah padang luas berhiaskan rumput hijauuuu dan di sana, terpaan semilir angin membelai lembut wajah ini. Sungguh! Senyuman yang lebih indah lagi, akan kembali menghiasi wajah-wajah yang ada bersama beliau yang baik. Lalu, bagaimana teman, adakah engkaupun mengalami hal yang seperti begini, ini…? Hihii.. 😀 Teh Siti, engkau menjadi jalan hadirnya inspirasi. Hingga sudah sejauh ini, para jemari masih saja berlari-lari di tuts-tuts yang berbaris rapi. Ia sepertinya tidak akan mau berhenti untuk mensuarakan isi hati. Kalau saja saya belum lagi menyudahi catatan ini. Ya, karena kebaikan yang ada belum lagi dapat tertulisi satu persatu secara detil, di sini. Untuk itulah, berhubung saat ini sudah mendekati dini hari, sedangkan saya masih perlu berehat raga ini. Saya ingin selalu bersama dengan Teh Siti, untuk melanjutkan langkah-langkah ini. Akan tetapi, harus bagaimana lagi… saya cukupkan sampai di sini. Ai! Saya akan selalu merindukanmu, Tetehku yang baik…. Sampai berjumpa lagiiiii…..

“Nawas Ibnu Sam’an Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau bersabda: “Kebaikan ialah akhlak yang baik dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya.” Riwayat Muslim.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on January 14, 2012 in Belajar dari Alam

 

Tags: , , , , , , , , , , , , ,

Mmm… Yummy!

Sahabat itu, seperti cokelat yang warnanya oren
Sahabat itu, seperti cokelat yang warnanya oren

Ada manis yang ia tebarkan, bertambah lama bertambah so sweet. Yes! Cokelat yang berhiaskan oren di hamparannya, menjadi awal catatan hari ini. Cokelat. Ya, cokelat ini berteman dengan oren. Ia berasal dari Teh Siti. Teh Siti adalah salah seorang teman saya di sini. Teh Siti yang berbeda usia tidak sampai satu tahun dari saya adalah muslimah yang baik hati. Beliau yang seringkali berbunga-bunga, menarikku untuk turut berbunga-bunga setiap kali memandang wajah beliau. Teh Siti, beliau kini lebih dekat denganku. Walaupun tidak setiap saat kita bersama, namun kita adalah soulmate. Ya, Teh Siti yang pada awal berkenalan, terlihat begitu biasa. Namun kini, beliau saya maknai sebagai sahabat yang istimewa. Bersama senyuman yang seringkali Teh Siti tebarkan, engkau menitipkan seberkas kedamaian di dalam jiwa ini. Ya, ada aura yang berbeda saya rasakan, setiapkali memandang wajah beliau. Teh Siti, tercatat namamu sebagai bagian dari prasasti perjalanan ini. Agar pada saatnya, ia menjadi jalan bagi kita untuk kembali merasakan kebersamaan. Ketika nanti raga kita sudah tidak dapat bersua lagi. Karena tidak selamanya kita dapat seperti ini. Ya, saya yakin akan hal ini. Karena ada waktu yang senantiasa bergulir meninggalkan segala kesan yang terukir. Pun, banyak pesan yang dapat kita rangkai selama kebersamaan ini.

Teh Siti, mister ‘S‘ adalah jalan yang menjadikan kita lebih dekat. Bagaimana tidak? Setiap kali saya menemui dirimu, Teh Siti… pasti lagi berteleponan dengan beliau. Ai! Dengan senyuman yang penuh bunga-bunga berwarna-warni, engkau melirikkan mata jelitamu. Wah!  Inikah wajah yang sedang berbunga-bunga itu? Secerah inikah hari walaupun tiada sinar mentari yang menerangi bumi? Walaupun beliau belum pasti menjadi jodohmu Teh, namun jodohmu nanti adalah yang terbaik. Entah siapa ya..? Tidak perlu kita bertanya-tanya. Apalagi mempertanyakan tentang hal ini. Hanya saja, kita perlu siap ketika rahasia itu terungkap. Wah! Pasti dag-dig-dug itu akan ada ya, Teh… pada detik-detik menjelang pertemuan. Dan senyuman hari ini yang berbunga-bunga, semoga nanti menjadi lebih bermekaran lagi. He! Membayangkan indahnya pertemuan, tidak akan ada habis-habisnya. Namun, sesekali, boleh lah. Kita mendambakan bagaimana sosok idaman yang kita harapkan. Semoga menjadi kenyataan. Lalu, bagaimana kabar hari ini, Teh? Tentang siapa beliau yang akhirnya menjadikan senyumanmu lebih sering memancarkan bunga-bunga bermekaran?

Teh Siti yang pemurah, seringkali menjadi jalan bagi saya untuk memperoleh kemudahan. Ketika detik-detik menjelang pulang kampung pada tahun-tahun tertentu. Maka Teh Siti pasti memberikan kontribusi dan berpartisipasi pada saya. Ya, beliau menawarkan beberapa oleh-oleh untuk saya bawa. Termasuk menjelang lebaran pun begitu, walaupun saya belum mengenal siapa beliau yang sesungguhnya sebelum ini. Namun, Teh Siti yang gemarnya berdikari, seringkali memberikan saya kesempatan untuk menerima kebaikan beliau. Ditambah lagi pada waktu akhir tahun kemarin ini, Teh Siti juga memberikan saya beberapa lembar kalender. Akan tetapi, saya hanya perlu satu. Dan pernah pada beberapa tahun yang lalu, saya pesan sebuah kalender dari beliau. Namun, kalender tersebut akhirnya saya kirimkan ke kampung halaman nan jauh nun di seberang pulau. Lalu, saya bilang ke Teh Siti akan hal ini. Bahwa kalender yang Teh Siti berikan, sudah engga ada lagi. Eeeee…. pas saya mau beliau kasih lagi kalender pada akhir tahun 2011 yang baru saja berlalu, beliau mengingatkan begini, “Wah! Nanti jangan dikirim lagi pulang kampung, yaa..”. Hahaa.. serta merta saya tertawa 😀 Karena beliau begitu peduli padaku. Lalu, saya menjawab dengan, “Hehehee..”. Udah, gitu aja.

Teh Siti, pada kesempatan yang lain, juga menitipkan saya dengan beraneka jenis permainan. Dan salah satu permainan yang pernah saya praktikkan adalah ‘Cubis’. Cubis adalah bukan kol atau sejenis sayuran. Namun ‘Cubis’ adalah sebuah permainan yang berhiaskan kerang, mutiara-mutiara, dan aneka makhluk lainnya yang hidup di dasar lautan. Di sana, ada air juga. Pun ada bunyi-bunyian kalau kita menyalakan volumenya. Nah! Pada suatu pagi, saya bermain ‘Cubis’ . Sebelumnya, saya engga tahu, ini permainan tentang apa yaa? Akhirnya, saya bermain aja, sebebasnya. Berulangkali ‘Cubis’ bilang bahwa time is over. Kemudian beberapa waktu kemudian time is over lagi. Sementara itu, saya masih terus belajar untuk mengerti. Lalu bertanya di dalam hati, “Ini maksud dari permainan apa, ya?.” Yang walaupun sudah membaca petunjuk, namun kalau belum biasa, tetap saja belum bisa. Bisa itu karena biasa, ternyata.

Aku Bisa

Aku Bisa

Tidak ada satu aktivitaspun yang tidak dapat kita ambil pelajaran dan makna darinya. Termasuk salah satu permainan yang sedang kita lakukan. Baik permainan tersebut sudah kita pahami, ataupun belum. Yakinlah, ada pesan yang ia sampaikan, pun ada kesan yang dapat kita tangkap selama kebersamaan dengannya. Nah! Dari permainan ‘Cubis’ tersebut, pun demikian.  Permainan ‘Cubis’ adalah sebuah permainan yang perlu kita mulai dengan membaca Bismillah, terlebih dahulu, lalu ucapkan istighfar berulangkali selama bersamanya. Kemudian, akhiri permainan dengan membaca Alhamdulillah…. selamanya ia memesankan tentang solusi.

‘Cubis’ adalah permainan yang mengingatkan saya pada kehidupan ini. Ya, karena ada level-levelnya. Seperti permainan lainnya yang terdiri dari tingkatan-tingkatan. ‘Cubis’ pun begitu. Untuk dapat sampai pada level yang lebih tinggi, maka kita perlu menempuh level terbawah lebih dahulu. Pada setiap level, ada tantangan tersendiri. Bila pada level satu kita hanya perlu memecahkan tiga balok mutiara saja, dalam waktu yang ditentukan. Maka lain halnya dengan level dua. Kita perlu memecahkan tiga kali lipatnya. Apabila telah sukses, maka kita dapat berpindah ke level yang selanjutnya. Dan apabila kita kembali mengumpamakan dengan kehidupan yang kita jalani. Maka balok-balok mutiara yang perlu kita temukan, adalah solusi dalam kehidupan. Sedangkan balok-balok lainnya yang tidak bersinar, bagaikan beraneka warna yang kita temui dalam menjalani hari. Ia ada mengeliling para balok mutiara nan bersinar. Ia berada menyebar dan tidak tertata. Ia berdiam semaunya, datang dan pergi tanpa pernah kita menduganya terlebih dahulu. Sedangkan solusi yang keberadaannya seringkali pada posisi-posisi tertentu, perlu kita tuju. Tidak mudah memang, untuk dapat menemukan di mana solusi berada. Walaupun telah membaca petunjuk bagaimana permainan dapat kita lakukan, namun kalau kita belum segera mempraktikkannya, maka kita tidak akan pernah tahu bagaimana indahnya permainan tersebut. ‘Cubis’ adalah salah satu jalan yang menjadikan kita kembali mau untuk berpikir. Bagaimana cara agar solusi dapat kita temukan, lalu kita mendapatkan nilai tambah setelah berhasil menemukannya.

Solusi, ia tidak ada dengan sendirinya, kalau kita tidak berusaha untuk menemukannya. Secepat apapun kita bergerak untuk mencarinya, namun kalau kita belum mempunyai metode untuk melangkah ke sana, maka kita belum akan dapat membersamainya. Solusi, adalah jalan keluar dari kungkungan masalah yang sedang menghimpit. Kadangkala, solusi berada pada sisi-sisi terpinggir. Sehingga kita dapat segera mendeteksi keberadaannya, lalu segera menemuinya. Apabila kita membutuhkannya. Namun, seringkali solusi berlokasi pada tempat-tempat yang kita belum pernah menemukannya. Bahkan untuk menempuh jarak menuju satu solusi saja, terkadang kita perlu berkeliling-ria terlebih dahulu. Ya, kadang kita melangkah ke kiri, dan pada kesempatan yang lain segera berpindah ke kanan. Begitu selanjutnya. Sampai akhirnya, kita bertemu dengan balok-balok mutiara nan menjadi jalan tersenyumnya kita lebih indah lagi.

Dalam permainan ‘Cubis’, semakin cepat kita menggerakkan mouse, maka semakin banyak kesempatan yang kita miliki untuk dapat memecahkan balok-balok mutiara. Namun, kecepatan saja belumlah alasan untuk bergerak semau kita. Karena di manapun juga, aturan pasti ada. Kalau kita mengikuti aturan yang telah terpasang pada satu sisi, dan memenuhi persyaratan untuk bergabung dengan aturan tersebut, maka senyuman akan segera menampakkan dirinya. Ia ada untuk kita. Namun, kalau kita membawa persyaratan yang kurang lengkap, seperti baru ada dua balok saja yang sedang berbaris rapi, maka kita belum dapat melanjutkan perjalanan. Kecuali kalau sudah ada yang sama, minimal tiga balok. Maka, segera saja melaju ke hadapan. Kemudian, temukan lagi kesamaan dari balok-balok yang telah berpindah dengan cepat itu. Ya, untuk selanjutnya, biarkanlah ia melihat ke sekelilingnya. Berusahalah! Ya, bergiatlah! Giat untuk menemukan kesamaan lagi. Ketika para balok-balok tersebut telah bersapaan dengan teman-temannya yang lain maka mereka pun melebur. Kecuali kalau ada warna berbeda yang berdekatan. Maka mereka membangun benteng ketangguhan yang tidak akan dapat terrobohkan. Begitu kuatnya ia. Apabila perbedaan itu semakin banyak, maka kekuatan yang mereka cipta pun bertambah-tambah. Ya, tidak tergoyahkan.

Berbeda halnya, kalau para balok memiliki kesamaan. Maka, serta merta terciptalah keruntuhan seketika. Mereka melebur, lalu balok baru yang sedang kita luncurkan. Balok-balok itu membawa warna dirinya yang baru. Ia segera bergerak dengan sangat cepat. Seperti kilat, gitu. Begitu tentang ‘Cubis’. Ehee.. 😀 Buat  Teh Siti yang menjadi jalan hingga saya mengenal ‘Cubis’, tercipta senyuman hari ini.

Teh Siti, adalah seorang Aikidoers. Yes! Beliau adalah seorang yang gemar belajar beladiri. Hasilnya? Lihatlah teman, beliau menjadi demikian tangguh dan unik. Selain itu, yang menjadi ciri khas beliau adalah bahwa beliau penyuka anak-anak. Beliau adalah seorang yang penyayang dan yang tidak kalah pentingnya, saat ini Teh Siti sedang menyenangi juga ‘Shaun the Sheep’.  Shaun the Sheep. Ya, dari beliau pula saya mengenal tayangan menarik yang satu ini. Ketika pada suatu hari, Teh Siti mengajak saya buat nonton bersama, hehehhee.. 😀 Padahal, awalnya saya engga tahu menahu tentang hal ini. Yes! Benar kan, teman. Kalau Teh Siti gemar berbagi. Ketika ada salah seorang dari teman beliau yang belum mengenal apa yang beliau telah kenal, beliau mengenalkan segera. Apa yang beliau tahu, lebih mudah bagi beliau untuk memberitahukan yang lain. Sehingga kita sama-sama tahu. Dan alangkah indahnya ketika keingintahuan kita terus bertambah dari waktu ke waktu.

Desktop Background

Desktop Background

Mudah memang, menemukan seorang yang benar-benar baik. Salah satu caranya adalah dengan membaikinya. Wah! “Makanya, kamu baik ke aku”, begini Teh Siti pernah bilang, pada suatu hari. “Iya, Teh Siti,..”, lalu, sayapun tersenyum, seraya ikut dengan beliau. Ketika pada suatu kesempatan, kami jumpa di jalan. Kemudian, kamipun melanjutkan perjalanan bersama-sama. Beliau menjadi teman dalam perjalanan menuju pulangku. Semoga Teh Siti makin baik, makin cantik dan selalu tersenyum berbunga-bungaaaaaaaa, yaaaaa…… Terima kasih ya, Teh. See you.

Kebaikan. Ada kebaikan yang berwujud dalam bentuk tindakan, sikap dan gerak-gerik yang terlihat nyata. Ada pula kebaikan yang walaupun kita belum pernah memandangnya dengan jelas, namun ternyata ia ada. Kebaikan adalah jalan hadirnya senyuman. Kebaikan juga yang menjadi jalan berserinya hari-hari yang kita jalani. Bersama kebaikan yang menebar di sekitar, kita dapat merasakan kehidupan yang semakin hidup. Walaupun tidak selamanya ia terlihat, namun kebaikan itu pastinya ada. Baik berasal dari orang-orang yang telah lama kita kenal, maupun dari beliau yang kita bahkan belum pernah bertemu. Baik seorang yang masih belia, muda dan belum tahu apa-apa, maupun dengan seorang yang telah banyak mencicipi asam dan garam kehidupan. Apalagi seorang yang telah banyak tahu tentang seluk beluk dalam kehidupan ini, pastinya lebih banyak kebaikan yang ia punyai. Namun, seorang yang baik, tidak akan pernah mau untuk merasakan indahnya kebaikan itu dengan dirinya sendiri. Ia akan berusaha dengan sebaik-baiknya, bagaimana agar selain ia dan dirinya, dapat pula menikmati bagaimana rasanya satu kata bernama kebaikan. Walau dengan cara apapun, ia akan lebih sering mengusahakan. Karena kebaikan itu memang ada.

Banyak orang yang baik. Namun sangat banyak lagi orang yang menebarkan kebaikan. Banyak kebaikan yang terlihat, namun lebih banyak lagi kebaikan yang terasa. Ya, walau dalam pandangan mata yang nyata ia tidak mudah terdeteksi. Namun, kenyamanan dan ketenangan berada di dekat seorang yang baik, memberikan kesan dan pesan bahwa orang tersebut memang baik. Pokoknya gitu dech. Ada ketenteraman yang dapat kita nikmati karena aura kesejukan yang ia pancarkan. Bukan seperti di padang pasir yang ada banyak pasirnya, (begitukah…? Ai! Padang pasir yang mengingatkan saya pada sesuatu. Aku rinduuuu, menyentuh kotak hitam yang kokoh ituuuu huhuhuuuu…). Berada di sekeliling orang yang baik, seperti berada di antara dua aliran sungai yang  bergemericik. Seperti berlindung di bawah pepohonan yang rindang daunnya, kehijauan. Sepertinya kita sedang bermain-main di sebuah taman yang penuh dengan aneka bunga-bunga yang bermekaran. Sepertinya, kita sedang berada di tengah padang luas berhiaskan rumput hijauuuu dan di sana, terpaan semilir angin membelai lembut wajah ini. Sungguh! Senyuman yang lebih indah lagi, akan kembali menghiasi wajah-wajah yang ada bersama beliau yang baik. Lalu, bagaimana teman, adakah engkaupun mengalami hal yang seperti begini, ini…? Hihii.. 😀 Teh Siti, engkau menjadi jalan hadirnya inspirasi. Hingga sudah sejauh ini, para jemari masih saja berlari-lari di tuts-tuts yang berbaris rapi. Ia sepertinya tidak akan mau berhenti untuk mensuarakan isi hati. Kalau saja saya belum lagi menyudahi catatan ini. Ya, karena kebaikan yang ada belum lagi dapat tertulisi satu persatu secara detil, di sini. Untuk itulah, berhubung saat ini sudah mendekati dini hari, sedangkan saya masih perlu berehat raga ini. Saya ingin selalu bersama dengan Teh Siti, untuk melanjutkan langkah-langkah ini. Akan tetapi, harus bagaimana lagi… saya cukupkan sampai di sini. Ai! Saya akan selalu merindukanmu, Tetehku yang baik…. Sampai berjumpa lagiiiii…..

“Nawas Ibnu Sam’an Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau bersabda: “Kebaikan ialah akhlak yang baik dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya.” Riwayat Muslim.

🙂 🙂 🙂

 
Leave a comment

Posted by on January 14, 2012 in Paragraf-paragraf Sahaja

 

Tags: , , , , , , , , , , , , ,